Monday, July 17, 2006

Without Gravity

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Folk
Artist:Tenderfoot
Tenang, damai, dan tentram adalah kata-kata yang tepat untuk mewakili album ini. Nuansa akustik yang cantik, diselingi oleh nada-nada yang manis dengan dibumbuhi oleh nafas country folk yang cukup dominan, lalu diiringi vokal yang bergaya malas namun menghanyutkan membuat album ini menjadi begitu mudah untuk dicintai . Album ini bisa menjadi teman yang akrab untuk menemani perjalanan Jakarta-Bandung via puncak, disaat kita tidak perlu diburu waktu dan merasa tol Cipularang telah semakin membosankan. Putarlah album ini dalam kendaraan, dan nikmati semilir angin pegunungan diantara jejeran pohon cemara yang berbaris rapi. Maka hidup ini terasa semakin indah.

Friday, July 7, 2006

Finding a Hidden Treasure of Nick Drake: a Restropective


 


Tahun 2003 adalah tahun dimana saya pertama kalinya mengenal dan juga mendengar album Bryter Lyter milik seorang musisi bernama Nick Drake. Kurang lebih sudah 30 tahun semenjak album itu dirilis di tahun 1970 dan semenjak kematiannya pada tahun 1974 di usia yang sangat muda, 26 tahun. Lalu mengapa selama ini sama sekali saya belum pernah mendengar namanya? Bukannya semua rock star yang meninggal di usia muda di tahun 70an, pasti namanya akan sangat melegenda? Sebut saja Jimi Hendrix, Janis Joplin dan Jim Morrison. Semuanya meninggal di usia yang sama, 27 tahun. Kematianlah yang membuat kepopuleran mereka menjadi semakin berkibar bahkan menempatkan mereka sebagai seorang legenda. Waktu itu saya berpikir, pasti ada yang salah dengan Nick Drake. Mengapa namanya tidak masuk ke dalam jejeran rock star legendaris? Orangtua saya juga tidak pernah menyinggung akan keberadaan seorang Nick Drake selama ini. Apakah ketidakpopuleran tersebut dikarenakan karena dia meninggal di waktu yang salah? Seharusnya dia menunggu setahun lagi untuk meninggal. Sehingga kutukan rock star di umur 27 tahun juga bisa terkena kepadanya.


 


Kembali lagi ke tahun 2003 disaat saya pertama kalinya mengenal Nick Drake melalui album Bryter Lyter. Pada waktu itu, saya sudah lama menyukai musik-musik indie pop dari jazirah Eropa, seperti Blueboy, Kings of Convenience, ataupun Belle and Sebastian. Kesemuanya merupakan perpanjangan dari kecintaan saya pada musik Brit Pop circa tahun 1997 sampai 1999. Setelah saya sampai di titik puncak akan kecintaan saya akan musik-musik indie pop tersebut, saya mulai mencari lagi musik-musik yang mempengaruhi mereka. Lalu saya sampai pada musik-musik tua. Dari musik folk sampai northern soul - yang ternyata setelah saya telusuri mempunyai pengaruh besar bagi musik dari grup-grup indie pop yang saya cintai. Sebelumnya pengetahuan saya akan musik-musik tua era 60an sampai 70an hanya terbatas oleh The Beatles.


 


Saat saya mulai menemukan dan mengenal musik-musik tua tersebut, saya menemukan nama Nick Drake. Grup-grup indie pop seperti Kings of Convenience ataupun Belle & Sebastian ternyata banyak mendapat pengaruh musikal dari seorang Nick Drake. Selain itu banyak dari para musisi yang saya ketahui - diluar scene indie pop - yang  juga mengidolakannya. Mulai dari Kate Bush, Paul Weller, Peter Buck dari REM sampai Everything But The Girl. Musisi dari era 90an seperti Ryan Adams, Elliot Smith, Neil Helsteid dari Slowdive dan Mojave 3, Graham Coxon dari Blur dan Badly Drawn Boy  juga menjadikan Nick Drake sebagai sumber inspirasi mereka. Bahkan bintang film Brat Pitt juga mengaku merupakan fans dari Nick Drake. Pada tahun 2004, dialah yang membacakan narasi pada acara dokumenter produksi BBC mengenai Nick Drake. Jika sekarang begitu banyak orang yang mengidolakan Nick Drake, mengapa selama karirnya namanya hampir tidak diketahui? Apa yang menyebabkan ketenaran itu begitu telat datangnya kepada seorang Nick Drake yang sangat berbakat?


 


                                                    ***


Setelah mendengar Album Bryter Lyter, saya begitu jatuh cinta terhadap orang ini. Musiknya terasa begitu jujur dan sangat bersahaja. Musik yang indah tersebut ternyata dihasilkan dari seorang pemuda Inggris yang sangat pemalu. Dalam karir profesionalnya yang singkat, Nick Drake tercatat tidak pernah menjadi penampil utama, karena selama itu dia hanya menjadi pembuka dalam beberapa penampilan dari teman-temannya seperti Fairport Convention dan juga John Martyn. Penampilan livenya bisa dihitung dengan jari. Pada dasarnya, Nick Drake bukanlah seorang entertainer yang baik. Seringkali penampilannya diacuhkan oleh penonton karena dia adalah seorang pemuda pemalu yang bermain gitar dan bernyanyi dengan suara lembut yang hampir tidak terdengar. Karena seringnya mendapat respon yang tidak menyenangkan dari penonton, Nick Drake menjadi takut untuk tampil kembali di depan umum.


 


Di suatu kesempatan, bassist dari supergrup The Fairport Convention, Ashley Hutchings menyaksikan penampilannya. Ashley sangat tertarik dengan lagu-lagu ciptaannya. Melalui Ashley, Nick lalu dikenalkan kepada produser Joe Boyd yang sudah dikenal telah menangani berbagai artis seperti The Incredible String Band, Fairport Convention, serta Richard Thompson. Di tangan Joe Boyd, Nick Drake membuat debut albumnya Five Leaves Left di bawah Island Records pada tahun 1969. Saat itu ia baru berusia 21 tahun. Sebuah debut album yang sangat menjanjikan. Menampilkan sound yang ringan dan melodi pop yang kuat dibalut dengan alunan chamber musik yang membuat setiap lagunya terasa hangat. Kerjasama antar Joe Boyd dan Nick Drake semakin intens dan berlanjut dengan pembuatan album keduanya Bryter Lyter di tahun 1970. Menampilkan lagu-lagu yang lebih upbeat, lebih jazzy dengan penambahan instrumen seperti brass section yang membuat lagu-lagu dalam album ini begitu kaya akan nuansa. Album ini memuat lagu terbaik - menurut saya - yang pernah Nick ciptakan, yaitu “Northern Sky”. Lagu ini juga dinobatkan sebagai salah satu lagu cinta terbaik dunia yang pernah direkam dalam 25 tahun terakhir menurut majalah NME.


 


Sayangnya kedua album hebat tersebut gagal di pasaran. Alasan utama mengapa kedua album tersebut gagal karena tidak dijalankannya promosi yang benar. Tidak adanya singel hit yang diputar di radio, tidak adanya interview media, dan tidak adanya konser promosi, membuat kedua album hebat tersebut menjadi tidak terdengar di masyarakat luas. Padahal mulai dari pembuatan album Bryter Lyter, Nick memutuskan untuk berhenti kuliah untuk bisa lebih fokus kepada karir bermusiknya. Tetapi dengan namanya yang tidak juga berkibar di industri musik di kala itu, segala pengorbanan tersebut terasa sia-sia. Selain menjadi seorang yang pemalu, Nick Drake  juga sangat sensitif. Akibat dari kesensitifannya tersebut, dia menjadi gampang sekali frustasi jika keadaan tidak berjalan seperti apa yang dia harapkan. Kegagalan kedua albumnya di pasaran membuatnya menjadi semakin frustasi. Dia merasa dunia musik telah menolaknya, dan hal itu yang membuat dia menjadi depresi.


 


Ditengah kedepresiannya tersebut, dia membuat album ketiganya sekaligus studio album terakhirnya, yaitu Pink Moon. Dibuat dalam 2 hari, ditemani dengan seorang sound engineer. Kali ini tidak ada musisi tamu karena semua lagu direkam hanya dengan iringan sebuah gitar beserta vokal Nick Drake saja. Refleksi dari rasa frustasi yang dialaminya seperti tertumpahkan dengan sempurna dalam album ini. Sebuah album yang menggambarkan kerapuhan seorang Nick Drake yang sesungguhnya. Tetapi seperti pada nasib kedua album sebelumnya, album ini juga mengalami kegagalan komersial yang sama. Semua review positif dari berbagai kritikus musik terhadap album ini dirasa menjadi tidak berharga. Karena belum membuat masyarakat luas untuk mengenal dan membeli albumnya. Segala bakatnya telah dicurahkan sepenuhnya. Nick tahu dia mempunyai bakat besar dalam musik, dan dia ingin lagu-lagunya bisa diapresiasikan dengan baik oleh masyarakat luas. Tetapi penjualan ketiga albumnya yang begitu buruk membuat Nick sangat putus asa dan berpikir untuk menyudahi karir bermusiknya. Satu waktu dia pernah berkata kepada ibunya Molly Drake, bahwa dia merasa telah gagal atas semua hal yang dilakukan di dalam hidupnya. Sebuah pernyataan yang mengisyaratkan keputus asaan yang sangat mendalam.


 


Setelah dirilisnya album Pink Moon yang juga tidak mengantarkannya kepada kesuksesan komersial, Nick menjadi semakin introvert. Hanya orang-orang terdekatnya saja yang masih berkomunikasi dengannya. Karena melihat Nick yang semakin depresi, kedua orang tuanya membawa Nick untuk berobat ke psikiater. Karena itu, Nick mulai mengkonsumsi obat anti depresan yang bernama Tryptizol - yang pada nantinya obat itulah yang menyebabkan kematiannya. Hingga pada November 1974, di suatu pagi, ibunya Molly menemukan Nick terbaring kaku di tempat tidurnya. Nick meninggal di usia yang sangat muda, 26 tahun. Dikarenakan overdosis obat anti depresant, Tryptizol. Hari itu tanggal 25 November 1974, pukul 6 pagi, dunia musik pun tidak mengetahui bahwa telah kehilangan seorang yang sangat berbakat yang belum sempat memperdengarkan musiknya pada dunia.


 


Popularitas Nick Drake setelah kematiannya, mulai berkembang sejak dirilisnya box set Fruit Tree tahun 1979. Berisikan tiga albumnya yang telah diremaster oleh Island Records. Joe Boyd, produser dari 2 albumnya yang masih meyakini bahwa musik Nick Drake adalah karya bagus yang suatu saat nanti bisa diterima oleh orang banyak. Dia juga yang berusaha meyakinkan Island Records untuk merilis ulang album-album Nick Drake. Ternyata feeling Joe Boyd benar, semenjak dirilisnya box set tersebut, orang-orang mulai banyak membicarakan nama Nick Drake. Selanjutnya efek word of mouth yang semakin menaikkan popularitasnya. Berbagai musisi kelas dunia juga mengakui musik Nick Drake sebagai inspirasi untuk musik mereka. Setelah dirilisnya box set Fruit Tree, berbagai rekaman Nick yang belum sempat dipublikasikan akhirnya dirilis, beserta berbagai rekaman the best of dan bootleg yang semakin membawa nama Nick Drake terus melambung tinggi  - tidak seperti karir bermusiknya sewaktu ia masih hidup. Puncak popularitas Nick Drake ditandai dengan digunakannya lagu “Pink Moon” untuk iklan Volkwagen di Amerika Serikat pada tahun 2000,  yang memperkenalkan musik Nick Drake pada ribuan fans barunya di seluruh dunia.


 



                                                      ***


Saya juga termasuk fans baru dari Nick Drake. Semakin saya mengikuti perjalanan musikalnya, semakin saya dibuat kagum oleh musik yang ia buat. Saya mengaguminya sebagai seorang singer/songwriters yang jenius. Selain melodi yang kuat dan lirik puitisnya, permainan gitarnya juga diatas rata-rata. Dengan tunning gitar yang tidak biasa - yang dia ciptakan sendiri -  serta tehnik petikan yang unik, membuat musiknya sulit untuk dimainkan dengan sama persis. Di suatu kesempatan, saya pernah tampil solo dan saya menyanyikan “Northern Sky” hanya dengan iringan gitar akustik. Hasilnya, jauh dari sempurna dan jauh dari keindahan Nick Drake pada lagu tersebut. Malah saya membuat lagu itu menjadi terasa membosankan. Sebenarnya suara dan tehnik bernyanyi dari Nick Drake bisa dibilang di bawah standar untuk penyanyi profesional. Dia tidak mempunyai power yang kuat. Dan cara bernyanyinya juga seperti orang yang bergumam. Tetapi segala kekurangan dan keunikannya tersebut yang membuat seorang Nick Drake menjadi istimewa bagi saya.


 


Menemukan musik Nick Dake, seperti menemukan harta karun yang selama ini tidak tersentuh. Terlalu berharga, jika musiknya dilupakan begitu saja oleh dunia. Pada akhirnya disaat ini, musiknya mendapatkan tempat yang layak di masyarakat luas. Waktu pun membuktikan, musik bagus memang seharusnya akan selalu terdengar bagus sampai kapan pun. Nick Drake pasti akan sangat bahagia melihat kesuksesannya sekarang ini walau semua itu terlambat datangnya. Saya jadi teringat oleh penggalan lirik lagu Fruit Tree dari Nick “Fame is but a fruit tree -/ So very unsound./ It can never flourish/ Till its stock is in the ground / So men of fame/ Can never find a way/ Till time has flown/ Far from their dying day.”


 


                                                              Tulisan ini pernah dimuat Eve Zine edisi Maret 2006

Sunday, July 2, 2006

You Are What You Listen To



You
are what you listen to
. Seringkali kepribadian seseorang bisa
tercermin dari musik yang didengarnya. Kita tidak selalu bisa mengetahui
kepribadian seseorang dengan hanya melihat tampilan fisik saja. Jaman
sekarang penampilan fisik seringkali menipu. Salah satu teman saya di kos,
mempunyai tampilan fisik yang sama sekali bertolak belakang dari musik yang
didengarkannya. Ia berbadan kurus, tampak ringkih karena sering sakit-sakitan,
berkaca mata, dan tidak pernah menggunakan aksesoris yang berbau metal, tetapi
ia mendengarkan musik yang kebanyakan dari band-band cadas lokal seperti
Jeruji, Savor of Filth dan tentunya sang legendaris Puppen. Rasanya lucu
mendengar ia menirukan seruan “Lawan!” -
yang ada di dalam salah satu lagu Jeruji – dengan tampilan fisik yang mungkin
lebih cocok untuk mendengarkan musik yang lebih lembut. Mungkin jauh di lubuk
hatinya ada sesuatu kemarahan atau pemberontakan yang terpendam. Maka melalui
musik cadas itulah segala kemarahan dan pemberontakannya bisa dirayakan dengan
suka cita.





Dalam memilih pasangan biasanya hukum you are what you listen to juga berlaku. Beberapa teman saya
cukup tegas dalam hal tersebut. Mereka pasti akan mundur jika wanita incarannya
ternyata ketahuan memiliki selera musik yang sangat bertolak belakang. Maksud
saya disini selera musik boleh berlainan, tetapi ada beberapa aliran musik yang
jika dicari titik temunya akan mengalami kebuntuan. Misalnya musik modern RnB
dan musik indie pop. Dari tingkah laku pendengarnya saja sudah jauh berbeda. Pendengar
modern RnB biasanya memiliki kepribadian yang cukup terbuka dan easy going
sedangkan pendengar musik indie pop biasanya manusia dengan kepribadian yang
lebih tertutup atau juga sensitif. Jika kedua manusia dengan latar belakang
musik yang bertolak belakang itu ditemukan, pasti akan terjadi benturan yang
cukup signifikan.





Saya juga pernah dekat dengan seorang wanita
yang mempunyai selera musik yang jauh berbeda dengan saya. Tetapi saya tidak
langsung mundur. Saya melihat dulu, jika wanita tersebut kira-kira bisa terbuka
dan menerima jenis musik yang saya sukai, saya akan lanjutkan hubungan tersebut.
Saya sendiri juga menghargai musik yang dia dengar. Malah itu bisa membuat
wawasan musik saya bertambah. Seiring waktu, wanita tersebut malah meninggalkan
jauh-jauh selera musiknya terdahulu, dan mulai menggemari musik yang saya
dengar, walau saya tidak pernah memaksakan selera musik yang saya sukai.



Di lain waktu, saya juga bisa tertarik dengan
wanita hanya karena dia mempunyai selera musik yang menyerupai dengan selera
musik saya. Tetapi hal itu tidak mutlak. Saya akan bersedia menjalani suatu
hubungan dengan seorang wanita yang mempunyai selera musik yang berbeda, sejauh
musik yang dia dengar tidak secara langsung membuat hubungan menjadi memburuk.





Mungkin saya sudah terbiasa berinteraksi
dengan orang-orang dengan selera musik yang jauh berbeda dengan saya. Kamar
kosan saya kebetulan diapit oleh 2 kamar yang mempunyai selera musik yang jauh berlainan.
Malam hari saya terbiasa mendengar musik-musik pop melankolis Indonesia dari
mulai Dygta, Flanella, dan Keris Patih dari kamar di sebelah kanan saya. Sedangkan
di siang hari, saya mendengar musik-musik RnB jaman sekarang seperti Chris
Brown, Neyo ataupun Black Eyed Peas dari kamar di sebelah kiri saya. Dan memang
terbukti kedua orang itu juga mempunyai kepribadian yang kira-kira mencerminkan
selera musiknya.





Disini saya akan lebih objektif dan tidak akan
memojokkan suatu aliran musik tertentu. Kita tidak bisa menjudge seseorang bahwa
dia mendengarkan musik yang buruk hanya karena dia mendengarkan musik yang jauh
berbeda dengan kita. Hidup ini suatu pilihan, begitu juga dengan selera musik.
Alasan paling dasar bagi seseorang untuk memilih dan mendengarkan suatu musik
karena musik yang dia dengar cocok dengan kepribadiannya. Walau pada prosesnya
pengaruh lingkungan atau mungkin juga pengaruh trend yang ada juga sangat
mempengaruhi seseorang untuk memilih dan mendengar musik yang dia sukai.
Tetapi hal tersebut tidak akan berjalan selamanya. Ada saatnya semua akan
berpulang kepada selera paling personal dari setiap individu yang juga merupakan
cerminan dari kepribadiannya masing-masing.





Jika pada dasarnya menyukai musik lembut setipe
Celine Dion, pasti akan tersiksa jika terus dipaksa untuk mendengarkan musik
dari band-band yang sedang hip sekarang ini seperti Artic Monkeys ataupun Clap
Your Hand and Say Yeah. Begitu juga sebaliknya. Kita pun hanya ingin menikmati
musik yang benar-benar kita sukai yang sesuai dengan hati kita terlepas dari
segala tren dan lingkungan yang terkadang bisa mengaburkan kepribadian kita
yang sebenarnya.