Tuesday, December 23, 2008

A Christmas Gift for Everyone




Mulai tahun ini (dan mudah-mudahan bisa berlanjut terus di tahun-tahun berikutnya), tepatnya menjelang natal saya membagikan sebuah kompilasi musik via internet yang berisi lagu-lagu tradisional natal dan lagu-lagu bertema natal.

Beberapa lagu disini, adalah lagu-lagu tradisional natal yang didaur ulang oleh beberapa musisi terkenal. Selebihnya, lagu-lagu yang ada di dalam kompilasi ini adalah lagu-lagu pop yang bertema natal (bukan lagu rohani) yang mudah-mudahan juga bisa dinikmati oleh banyak orang yang kebetulan tidak merayakan hari raya natal.

Selamat hari natal untuk semua. Semoga damai natal selalu menyertai kita.

Di bawah ini adalah tracklistnya. Klik disini jika ingin mengunduh album kompilasi ini.

Fold Your Hands, Santa, You Walk Like an Ape
dimas ario 2008 christmas mix

1. the bird and the bee - carol of bells
2. rosie thomas - why can't it be christmas all year
3. pas/cal - last christmas
4. belle and sebastian - are you coming over for christmas
5. velocity girl - merry xmas, i love you
6. josh rouse - christmas with jesus
7. cocteau twins - frosty the snowman
8. kermit the frog - the christmas wish
9. aimee mann - christmas time
10. donny hathaway - this christmas
11. ron sexsmith - maybe this christmas
12. the drifters - white christmas
13. vince guaraldi trio - christmas time is here
14. bosque brown - silent night
15. yo la tengo - it's christmas time
16. coldplay - have yourself a merry little christmas

Monday, December 22, 2008

Wawancara dengan Matt Haynes, Bapak Indiepop dari Sarah Records (editor's cut)

Beberapa waktu yang lalu, saya melihat postingan Eko mengenai tulisan tentang Sarah Records yang ia kumpulkan dari beberapa website. Membaca postingan tersebut, saya jadi teringat akan interview saya dengan salah satu founder Sarah Records, Matt Haynes sekitar setahun yang lalu. Terpikir untuk menguploadnya di Multiply, mungkin belum banyak orang yang sempat membaca interview tersebut.

Interview saya dengan Matt Haynes dilakukan via email untuk Jeune edisi 21 yang mengangkat issue Street Culture. Jeune edisi tersebut adalah edisi pertama saya dan interview ini juga adalah interview perdana yang saya lakukan.

Awalnya Matt Haynes, sempat menolak untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dengan dalih kesibukannya saat ini. Memang saya sempat mendengar selentingan bahwa Matt Haynes sebenarnya sudah malas jika ditanya mengenai masa lalunya bersama Sarah Records.

Tetapi setelah beberapa kali berhubungan via email dengannya, akhirnya ia mau menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Bahkan jawabannya cukup panjang untuk ukuran orang yang  (katanya) sedang sibuk. :D

Rasanya sangat membahagiakan bisa berhubungan langsung dengan salah satu founder Sarah Records, sebuah label musik yang album-album rilisannya sempat menemani masa-masa remaja saya. Hehe..

Berikut ini adalah transkrip interview lengkapnya, tanpa edit. Enjoy!




Bisa Anda jelaskan secara singkat keadaan scene indiepop itu sendiri sebelum Anda dan Clare membentuk Sarah Records?
Pada tahun-tahun sebelum Sarah Records terbentuk, kondisi scene sangat menyenangkan. Banyak band bermunculan, banyak fanzine yang terbit, dan besarnya antusiasme dari anak muda kala itu yang berbuat sesuatu untuk diri mereka sendiri. Atau dengan kata lain munculnya semangat DIY.

Pada setiap petunjukkan di berbagai club kecil, hampir setengah orang yang hadir menjual fanzinenya masing-masing. Saat itu saya dan Clare juga menulis fanzine, dan Alan McGee baru melepas rilisan pertama dari Creation Records.

Pada tahun 1986, tabloid NME merilis kaset bertajuk C86, dengan tujuan untuk memberikan gambaran kepada orang banyak terhadap apa yang terjadi di scene saat itu. Tetapi pada kelanjutannya, banyak band dalam kompilasi tersebut yang berusaha menjaga jarak terhadap scene C86 itu sendiri, karena band-band tersebut tidak ingin dianggap sebagai band twee, amatir dan unambitious. Contohnya seperti band Primal Scream yang saat itu mulai memanjangkan rambut mereka, mulai memakai celana kulit dan menganggap diri mereka seperti the Rolling Stones.

Lalu tiba-tiba semuanya kembali tradisional, semua orang kembali menyukai citra ‘macho’ dan media musik saat itu mulai menulis tentang American guitar bands seperti Green on Red, the Long Ryders dan juga mengenai the British "grebo" scene dengan band-bandnya seperti Pop Will Eat Itself, The Wonderstuff – cowok-cowok dengan kostum kulit, rambut berminyak dan gitar. Sarah was a very deliberate response to that.

Sejauh yang saya baca, banyak anak muda di Inggris pada saat itu yang tidak suka dengan pemerintahan Thatcher, dan juga anti dengan sistem kapitalis dari label-label besar yang saat itu banyak merilis grup-grup yang saat ini disebut dengan new romantics. Apakah itu benar? Kalau iya, apakah semua hal tersebut yang mendasari saat memulai Sarah Records?
Saya pikir banyak orang melihat the New Romantics sebagai sebuah gerakan anti politikal meskipun the New Romantics juga sedikit menggambarkan kapitalisme baru dari partai konservatif Margaret Thatcher.

Para bintang pop dari New Romantics akan selalu menghasilkan uang banyak dan mereka juga akan selalu menghabiskan uang yang banyak – seperti Duran Duran yang tidak lebih buruk dari band-band New Romantics lainnya.

Melalui Sarah, kami tidak menganggap Duran Duran dan band-band besar lainnya yang menghiasi banyak tangga lagu saat itu sebagai musuh kami. Karena apa yang mereka lakukan sungguh berbeda dengan apa yang kami lakukan, terutama dalam skala dan ambisinya.

Musuh kami adalah label-label kecil yang mencoba bersikap seperti label major, dan juga band-band kecil yang berkelakuan seperti band-band besar. Karena dua hal itu yang kami pikir, masih bisa untuk dirubah. Karena mau bagaimanapun, Sarah tidak akan bisa mengubah kebiasaan dari label-label besar seperti EMI, Warner, BMG, Virgin, dan lain-lain.

Tetapi kami berharap mungkin dengan adanya Sarah, kami bisa mengubah tingkah laku dari label-label kecil lainnya seperti Rough Trade, Creation, Subway, 53rd dan 3rd dan mungkin dengan keberadaan kami juga bisa merangsang tumbuhnya label-label baru dan juga tumbuhnya berbagai band baru.

Mengapa Anda memutuskan untuk tidak menampilkan sosok wanita di setiap rilisan Sarah. Apakah hal itu merupakan sebuah pernyataan politik? Atau ada kaitannya dengan feminisme?
Feminisme itu merupakan politik juga. Tetapi, iya hal itu memang merupakan pernyataan yang berhubungan dengan feminisme.

Saat itu begitu banyak band yang menggunakan gambar wanita untuk menjual rekaman mereka, baik itu di dalam sleeves maupun dalam adverts. Khususnya pada band-band C86, mereka seringkali menggunakan gambar dari Sixties girls, Audrey Hepburn dan berbagai image-image klise lainnya.

Jadi untuk melawan itu semua, kami mempunyai aturan : tidak ada foto wanita dalam sleeve rekaman. Sebenernya aturan tersebut lebih kompleks lagi, karena kami juga berusaha menghindari gambar dari pria memegang gitar, karena itu memberi anggapan ke orang banyak bahwa hanya pria yang bisa bermain gitar.

Mengapa saat Sarah Record tidak pernah merilis salah satu band C-86?
Sarah baru memulai aktifitasnya setelah November 1987, jadi hampir semua band C86 telah mempunyai label – beberapa juga telah merilis album, jadi mereka tidak mempunyai ketertarikan terhadap label baru. Dan juga, kami lebih suka untuk merilis rekaman dari band baru – hal itu lebih mengasyikkan.

Bagaimana Anda bisa mendapatkan info tentang band-band yang akan Anda rilis? Apakah Anda sering datang ke gig atau band-band tersebut yang mengirimkan demo mereka kepada Anda?
Hampir semua band yang dirilis di Sarah berawal dari demo tape yang kami terima. 95 persen dari tape yang kami terima saat itu adalah ‘sampah’. Dan 5 persen dari itu yang menurut kami spesial yang lalu pada akhirnya kami rilis.

Anda masih kuliah ya saat menjalankan Sarah Records? Apakah ada masalah pembagian waktu antara kuliah dan menjalankan Sarah Records?
Clare saat itu masih kuliah (ia berumur 19 tahun saat Sarah mulai berjalan), sedangkan saya telah lulus lebih dulu karena umur saya lebih tua daripada Clare. Saya tidak mengingat ada masalah besar saat itu, namun yang pasti kami tidak merilis begitu banyak album saat kami baru mulai berjalan.

Ketika Sarah Records telah berjalan, Anda masih suka menulis dan menerbitkan fanzine?
Sebenarnya tetap menerbitkan fanzine ketika Sarah berjalan merupakan rencana awalnya. Karena kami berpikir fanzine memegang peranan penting juga dalam pop music seperti juga sebuah rilisan album.

Maka dari itu kami memberi angka dalam setiap katalog Sarah fanzine, seperti juga sebuah rilisan singel. Karena kami ingin orang yang membaca fanzine bisa merasakan hal yang sama seperti saat orang sedang mendengarkan singel 7”

Sayangnya, menulis fanzine membutuhkan waktu yang lama, dan saat Sarah semakin sukses, kami tidak pernah mempunyai cukup waktu untuk menulis fanzine.

Seingat Anda, berapa besar modal awal yang anda keluarkan saat Anda dan Clare mendirikan Sarah Records?
Merekam singel yang kami rilis pertama kali (“Pristine Christine”) menghabiskan 300 pounds. Dan biaya produksi piringan hitam 7” menghabiskan sekitar 500 pounds untuk 1000 kopi. Sepuluh singel pertama yang kami rilis menghabiskan biaya yang lebih banyak dari perkiraan kami karena mencetak gambar label yang berwarna ternyata biayanya mahal.

Kami tidak tahu sama sekali urusan cetak mencetak seperti itu akan begitu menghabiskan banyak uang, dan tidak ada orang lain juga yang memperingatkan kita terhadap hal tersebut.

Di negara seperti di Indonesia, banyak band indiepop yang sangat terpengaruh oleh band-band Sarah Records. Setiap rilisan Sarah sudah dianggap kitab suci tersendiri oleh mereka. Bahkan di Indonesia pernah ada acara tribute to Sarah Records yang bertajuk “We Love Sarah.” Itu baru di Indonesia sebagai sebuah negara ketiga. Belum di negara-negara lainnya yang lebih besar dan mempunyai akses yang lebih mudah untuk mendapatkan rilisan Sarah. Anda pernah membayangkan nama dan pengaruh Sarah Records kepada scene indiepop dunia akan sebesar ini?
Yang lucu, semua rilisan Sarah sebenarnya tidak diedarkan di negara-negara lain selain di Inggris. Kami sempat sekali melakukan deal distribusi di Perancis, dan kemudian juga di Jepang, tapi itu hanya untuk beberapa rilisan. Sebagai contoh, album The Field Mice yang terakhir tidak dirilis di satu negara pun selain di Inggris. Tidak ada satu rilisan kami juga yang dirilis di Amerika kecuali album-album Heavenly yang memang merupakan lisensi dari K records.

Jadi sulitnya mencari rilisan Sarah di Belanda atupun di Jerman akan sama susahnya seperti mencari rilisan Sarah di Indonesia. Mungkin karena kesulitan itu juga yang malah membantu nama Sarah bisa menjadi besar – karena semakin sulit dicari biasanya menjadi semakin spesial. Dan jika ada satu orang yang berpikir rilisan Sarah adalah sesuatu yang spesial, dia akan mulai memberi tahu yang lain.

Saya selalu penasaran, mengapa Anda menamakan Sarah? Dan apa maksud dari logo Cherry?
Nama Sarah juga berbau feminisme. Karena industri musik kala itu lebih bersifat ‘macho’ dan didominasi oleh pria. Dan untuk itu kami memberi nama label dari nama wanita.

Ide dasarnya untuk membuat suatu reaksi terhadap itu semua. Kami ingin mencoba untuk menyingkap sebuah kebencian terhadap wanita yang kala itu sedang terjadi di industri musik. Jika ada jurnalis musik mengejek nama Sarah atau memberi review album rilisan Sarah dengan nilai buruk hanya karena nama Sarah itu sendiri, kami akan menuduh mereka melakukan diskriminasi terhadap gender. Dan kami berhasil!

Sepertinya tidak ada jawaban yang cerdas mengenai logo. Gambar cherry tersebut kami ambil dari sebuah foto dari seorang teman yang berasal dari Jepang. Foto itu menampilkan sejumlah buah cherry di dalam mangkuk. Kami akhirnya menggunakan foto tersebut dalam kover rilisan kompilasi pertama kami, Air Balloon Road. Dan fotokopi dari gambar cherry itu kami ambil lagi untuk logo label. Kami berpikir itu adalah gambar yang bagus, kuat dan simpel, jadi kami memutuskan untuk menggunakannya.

Anda saat ini menjadi editor pada majalah Smoke. Di majalah tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan musik. Apakah itu benar? Mengingat masa lalu Anda erat sekali berhubungan dengan musik.
Betul. Majalah Smoke adalah majalah yang menampilkan segala sesuatu mengenai kota London, kota asal saya. Saya dan Clare sempat bermukim di Bristol karena kuliah. Asalnya saya memang tinggal di London, dan Clare tinggal di Harrogate (dekat Leeds di Yorkshire)

Saya selalu menikmati menulis. Semua rilisan Sarah juga menampilkan tulisan-tulisan saya, yang kebanyakan tidak berhubungan dengan musik. Jadi menulis di majalah Smoke lebih kepada kelanjutan dari apa yang saya tulis di leaflets setiap rilisan Sarah dibandingkan dengan musik Sarah itu sendiri.

Kalau Clare sendiri apa kabarnya? Dia sekarang mempunyai pekerjaan apa?
Dia sekarang bekerja sebagai seorang akuntan.

Apakah Anda di waktu luang, pernah sesekali mendengarkan kembali rilisan-rilisan Sarah?
Saya hanya memutar rilisan Sarah jika ada orang yang ingin mendengarkannya, tetapi biasanya itu sebuah kejutan tersendiri saat saya memutarnya.

Belum lama ini saya sebenarnya baru mendengarkan sebuah CD yang berjudul CD86 – sebuah restropective dari gambaran keseluruhan scene C86. Di rilisan itu ada empat band rilisan Sarah, yakni Sea Urchins, 14 Iced bears, Another Sunny Day dan The Hit Parade ditambah lagi dengan beberapa yang pernah saya rilis dalam bentuk flexidisc di Sha-la-la (label flexidisc saya sebelum Sarah terbentuk.), seperti Mighty Mighty, The Clouds, Talulah Gosh, Razorcuts, Bachelor Pad, Siddeleys...dan sejujurnya banyak dari band-band tersebut masih terdengar cukup bagus saat saya mendengarkan kembali, walaupun beberapa lainnya yang ada di kompilasi tersebut...tidak bagus.

Apa yang saat ini sedang Anda dengarkan ? Band-band apa yang kini menjadi favorit Anda?
Oh, saya tidak pernah menjawab pertanyaan tipe ini. Karena saya tahu saya akan menyesal begitu saya membacanya kembali saat sudah tulisan itu sudah dicetak. Terlalu banyak pilihan, itu yang membingungkan saya untuk menjawab band apa yang saat ini saya sukai. Rekaman yang bagus akan selalu dirilis oleh band yang membuat segala jenis musik..itu yang membuatnya terdengar mengasyikkan.

Tuesday, December 16, 2008

Di Tengah Hutan, Dua Gadis Belia Berkemeja Flannel Menyanyikan Lagu Dari Salah Satu Band Yang Paling Dicintai di Tahun 2008 Ini.




Sebuah cover version dari lagu Fleet Foxes "Tiger Mountain Peasant Song" yang sangat menarik. Dibawakan oleh duo asal Swedia yang menamakan diri mereka First Aid Kit.

Setelah disaksikan kurang lebih 160.000 kali oleh ribuan orang di Youtube, mereka memutuskan untuk merekam cover version ini di dalam studio. Tapi rasanya lebih baik melihat livenya seperti ini, daripada hanya mendengar saja. hehe..

Wednesday, December 3, 2008

Bandung Pop Darlings (1994-2008)

Sudah hampir 15 tahun, scene musik independent di kota Bandung telah berjalan. Dalam perjalanannya begitu banyak band yang lahir, begitu pun lahirnya komunitas-komunitas musik yang tersebar di beberapa daerah di kota Bandung dan juga ramainya event-event musik yang dikemudian hari menjadi event-event bersejarah.

Melalui acara radio PopCircle edisi spesial Bandung Pop Darlings yang mengudara semalam, kami mencoba untuk menelusuri kembali scene musik era 90an hingga kini di kota Bandung khususnya untuk musik pop. Kami mengajak para pendengar untuk sejenak bernostalgia.

Di studio Rase FM, kami mengundang Alexandra J Wuisan, vokalis pertama dari band Cherry Bombshell. Ia bercerita panjang lebar mengenai awal karir bermusiknya bersama Cherry Bombshell, situasi scene musik Bandung di awal 90an, serta proses mencari refrensi musikal di era sebelum internet merambah masyarakat.

Selain itu, kami juga mengundang Eta band, salah satu band Bandung yang berkarir di pertengahan 90an. Mereka juga bercerita banyak mengenai perkembangan scene Bandung di jaman mereka.

Tidak hanya menghadirkan narasumber di studio, kami juga berbincang via telepon dengan Manik dari band Laluna dan juga Mawir, seorang scenester di jamannya. Mereka berdua juga membagi kisah-kisah nostalgia mengenai pergerakan musik di Bandung era 90an dan beragam komunitas musik yang muncul di jaman itu.

Para pendengar juga kami undang untuk membagikan kisahnya mengenai event-event musik yang paling berkesan yang pernah diselenggarakan di kota Bandung.

Semua kisah-kisah nostalgia itu bertambah lengkap dengan iringan playlist yang telah kami siapkan. Selama tiga jam penuh, kami memutarkan beragam band-band independent baik band-band yang namanya telah populer, band-band underated dan juga band-band baru yang semuanya itu turut meramaikan scene musik pop di kota Bandung selama ini.

Secara garis besar kami membagi playlist menjadi tiga bagian: sebelum tahun 1995, era 1995-2000, dan era 2000 hingga sekarang.

Materi-materi yang kami putar semalam juga cukup spesial. Semalam, kami banyak memutarkan lagu-lagu yang tidak pernah dirilis yang melingkupi radio sessions, live tracks, outtakes, bedroom & studio demos, dan juga covers version.

Sebenarnya playlist yang sudah kami siapkan cukup banyak, tapi karena terbatasnya waktu siaran, terpaksa ada beberapa lagu yang tidak jadi kami putar. Berikut ini adalah playlist yang diputar semalam:

1. RNRM - PLANKTON (FEAT. DMZ) : unreleased. materi untuk album selanjutnya.

2. CASCADE - THE HYPNOTIZER: unreleased. materi untuk ep yang akan dirilis awal tahun depan.

3. FRESH MILK - ORDINARY LIFE

4. ASTROLAB - FRAGILE THING BENEATH THE RAW: unreleased. b sides dari album The Blue Thread Saga.

5. DANCE OVER THE MUSIC - NONSENSE ADVICES

6. BABY EAT CRACKERS - KISH KISH

7. SUMMERY - BRIGHTEST STAR

8. BLEARY EYES – UNREQUITED

9. LASS – TRUTH

10. SHEATH - THE GREAT

11. MOCCA - SECRET ADMIRER: unreleased. alternate version dengan tambahan lirik bahasa Perancis.

12. PURE SATURDAY - DESIRE: live recording radio session GMR di tahun 1994, sebelum album pertama dirilis.

13. CHERRY BOMBSHELL - BACAR: unreleased. rough demo direkam melalui perangkat tascam. Alexandra yang menjadi vokal utamanya.

14. CHERRY BOMBSHELL - UNTITLED: unreleased. materi yang terbuang untuk album Waktu Hijau Dulu. belum ada judul. Widi yang menjadi vokal utamanya.

15. KUBIK - VANISHED: live recording radio session.

16. KAMEHAME - INSOMNIA

17. ETA - SEPI

18. GORGEOUS SMILE - BIRU SILAU: demo di awal karir mereka.

19. LA LUNA - WAJAH BARU: demo. unreleased. 

20. THE MILO - BROKE: rough demo. masih dinyanyikan oleh aji gergaji. sedangkan versi di album dinyanyikan oleh alvin dari teenage death star.

21. SOUL DELAY MIX – DESIRE: unreleased. materi untuk tribute to pure saturday yang tidak jadi dirilis.


PopCircle adalah program mingguan di Rase FM 102. 3, setiap rabu malam dari pukul 22.00 hingga pukul 1 dini hari, bersama Risa Saraswati dan Syauqy Lukman.

Friday, November 14, 2008

Domba Biru

Masih berhubungan dengan topik hewan seperti postingan sebelumnya, sekarang saya mencoba website DOUBUTSU URANAI untuk mengetahui hewan apa yang mewakili kepribadianmu. Tinggal memasukkan tanggal lahir, lalu bisa terlihat jawabannya. Saya mengetahui website ini dari postingan bini.

Menurut ajaran DOUBUTSU URANAI, ternyata hewan yang mewakili kepribadian saya adalah domba. Keterangan lengkapnya seperti yang tertulis di bawah ini:



You are Blue Sheep type, who is gentle to others and have calm attitude and a quiet atmosphere around you.

You can make other people feel good, and yet at the same time you have a natural instinct to see people's insight.

You can turn things into your own pace as well.

You are a person of knowledge, and can provide wide range of information.

You are very quick on trends.

Unlike your outlooks, you have guts to fight.

You can build relationships based on each other's interests.

You have a will power to achieve your set objective by carefully planning your schedules.

Although you have bright brains and clear mind to analyze things, you tend to leave the decision on lapse of time.

Your weakness is you can be slow on decision making and putting into action.

You are good at competition and have great ambition.

Your success lies in cooperating with others and trying to be helpful to others.

You put priority in economics, and try to stable the household budget.


Secara umum, saya merasa apa yang dikatakan di website itu banyak benarnya. Entah kebetulan atau tidak. Hebat juga tapi, cukup akurat. hehe..


Wednesday, November 5, 2008

Barack Obama, I'm Not a Wise Man dan Postcard To Nina

Apa hubungannya antara Barrack Obama, I’m Not a Wise Man dan Postcard to Nina? Apakah Obama bukan seorang yang bijak karena ia berselingkuh dari istrinya, Michelle dan diam-diam menjalin hubungan dengan wanita lain yang bernama Nina?

Semua hal tersebut berhubungan hanya dalam acara radio PopCircle edisi 44 yang mengudara semalam.

Dalam segment Main Dish, kami membahas kemenangan Obama menjadi presiden berkulit warna pertama di Amerika Serikat dan reaksi masyarakat Indonesia yang begitu berlebihan yang selalu mengkaitkan sejarah bahwa masa kecil Obama pernah dihabiskan di Indonesia selama empat tahun. Para pendengar berbagi pendapatnya melalui sms, dan rata-rata semua berpendapat sama: bahwa Indonesia tidak sepatutnya bereaksi berlebihan hanya karena romantisme masa kecil Obama di Indonesia.

Masih berkaitan dengan Amerika Serikat, pada sesi kedua dalam Main Dish semalam, kami mengundang pendengar untuk berbagi obsesi, impian atau kesenangan mereka terhadap produk, budaya dan berbagai hal lainnya yang berasal dari Amerika.

Dalam segment Localism, kami berbicara via telepon dengan Frederick Rheinhard, gitaris dari Ballads of The Cliché yang menciptakan lagu I’m Not A Wise Man, lagu terbaru dari Ballads of the Cliche yang akan masuk ke dalam ep mereka bertajuk Old Friend yang akan dirilis hari Sabtu besok tanggal 8 November 2008. Frederick bercerita panjang lebar mengenai kisah dibalik lagu I’m Not a Wise Man, hari rilis ep Old Friend yang bertepatan dengan hari pernikahan drummer mereka serta rencana jangka pendek dari Ballads of the Cliché. Di akhir perbincangan, untuk pertama kalinya lagu terbaru Ballads of the Cliche, I'm Not a Wise Man diperdengarkan ke publik.

Semalam, kami juga membawa kabar baik. Bahwa singer songwriter asal Swedia yang tahun lalu populer dengan lagu hitsnya, Postcard to Nina akan datang ke Indonesia dalam rangkaian Asian Tour 2008 dan acara radio PopCircle menjadi official radio program untuk konser Jens Lekman ini yang sedianya akan berlangsung pada tanggal 6 Desember 2008, tepatnya di kota Bandung. Beberapa hari sebelum tampil, jika waktunya memungkinkan, Jens Lekman akan langsung hadir di studio Rase FM untuk kami wawancara dalam acara PopCircle. Kita doakan saja agar hal itu bisa terjadi.


Berikut ini adalah playlist yang sudah kami siapkan yang telah diputar semalam.

1. Sarah Mclachlan – Possession

2. The Silver Seas – Ms.November

3. Eurythmics - Here Comes The Rain Again

4. Mulu - Is It Me?

5. Lykke Li - Little Bit

6. Silver Screen - She Counts The Rain

7. Ray LaMontagne – You Are The Best Thing

8. Lo-Fi FNK - Wake Up

9. Snow Patrol – The Golden Floor

10. Azure Ray – November

11. Jens Lekman - A Postcard To Nina

12. Ballads of the Cliche – I’m Not a Wise Man

13. Israel Kamakawiwo Ole' – Somewhere Over The Rainbow (Judy Garland cover)

14. The Puppini Sister – Heart Of Glass (Blondie cover)

15. Nancy Sinatra – Let Me Kiss You (Morrissey cover)

16. Simon and Garfunkel – America

17. Naif - Tersenyumlah


PopCircle adalah program mingguan di Rase FM 102. 3, setiap rabu malam dari pukul 22.00 hingga pukul 1 dini hari, bersama Risa Saraswati dan Syauqy Lukman.

Monday, November 3, 2008

Panorama Yang Tak Selebar Daun Kelor




Akhirnya saya punya kamera panoramic. Tapi jangan salah menduga dulu. Kamera panoramic milik saya tidak mengambil gambar selebar kamera panoramic swing lens seperti Horizon, Noblex atau Widelux. Kamera panoramic saya juga tidak semahal dan seprofesional merk-merk yang saya sebutkan tadi.

Karena kamera panoramic saya adalah kamera plastik point and shoot (no focus, no f-stops, no shutterspeed) yang berharga murah dan tidak mempunyai lensa berputar namun kebetulan mempunyai lensa yang bisa mengambil gambar cukup lebar. Atau dengan kata lain, ini adalah kamera panorama-panoramaan.

Nama kameranya Ansco Pix Panoramic. Dan sejauh ini, kamera ini adalah kamera teringan yang pernah saya miliki. Sewaktu paket kamera ini yang saya beli di ebay sampai di tangan saya, saya sempat menduga terkena tipu dari penjualnya. Karena paket yang dikirimkan sangat ringan, hampir seperti tidak ada isinya di dalamnya.

Photobucket

Satu-satunya keluhan saya terhadap Ansco Pix Panoramic ini adalah tidak adanya fasilitas flash ataupun tidak tersedianya hot shoe untuk manaruh flash. Karena itu, untuk foto dalam ruangan rasanya mustahil. Saya sudah mencobanya, dan tidak berhasil walaupun untuk kesempatan pertama menggunakan kamera ini saya menggunakan film berasa tinggi, yaitu Ilford 3200.

Jadi sama seperti Holga, matahari yang terik adalah teman baik Ansco Pix Panoramic.

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Tapi di luar itu semua, paling tidak kamera ini bisa menjadi penghibur selagi saya terus menabung untuk membeli kamera panoramic swing lens. Hehe..

Oh iya, seharusnya saya memotong frame hitam yang ada di atas dan bawah gambar, biar nuansa panoramicnya semakin terasa. Tapi untuk saat ini, saya terlalu malas untuk melakukannya. Hehe..Lagipula dengan adanya frame hitam tersebut, jadi lebih terasa seperti potongan sebuah film layar lebar. :D

Jadi inilah beberapa hasil dari percobaan pertama menggunakan kamera panorama berharga murah dengan film yang tidak begitu murah di tangan amatiran berskill murahan yang hanya mengharapkan keberuntungan untuk terus datang menghampirinya. :p

Thursday, October 30, 2008

Perkenalan Menggunakan Rangefinder Dengan Ricoh 500 GX




Awalnya saya sama sekali tidak tertarik menggunakan kamera rangefinder. Karena saya terbiasa dengan kamera-kamera plastik point and shoot yang tinggal jepret saja, tanpa harus memikirkan diafragma, speed dan berbagai hal teknis fotografi lainnya.

Tapi ketika beberapa bulan yang lalu saya berkunjung (lagi-lagi) ke pasar loak dan menemukan sebuah kamera rangefinder bermerk Ricoh tipe 500 GX dengan kondisi yang cukup baik dan harga yang sangat murah, rasanya sangat sulit untuk dilewatkan begitu saja. Hehe.. Jadilah saya membeli kamera itu, dan mencoba untuk pertama kalinya menggunakan kamera rangfinder.

Dengan memadukan film B&W Lucky (yang pertama kali juga saya gunakan), inilah beberapa hasil dari roll perkenalan dengan kamera rangefinder saya yang pertama Ricoh 500 GX. Jadi maaf jika banyak gambar yang blur ataupun tidak fokus. Maklum newbie. :D

Setelah menggunakan Ricoh 500 GX tersebut, sekarang saya jadi tertantang ingin mencoba kamera rangefinder yang lain. Sasaran berikutnya: Yashica Electro 35 GSN. hehe

Temu Kangen Dengan Holga




Beberapa bulan belakangan ini, saya sedang giat-giatnya mencoba berbagai jenis kamera format 135 yang mengakibatkan kamera Holga 120 N milik saya menjadi terlantar. Sampai akhirnya sekitar dua minggu yang lalu, menjelang World Toy Camera Day, tiba-tiba datanglah rasa rindu untuk kembali menggunakan Holga.

Karena sudah terlalu lama tidak menggunakan Holga, persediaan saya untuk film format 120 benar-benar tidak ada. Jadi saya pergi ke toko foto Kamal di Braga. Satu-satunya jenis film format 120 yang dijual disana hanya film negatif Kodak Ektacolor yang kebetulan tersedia juga yang expired dengan harga yang didiskon. Ya sudah, saya beli yang didiskon saja, yang penting saya bisa temu kangen dengan Holga milik saya. (Walaupun sebenarnya saya ingin sekali kembali menggunakan film B&W di Holga.)

Temu kangen dengan Holga 120 N milik saya dimulai pada pagi hari ketika saya dan teman-teman kantor pergi survey tempat ke Dago Tea House untuk penyelenggaraan JEUNE Release Party edisi terbaru. Setelah itu saya ke kantor, lalu pada sore hari saya menjemput pacar di kantornya.

Kebetulan pacar saya sedang stress karena kerjaan kantornya, maka ia pun mengajak saya untuk pulang dengan berjalan kaki dari kantornya di jalan raya Kopo sampai ke jalan di dekat Mal Istana Plaza. Sebuah ajakan yang tepat, karena dengan berjalan kaki, saya bisa lebih leluasa menghabiskan rol film.

Maka di sore hari itu, kami pulang berjalan kaki bersama. Seraya ia berkeluh kesah mengenai kerjaannya, saya terus membidikkan kamera Holga saya ke berbagai objek yang saya temui sepanjang perjalanan pulang tersebut.

Hari itu, yang bertepatan dengan World Toy Camera Day, temu kangen dengan Holga 120 N milik saya berjalan dengan lancar. Seorang teman pernah berkata jangan pernah menganggurkan Holga terlalu lama, karena ia bisa ngambek ketika digunakan kembali. Namun untungnya Holga 120 N saya tidak ngambek ketika digunakan kembali. Karena sepertinya ia juga rindu kepada saya. Haha..

Wednesday, October 29, 2008

PopCircle Edisi Spesial: 80s (but no so cheesy 80s music)

Setelah edisi spesial Burt Bacharach bulan lalu, semalam PopCircle kembali lagi dengan sebuah edisi spesial yang kali ini mengangkat tema: 80s (but no so cheesy 80s music)

Tidak seperti tema-tema back to 80s pada umumnya yang biasanya dipenuhi oleh band-band new romantics dan juga artis pop yang sering menghiasi berbagai chart radio dan juga MTV, seperti Spandau Ballets, Madonna, Wham, atau Michael Jackson, PopCircle edisi 80an ini menampilkan band-band underrated atau musisi kelas dua yang di jamannya tidak pernah mengalami kesuksesan komersial yang signifikan yang beberapanya juga mempunyai pengaruh musikal yang cukup penting bagi band-band jaman sekarang.

Sebut saja, The Durutti Column. Band Factory Records yang di era 80an namanya tenggelam di bawah band-band satu labelnya seperti Joy Division, New Order dan juga Happy Monday, namun ternyata pengaruhnya cukup terasa pada band-band post rock yang berkembang di awal tahun 2000an.




Ada juga duo asal Athena, Yunani yang menamakan dirinya Fantastic Something yang hanya merilis satu buah album, namun musiknya menjadi salah satu inspirasi terbesar dari band-band seperti Blueboy dan juga Kings of Convenience. 





Begitu pun yang dialami oleh band asal Inggris, The Chameleons UK yang sepanjang karirnya di era 80 namanya kurang begitu populer, tidak seperti teman-teman seangkatan seperti The Cure ataupun Echo and The Bunnymen. Walau sebagian kalangan menilai musik mereka menyerupai U2 di awal karirnya, namun tetap saja musik The Chameleons UK dianggap jauh lebih baik dari U2. Pada kelanjutannya pengaruh musikal The Chameleons UK bisa didengar pada band-band indie rock di awal 2000an, seperti The Killers, Editors dan juga Interpol.

Secara keseluruhan musik-musik dari era 80an yang kami putar semalam sedikit banyak memberi gambaran lain kepada para pendengar bahwa musik 80an tidak selalu dijejali oleh bebunyian non organik yang dihasilkan oleh perangkat synthesizer yang sering kali mempunyai porsi yang berlebih hingga terkesan norak. Karena di luar itu semua, musik 80an sebenarnya penuh oleh bakat-bakat mengagumkan yang sayangnya beberapa dari mereka sering luput dari perhatian orang banyak di kala itu.

Para pendengar yang kami minta pendapatnya mengenai musik 80an juga sependapat dengan kami. Dari sms-sms yang masuk semalam, rata-rata berpendapat bahwa musik 80an itu adalah musik-musik yang mempunyai karakter tersendiri, menyenangkan dan juga pengaruhnya cukup besar bagi band-band yang hidup di era selanjutnya.

Di edisi spesial yang mengudara semalam, kami juga kembali membuka segment localism yang selalu menghadirkan musisi lokal untuk interview singkat via telepon. Semalam, kami berbincang-bincang dengan Fariz RM mengenai grup bandnya yang bernama Transs.

Transs adalah band fusion yang hanya merilis satu buah album, namun kehadirannya dianggap sangat berpengaruh terhadap perkembangan musik fusion di Indonesia pada tahun 80an.

Band ini dibentuk oleh Fariz RM (yang di band tersebut selain bernyanyi juga memainkan gitar) dan beranggotakan Erwin Gutawa (bass), Uce Haryono (drum), Dhandung SSS (vokal), Jundhi Karyadi (keyboard), Eddy Harris (keyboard), Wibi Ak (perkusi), Hafil Perdana kusuma (Vokal, flute ).

Album perdana dan satu-satunya album mereka ini bertajuk Hotel San Vicente, dirilis tahun 1981 oleh Akurama Records. Album ini sering dinilai oleh banyak kalangan sebagai cikal bakal dari merebaknya grup-grup fusion pada paruh dasawarsa 80-an, seperti Krakatau, Emerald, Karimata, Spirit , Indonesia 6, Modulus, Halmahera, dan masih banyak lagi.

Pada tahun 2008, album Hotel San Vicente masuk dalam urutan ke 35 dari 150 album terbaik Indonesia versi majalah Rolling Stone.

Semalam Fariz RM bercerita panjang lebar mengenai asal usul band ini, arti judul Hotel San Vicente sampai kepada cerita mengenai artwork album yang cukup kontroversial di jamannya. Di akhir perbincangan kami memutarkan salah satu lagu yang ada dalam album tersebut yang berjudul Kalangan Dusta.




Itulah sekelumit cerita dari edisi spesial PopCircle yang mengudara semalam. Tunggu edisi-edisi spesial PopCircle berikutnya yang akan mengudara di minggu keempat setiap bulannya.

Dan ini adalah playlist semalam yang selain menampilkan band-band underrated dan kelas dua tentunya juga menampilkan lagu-lagu dari band-band era 80an favorit kami:

 
1. The Cars - Heartbeat City

2. Everything But The Girl - Lonesome For a Place I Know

3. Fantastic Something - The Night We Flew Out The Wind

4. Prefab Sprout – Technique

5. Swing Out Sister - You On My Mind

6. Dreams So Real - Maybe I'll Go Today

7. Marshall Crenshaw - You're My Favorite Waste of Time

8. Strawberry Switchblade - Who Knows What Love Is

9. Ben Watt - North Marine Drive

10. Colourfield - Thinking of You

11. Missing Persons - I Can't Think About Dancin'

12. Kitchens Of Distinction - Prize

13. The Blue Nile - Let's Go Out Tonight

14. The Durutti Column - Sketch For Summer

15. The Chameleons UK - Up The Down Escalator

16. The Pale Fountains – Crazier

17. Edie Brickell  and New Bohemians – Circle

18. Aztec Camera – Jump (Van Hallen cover)

19. Kings of Convenience - Manhattan Skyline (A-Ha cover)

20. Transs - Kalangan Dusta

21. Rah Band - Sam the Samba Man


PopCircle adalah program mingguan di Rase FM 102. 3, setiap rabu malam dari pukul 22.00 hingga pukul 1 dini hari, bersama Risa Saraswati dan Syauqy Lukman.

Thursday, October 23, 2008

TELAH TERBIT JEUNE MAGAZINE EDISI PERAK: SILENCE ISSUE




Photobucket

Dalam edisi ini, kami merayakan keheningan, seperti John Cage merayakan keheningan dalam pertunjukkan musiknya yang fenomenal itu.

Keheningan merangkul rahasia seseorang ketika ia tertarik dengan lawan jenisnya dari sebuah kejauhan. Namun keheningan juga berusaha dipecahkan ketika kata demi kata telah habis dan menyisakan jeda yang tidak nyaman diantara dua orang yang bertatap muka.

Sementara itu, sebagian orang bekerja dengan diam, tanpa dikenali, tanpa menuntut sebuah pengakuan. Sedangkan tempat pun bertutur dengan santun, menceritakan kembali sebuah kisah yang pernah terjadi, dimana ia menjadi saksi bisu dari semua tawa dan air mata.

Melalui keheningan, band Goodspeed You! Black Emperor merenungkan ulang sebuah posisi subjektif di tengah pergolakan objektif kerumunan massa. Dan seorang mime seperti Marcel Marceau atau juga Dede Dablo menciptakan ruang, waktu dan benda melalui gerak-gerak sunyi yang berisyarat.

Kami pun terus menelusuri keheningan. Seperti yang kami temukan pada foto-foto terbuang yang kini dapat kembali berbicara setelah sebelumnya hanya diam dan membeku di sebuah sudut yang usang dan tak tersentuh. Yang juga semakin menguatkan sebuah ungkapan lama, picture tells a thousand words.

Tak lupa juga, para pembuat film memilih untuk tidak diam dengan kembali membuka catatan kelam mengenai peristiwa tragedi Mei tahun 1998 melalui sebuah pemahaman: diam adalah sebuah pernyataan ketika kita sudah selesai bertanya: Kenapa?



Go to ImageShack® to Create your own Slideshow

JEUNE Magazine nomer 25, Silence Issue sudah bisa didapatkan di toko buku terdekat dan pada newstand di sekitarmu.

Wednesday, October 22, 2008

PopCircle #42: antara Suzanna, Genjer-Genjer dan lagu Vina Panduwinata di film Malam Satu Suro

Masih dalam suasana berkabung atas meninggalnya ratu horor Indonesia dan juga menjelang hari Halloween pada tanggal 31 Oktober nanti, PopCircle edisi ke 42 yang mengudara semalam mengangkat tema lagu-lagu terseram yang pernah didengar.

Dengan backsound lagu Selamat Malam dari Vina Panduwinata yang pernah dimainkan Suzanna di piano dalam film Malam Satu Suro – yang menurut Edwin adalah film Suzanna terseram yang pernah ia tonton - , para pendengar membagi kisahnya mengenai lagu-lagu terseram berikut alasannya.

Kami pun turut berbagi dan juga membahas beberapa lagu yang pada akhirnya berkembang menjadi sebuah lagu yang menakutkan dengan cerita-cerita di baliknya. Mulai dari scoring film Pemberontakan G30SPKI, lagu tradisional masyarakat Banyumas, Genjer-Genjer yang jadi sangat lekat dengan GERWANI, lalu ada kidung Lingsir Wengi, sebuah lagu tradisional masyarakat Jawa yang juga menjadi lagu horor setelah muncul di film Kuntilanak sampai ke lagu Gloomy Sunday yang konon memacu banyak kejadian bunuh diri bagi orang-orang yang mendengarkannya.

Sayang sekali, Risa Saraswati semalam berhalangan hadir, jadi saya yang menggantikannya menjadi patner siaran Syauqy Lukman. Seharusnya dengan tema semalam, Risa bisa menjadi narasumber yang mumpuni karena tampaknya ia sangat dekat dengan hal-hal yang berbau mistis. Hehe

Selain berbagi lagu horor, kami juga membagikan info-info terbaru mengenai proyek kolaborasi Tracy Thorn dengan Jens Lekman untuk album terbaru dan untuk sebuah lagu yang akan ada di box set ulang tahun Merge Records,  kabar dari mantan vokalis Mandalay, Nicola Hitchcock yang belum lama ini membagikan lagu-lagu terbarunya serta kabar mengenai Kings of Convenience yang sedang mengerjakan album selanjutnya.

Untuk playlist yang diputar semalam, ada lagu-lagu baru dari Keane, Earlimart, Copeland, Final Fantasy, Neil Halstead dan juga beberapa band-band teranyar yang menurut kami patut untuk diawasi, seperti Alt-Ctrl-Sleep dan juga Van She.

Sekian kisah PopCircle semalam. Minggu depan, kami akan mengudara dengan sebuah edisi spesial. Tunggu kabar selanjutnya.


Ini adalah playlist edisi semalam (in alphabetical order):

01. Alt-Ctrl-Sleep – Stay

02. Brent Cash – When The World Stops Turning

03. Copeland - Should You Return

04. Earlimart - Time for Yourself

05. Esthero – That Girl

06. Final Fantasy – Cockatrice

07. Gigolo Aunts - Everyone Can Fly

08. Heather Nova - Gloomy Sunday

09. Jesus Jones - The Devil You Know

10. Keane - Perfect Symmetry

11. Lovespirals - Love Survives

12. Merril Bainbridge - Sydney from a 747

13. Neil Halstead - Queen Bee

14. Santessa - Nowhere

15. Shakespeare Sister - I Don't Care

16. SJD - Superman, You're Crying

17. Suddenly Tammy - Beautiful Dream

18. Van She - Kelly

19. Yael Naim - Toxic (Britney Spears cover)

20. Yo La Tengo - Center of Gravity


PopCircle adalah program mingguan di Rase FM 102. 3, setiap rabu malam dari pukul 22.00 hingga pukul 1 dini hari, bersama Risa Saraswati dan Syauqy Lukman.

Thursday, October 16, 2008

Kabar Matahari Bersinar 36 Jam Hari Ini Hanya Sebuah Berita Bohong?


Saya baru saja mengetahui kabar ini dari bos saya di kantor. Katanya hari ini di Indonesia dan negara-negara di Asia lainnya matahari akan bersinar lebih lama, tepatnya 36 jam. Begitu juga sebaliknya, di Amerika dan sekitarnya akan terjadi kegelapan dalam kurun waktu yang sama. Dan semua itu karena fenomena alam yang terjadi setiap 2400 tahun sekali.

Saya lalu search di google. Beberapa blog menyebutkan berita itu bohong. Saya sih sependapat. Rasanya memang tidak mungkin. Karena
secara logika (walaupun mata kuliah dasar logika saya hanya mendapat nilai D), jika matahari benar akan bersinar selama kurang lebih satu setengah hari, berarti selama itu bumi berhenti berputar? Yang akan berakibat semua perhitungan waktu selama ini, termasuk 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan dan 365 hari setahun akan kacau semua.

Jadi sepertinya lagi-lagi ini hanya sebuah berita bohong semata. Tapi sumber awalnya dari mana yah?

Besok Adalah World Toy Camera Day


Tanggal 18 Oktober 2008 besok adalah penyelenggaraan yang keenam kalinya dari World Toy Camera Day, dimana satu hari penuh setiap orang di dunia mengambil gambar apapun melalui berbagai kamera yang dianggap sebagai toy camera. Penjelasan resmi mengenai World Toy Camera Day, saya cantumkan di paling bawah tulisan ini.

Sebenarnya masih terjadi perdebatan hingga saat ini, kamera apa saja yang dianggap sebagai toy. Sejauh yang saya ketahui, istilah toy camera itu awalnya adalah julukan yang diberikan oleh para fotografer profesional terhadap berbagai kamera film berbahan plastik yang biasanya berharga murah dan menghasilkan gambar-gambar dengan kualitas lo-fi.

Yah, sebenarnya definisi mengenai toy camera bebas-bebas saja, tergantung persepsi masing-masing. Yang pasti toy camera tidak selalu kamera yang dijual oleh Lomography Society International. Apapun merknya, selama masih analog dan bukan kamera berharga belasan juta yang biasa digunakan oleh para fotografer profesional.

Jadi ingat, yang terpenting besok jangan lupa untuk membawa toy cameramu kemana saja kamu pergi dan habiskanlah rol-rol film itu dalam satu hari penuh.

Jika ingin menguploadnya, bisa di flickr group di alamat ini. Jika ingin mengetahui lebih banyak lagi mengenai World Toy Camera 2008, bisa dilihat disini. Dan seperti tahun-tahun lalu, ada hadiah menarik bagi foto yang terpilih sebagai pemenang.

Selamat bersenang-senang dengan kameramu besok!


About WORLD TOY CAMERA DAY

A World Toy Camera Day community affair with like minded toy camera photographers from all over the globe who take part on this day in the month of October. A day where we wake up in the wee hours of the morning and load all of our favorite plastic cameras like the Holga, Diana, Brownies and the like and end the day with our Low-fi, Low-brow, blurry and ridiculously out of focus snap shots. A day also invented by Becky Ramotowski who took the idea from World Pinhole Photography Day. Her idea spawned a world wide annual event using toy cameras and shooting endless rolls of 120 and Polaroid film...oh and even some crappy 35mm too...and has been in circulation for six years now. See you all there!

Apa Saja Yang Terjadi Dalam PopCircle Dua Minggu Ini?

Karena minggu lalu saya tidak sempat menulis ulasan PopCircle, jadi minggu ini dirangkap dua saja. Hehe..

Jadi sekarang ini, PopCircle kembali mengudara dengan durasi tiga jam, setelah sebelumnya selama bulan Ramadhan dipotong durasinya menjadi dua jam. Dengan durasi yang lebih lama, kami berharap bisa memutarkan lebih banyak lagi request dari pendengar.

Untuk edisi 40 PopCircle minggu lalu, entah mengapa respon pendengar tidak seramai biasanya. Kami berasumsi mungkin sebagian besar masih dalam suasana liburan, walaupun hari lebaran telah usai.

Topik sharing minggu lalu juga masih berkaitan dengan suasana liburan dan mudik. Kami meminta pendengar untuk menyebutkan minimal tiga lagu yang dirasa cocok untuk didengarkan saat perjalanan jauh ke luar kota. Kami memberikan ilustrasi seandainya para pendengar menyiapkan playlist untuk perjalanan jauh, apa tiga lagu pertama yang pasti akan ada di playlist perjalanan tersebut.

Di sesi kedua dalam topik sharing minggu lalu juga masih berkaitan dengan situasi perjalanan: jika bisa memilih, lebih baik mana, ban mobil kempes atau kehabisan bensin saat sedang berkendara sewaktu perjalanan jauh. Sampai di akhir acara, kami menerima 35 sms baik itu yang merespon topik yang kami gulirkan ataupun sms yang berupa request.

Lalu di edisi 41 PopCircle semalam, suasana studio cukup meriah karena kehadiran beberapa kerabat yang menemani Mocca yang di jam sebelumnya bermain akustik di acara Rase Cinta Indonesia Tampil. Mocca sendiri diundang bermain di Rase FM dalam rangka keberangkatan mereka untuk menjadi bintang tamu di acara tahunan Grand Mint Festival yang berlangsung di Seoul, Korea pada tanggal 17 Oktober besok.

Untuk playlist semalam, kami juga memutarkan lagu baru dari Telefon Tel Aviv, Jem serta sebuah lagu dari debut album The Watson Twins yang lebih dulu dikenal ketika mereka berkolaborasi dengan Jenny Lewis di album Rabbit Fur Coat.

Di segment Maindish, topik sharing yang kami gulirkan kali ini berkaitan dengan fashion. Di sesi pertama, kami mengundang pendengar untuk memberikan pendapatnya mengenai band atau musisi siapa saja yang dirasa mempunyai sense fashion yang bagus dan mewakili gaya berbusana mereka.

Lalu di sesi kedua, kami bertanya lebih lanjut: apakah fashion di musik itu begitu penting? Beragam jawaban kami terima, baik yang mendukung bahwa fashion merupakan bagian penting dari sebuah band dan juga sebaliknya.

Total sms yang masuk semalam, sebanyak 61 sms. Jumlah terbanyak yang pernah kami terima selama ini. Sebelumnya rekord tertinggi dari sms yang masuk sebanyak 52 sms.

Terima kasih banyak bagi pendengar yang telah setia mengikuti PopCircle dari minggu ke minggu dan berpartisipasi dalam request dan topik-topik yang kami gulirkan. Doakan saja mudah-mudahan dalam dua atau tiga bulan ini, kami dapat mengadakan sebuah acara off-air dimana kami dan pendengar dapat lebih berinteraksi secara langsung. 

Ini adalah playlist PopCircle edisi 40 dan 41:

PopCircle #40

1. Alphabeat – 10.000 Nights of Thunder (superbass mix)

2. Theresa Andersson – Na Na Na

3. Spiral Staircase – More Today Than Yesterday

4. Beirut – Fountains and Tramways

5. Leona Naess – Learning as We Go

6. Lighting Seeds – I Wish I Was In Love

7. Tenniscoats – Bai Ba Ba Bimba

8. They Might Be Giants – Dr.Worm

9. Kind of Girl – If You Say

10. June and The Exit Wound – How Much I Really Love You

11. Maximillian Hecker – Summerwaste

12. Lisa Hannigan – Splishy Splashy

13. Gael Garcia Bernal – If You Rescued Me (The Velvet Underground cover)

14. Aha – Crying in the Rain (The Everly Brothers cover)

15. Kate Bush – Wuthering Heights

16. Stina Nordenstam – Something Nice

17. Anti Atlas – Cool Is The Night

 

PopCircle #41

1. Fra Lippo Lippi – Angel

2. Eureka! - Where Are You Going To

3. Telefon Tel Aviv - Helen of Troy

4. Jem – And So I Pray

5. Todd Rundgren – I Saw the Light

6. Blake Hazard – Waiting

7. Dot Allison – Close your Eyes

8. Alpha – Sometime Later

9. Leigh Nash – Angel Tonight

10. The Watson Twins - Sky Open Up

11. Dubstar - Elizabeth Taylor and Richard Burton

12. Hello, Blue Roses – Shadow Falls

13. Beachwood Sparks – Ghost Dance 1492

14. Manic Street Preachers - Can't Take My Eyes Off You (Frankie Valli cover)

15. Morrissey – Moon River (Henry Mancini cover)

16. William Shatner feat Ben Fold and Aimee Man – Thats Me Trying

17. My Morning Jacket – Sec’Walkin

18. Bjork and Thom Yorke – I’ve Seen It All

Tuesday, October 7, 2008

Roll Pertama Dari Miranda Solo Power Zoom, Kamera Yang Saya Salah Beli




Ini akibat terlalu bernafsu ketika menemukan sebuah barang yang dicari di ebay. Jangan ditiru.

Awalnya saya tertarik ketika melihat foto-foto panoramic di sebuah blog. Hasilnya memang tidak semewah horizon, tapi cukup bagus lah menurut saya. Si pemiliknya blognya memberitahu bahwa kamera yang ia pakai adalah kamera panoramic point and shoot yang berharga murah bernama Miranda Solo.

Saya lalu mencarinya di ebay. Pencarian pertama hasilnya nihil. Baru pada pencarian yang kedua, saya akhirnya menemukan kamera (yang saya anggap) Miranda Solo yang disebutkan oleh si pemilik blog.

Tanpa pikir panjang, saya lalu membelinya karena harganya juga murah, sekitar 1 pound. Saya merasa bahwa kamera ini akan susah lagi dicarinya di ebay, jadi lebih baik saya beli sekarang atau harus menunggu dalam waktu yang lama yang tidak bisa ditentukan juga.

Ketika sedang menunggu kiriman kameranya datang, saya iseng-iseng browsing lagi di ebay. dan ternyata kamera Miranda Solo ini mempunyai berbagai tipe. Namun dari semuanya, tidak ada satupun yang mencantumkan tulisan panoramic. Disini, sebenarnya saya mulai curiga. Apa jangan-jangan saya salah beli? Tapi mungkin saja, feature panoramic itu ada di semua kamera Miranda Solo, begitu pikir saya sekaligus mencoba menghibur diri.

Beberapa minggu kemudian, kamera tersebut sampai dengan selamat ke tangan saya. Saya segera menggunakannya dengan film B&W buatan Czech Republic yang bernama Fomapan 100 classic, pemberian teman kantor saya, Indro.

Jepret, jepret, jepret, lalu dicuci dan hasil dari kamera automatic point and shoot ini sama sekali tidak panoramic, sesuai dengan kecurigaan saya.

Lalu lagi-lagi saya browsing di ebay. Saya masih penasaran dengan Miranda Solo Panoramic itu. Akhirnya saya menemukan kamera yang dari awal saya cari itu yang sialnya sudah terjual sehari sebelumnya. Di keterangannya baru tertulis Miranda Solo Panoramic Camera. Si penjualnya juga menyebutkan kamera itu mengambil gambar secara panoramic.

Yah, berarti memang belum jodoh dengan kamera itu. Salah saya tidak sabar menunggu dan juga tidak membaca dengan teliti keterangan si penjualnya waktu mau membeli.

Tapi dipikir-pikir lagi, lumayanlah saya sekarang jadi punya kamera film automatic yang bisa zoom in dan zoom out dan juga setiap ganti frame, saya tidak harus memutar secara manual kokangannya. hehe..

Ini adalah sebagian hasil-hasil dari roll pertama saya dengan Miranda Solo yang bukan panoramic melainkan nama lengkapnya adalah Miranda Solo Power Zoom.

Sunday, October 5, 2008

Selayang Pandang Mengenai Kamera Fujica M1




Beberapa waktu lalu, saya diminta oleh fotografer asal Amerika Serikat Nic Nichols untuk mereview kamera Fujica M1 untuk sitenya fourdarkcorners, yang banyak membahas mengenai toy camera.

Untuk bahan review, saya pun googling untuk mencari tahu lebih banyak info mengenai kamera yang terbuat dari plastik dan berharga murah ini, yang mungkin bisa dikatakan sebagai toy camera seperti Holga, Diana dan banyak kamera plastik lainnya yang diangkat derajatnya oleh Lomography Society International.

Dan ternyata informasi mengenai kamera ini sangat sulit. Dari sebuah forum fotografi lokal, saya hanya mendapatkan sedikit informasi bahwa kamera Fujica M1 ini diproduksi tahun 80an. Penjualannya juga sempat booming di kala itu. Awalnya harga kamera ini 15.000 rupiah dan hanya mengeluarkan satu jenis warna, yaitu hitam. Di bawah ini adalah iklan cetak kamera Fujica M1 di awal-awal peredarannya.

Photobucket

Namun setelah Maya Rumantir menjadi bintang iklan kamera ini, harganya naik menjadi 25.000 rupiah dan modelnya ada berbagai warna, seperti merah, biru dan hijau. Ini adalah contoh iklannya sewaktu Fujica M1 memproduksi tipe warna-warninya.

Photobucket

Lalu di sebuah website berbahasa Perancis, saya menemukan kamera Fujica dengan tipe MA-1 yang mempunyai bentuk fisik sama persis dengan Fujica M1.

Photobucket

Ketika saya ketik Fujica MA-1 di google, ternyata informasi yang saya dapatkan sedikit lebih banyak dibandingkan dengan informasi mengenai tipe M1. Sampai akhirnya, saya menemukan sebuah website lokal yang membuka tabir misteri dari kamera ini. Di website itu tertulis,

“Kini, Honoris Industry, dengan yakin, menitikberatkan pemasaran produk kameranya ke luar negeri. ''Menciptakan barang harus sekaligus membuka kemungkinan pasar,'' ujar sang presiden direktur. Kamera buatan Indonesia itu, Fujica MA-1, mulai unggul di pasar internasional. Pada 1984, ekspornya mencapai 140 ribu unit, 58% jatuh di Prancis.”

Ternyata kamera plastik ini diproduksi oleh PT. Honoris Industry, sebuah sub perusahaan dari PT. Modern Photo Tbk yang telah menjadi distributor tunggal di Indonesia dari Fuji Film Jepang semenjak tahun 1971.

Dari pabrik PT Honoris Industry yang terletak di Bekasi inilah konon Indonesia memproduksi kamera filmnya yang pertama, dan kamera pertama buatan Indonesia itu adalah Fujica MA-1/M1. PT Honoris hanya membayar royalti kepada Fuji Film dan mereka pun bebas untuk menjual kamera produksinya sendiri ke seluruh dunia.

Jadi Fujica tipe MA-1 hanya sekedar nama lain dari Fujica M1 yang beredar di beberapa negera, seperti Jepang dan Perancis. Sedangkan tipe M1 hanya diedarkan di Indonesia.

Fakta tersebut juga yang akhirnya menjawab pertanyaan mengapa kamera Fujica M1 ini begitu mudah untuk ditemui di berbagai pasar loak di Indonesia. Saya juga membeli kamera ini dari pasar loak dengan harga yang murah dan bagi yang belum melihat, hasil roll pertama saya dengan fujica M1 ini pernah saya posting disini.

Saya bangga dengan fakta bahwa Fujica M1 adalah buatan Indonesia. Setidaknya jika China mempunyai Holga dan Diana, Indonesia mempunyai Fujica M1 yang keberadaannya kameranya kini menjadi cult diantara para lomographer dan penggemar toy camera.

Dan foto-foto berikut adalah beberapa hasil dari roll film Ilford Delta 3200 dan Lomo X-Pro yang saya habiskan dengan kamera Fujica M1 yang dalam satu atau dua bulan terakhir ini, selalu saya bawa berpergian kemana saja.

Oh iya, untuk review Fujica M1 yang saya tulis di website fourdarkcorners, bisa dilihat disini.

Wednesday, September 24, 2008

Apa saja yang terjadi semalam pada edisi PopCircle ke 39?




Setelah edisi spesial Burt Bacharach minggu lalu, semalam kami kembali ke edisi PopCircle reguler dimana seperti biasa kami memutarkan playlist yang telah kami siapkan dari berbagai penyanyi dan musisi sekaligus memutarkan beberapa request dari pendengar.

Dalam playlist semalam, ada beberapa lagu terbaru dari The Verve, Pelle Calberg, Jenny Lewis, serta sebuah lagu dari album teranyar dari salah satu penyanyi wanita terpanas saat ini, Ladyhawke yang suaranya serta musiknya membawa terbang memori kami kepada kejayaan Cyndi Lauper di era 80an. Selain itu, semalam kami juga memutar singel ketiga Santamonica dari album Curiouser, Curiouser yang berjudul Paperdolls.

Untuk topik sharing edisi semalam, kami mengundang pendengar untuk membagikan pengalamannya mengenai hal apa saja yang mereka rindukan dari kampung halaman masing-masing. Tentunya topik ini muncul karena dalam beberapa hari lagi lebaran akan segera tiba dan tentunya tradisi mudik pun sangat lekat dengan suasana menjelang lebaran. Respon pendengar cukup baik. Semalam kami menerima total 46 sms dari pendengar. Diantaranya juga berisi request.

Pada edisi semalam, kami juga membuka kembali segment localism, setelah lama absen dalam beberapa edisi terakhir. Band lokal yang kami angkat pada segment Localism kali ini adalah band dari Yogyakarta, Lampukota. Vokalis Lampukota, Budi yang kami ajak berbincang via telepon mengenai filosofi nama band mereka, bagaimana mereka menyebut aliran musik yang mereka mainkan serta kesan mereka dalam mengikuti ajang indiefest 2008 ini. Di akhir segment Localism, kami memutar salah satu lagu Lampukota yang berjudul Jangan Mati.

Lalu untuk segment random info, kami membeberkan sejumlah perkembangan terbaru dari album-album yang kami rasa patut untuk ditunggu di kuartal terakhir tahun 2008 ini, seperti album baru dari Keane, Postal Service, The Radio Dept sampai kepada kelanjutan album reuni dari Blur.

Yah akhirnya, PopCircle edisi terakhir dalam bulan Ramadhan tahun ini berjalan lancar dan menyenangkan. Minggu depan PopCircle akan absen dulu karena bertepatan dengan hari Lebaran. Jadi, sampai bertemu dua minggu lagi!

Berikut ini adalah playlist yang kami buat untuk PopCircle edisi 39:

01. The Verve – Judas
02. Pelle Carlberg & Karolina Komstedt – Nick Names
03. Mocca & Bob Tutupoly – Swing it Bob!
04. Ladyhawke – Back of the Van
05. Blur – She’s So High (live at Budokan)
06. Jenny Lewis – Blacksand
07. Nouvelle Vague – Dancing With Myself (Billy Idol Covers)
08. Massive Attack & Madonna – I Want You (Marvin Gaye Covers)
09. The Cars – I’m Not the One
10. Brookville – Blue Morning
11. Lampu Kota – Jangan Mati
12. The Divine Comedy – Diva Lady
13. Santamonica – Paperdolls
14. Stephen Kellog and the Sixers – See You Later, See You Soon

Dan di bawah ini adalah beberapa foto yang diambil Marin, semalam

Wednesday, August 27, 2008

Sepenggal Cerita Dari Kabupaten Terkaya di Indonesia

Di bawah ini adalah sepenggal percakapan saya via YM dengan Yevy, kakak pacar saya. Ia bekerja di sebuah NGO's yang mengharuskan dirinya untuk berkeliling ke berbagai kota di Indonesia setiap bulannya. Dan ternyata ada sebuah fakta menarik yang baru saja saya ketahui dari perjalanannya saat ini.


Dimas Ario: skg lo dimana? udh blk ke jkt?
yevy punuh: gw masih di samarinda. Ini baru balik dari kutai kartanegara, kabupaten paling kaya se indonesia..hhahahaaa...
Dimas Ario: wahh yang bener paling kaya?
yevy punuh: yo'i, wong gw kesana aja takjub bener, ada kereta gantung, pulau buatan yang isinya resort dan cottage.. sekolah aja disana gratis, dari sd mpe sma, plus bupatinye punya 2 helikopter.... Ini kan kabupaten yang kaya akan tambang batubaranya bo!!
Dimas Ario: gila..
yevy punuh: tapii...... bupatinya, si saukani dan wakilnye sedang sekolah di cipinang bow... Plus ini rekord baru buat negeri kita, seluruh anggota DPRDnya ditangkepin semua gara-gara pada KORUPSI!!  kontras banget yah??
Dimas Ario: hahhahah..

PopCircle #35: Saya Menjadi Penyiar Dadakan

Jika minggu lalu saya hampir saja menggantikan peran Risa Saraswati sebagai penyiar dalam PopCircle – karena ia belum datang hingga menjelang acara dimulai - minggu ini saya benar-benar menggantikan peran Risa sebagai penyiar dan menjadi tandem siaran Syauqy Lukman.

Risa sendiri berhalangan hadir karena sakit. Jadilah saya siaran full untuk pertama kalinya. Kembali sebuah pengalaman baru bagi saya.

Sebenarnya sama sekali saya tidak percaya diri untuk berbicara banyak di radio karena: suara saya yang bas tidak radio friendly. Lalu menurut teman-teman, gaya bicara saya sedikit cadel dalam beberapa huruf. Saya juga selalu kesulitan untuk merangkai kalimat lisan secara cepat. Yang sudah terpikir di otak, namun tidak bisa keluar di mulut secara lisan.

Jadi siaran saya semalam, benar-benar ‘hajar bleh’. Mau tidak mau.

Untungnya Syauqy banyak membantu. Walaupun banyak juga celetukan dia yang tidak bisa saya timpali dengan sukses..hehe..Tapi sungguh suatu kehormatan bagi saya bisa menjadi patner siaran seorang Syauqy Lukman. :D

 

Topik sharing atau segmen Maindish untuk semalam, kurang lebih terinspirasi dari kehidupan saya sendiri, yakni soal internet. Rasanya semakin hari saya semakin kecanduan dengan yang namanya internet. Dan sepertinya kecanduan internet seperti ini sudah menjadi isu umum dalam kehidupan manusia modern sekarang ini.

Semalam, kami membuka tiga sesi untuk topik ini.

Sesi pertama: kami memberikan pertanyaan untuk para pendengar menyuarakan pendapatnya melalui sms dengan pertanyaan: seberapa penting peran internet bagi kehidupan anda?

Sesi kedua: kami membacakan trivia, berisi 10 pernyataan untuk membuktikan apakah anda sudah mencapai tahap internet junkie atau tidak. Di akhir trivia, kami membacakan nilai untuk setiap jawabannya untuk kemudian dijumlah total nilainya. Pendengar lalu merespon melalui sms mengenai total nilai yang mereka dapatkan.

Sesi ketiga: saya, Syauqy dan pendengar saling sharing website-website unconventional – seperti tagline acara ini- yang menarik dan belum banyak diketahui masyarakat umum.

Responnya cukup bagus. Sedikit kemajuan dari minggu lalu. Semalam total sms yang kami terima sejumlah 41 sms plus satu respon pendengar yang menyuarakan pendapatnya via YM. (hampir bisa dipastikan pendengar tipe ini adalah internet junkie yang lebih nyaman berhubungan via online dibandingkan melalui ponsel)

 

Seperti biasa, beberapa sms juga berupa request lagu dari pendengar. Sebagian besar request kami putar semalam. Jadi playlist sebanyak 18 lagu yang saya dan Edwin telah siapkan, sudah cukup dan tidak perlu ditambah lagi.

Semalam, segment Localism akhirnya tidak dapat dilakukan karena ada sedikit gangguan teknis. Mudah-mudahan minggu depan segment ini bisa kembali bergulir dengan lancar.

 

Di bawah ini adalah playlist semalam untuk PopCircle edisi 35.

1. The Human League - One Man In My Heart

2. Doves – Your Shadow Lay Across My Life

3. Super Furry Animals – Justapozed With You

4. Swinging Popsicle – I Love Your Smile

5. AmericaVentura Highway

6. Chantal Kreviazuk – This Year

7. Blondfire – Pretty Young Thing

8. Bangles – Something That You Said

9. D*Note feat. Beth Hirsch – Being Alive

10. Pinback – Loro

11. New Order – Love Less

12. Mundy – Wherever Whenever (Shakira Cover)

13. The Langley School Music Project – God Only Know (The Beach Boys Cover)

14. Bears – Wait and See

15. Olive – Smile

16. Domingo – Hold Your Horses

17. Cocteau Twins – Iceblink Luck

18. Blur – Sweet Song

Wednesday, August 20, 2008

Siaran Perdana di PopCircle, Rase FM

Semalam saya memulai debut saya sebagai produser acara PopCircle di radio Rase FM. Saya menggantikan Felix, produser PopCircle sebelumnya yang terpaksa meninggalkan acara tersebut karena harus  pindah ke Jakarta demi masa depan yang lebih baik dan demi menambah tabungannya untuk modal pernikahannya yang mungkin akan diselenggarakan tahun depan. Iya nggak, Lix? :p

Saat Felix menelepon dan menawarkan saya untuk menggantikan dia di acara PopCircle, saya tidak membutuhkan waktu lama untuk segera menerima tawaran Felix. Bekerja di radio adalah salah satu impian saya. Beberapa kali saya mencoba, namun selalu gagal.

Saya pernah mendapat tawaran untuk menjadi music director di sebuah radio swasta di Bandung, namun pada kelanjutannya radio tersebut lebih memilih orang dalam yang sudah bekerja lama yang pasti sudah mengetahui seluk beluk radio tersebut luar dalam.

Terakhir, saya melamar ke sebuah radio anak muda di Bandung. Disitu sedianya saya menggantikan posisi teman saya sebagai produser. Kebetulan teman saya itu seorang wanita. Dan pihak radio tersebut tampaknya ingin juga menghadirkan sosok wanita sebagai produser untuk menggantikan teman saya tersebut. Jadi saya gagal kembali.

Sampai akhirnya datang tawaran untuk menjadi produser pada acara PopCircle di Rase FM, sebuah acara yang khusus memutar lagu-lagu yang tidak umum (namun masih ear friendly) yang biasanya tidak bisa diputar dalam acara-acara reguler di Rase FM.

Tidak ada yang lebih menyenangkan disaat saya dibebaskan untuk membuat playlist siaran, memilih lagu-lagu (yang tentunya favorit saya pribadi) untuk diputar ke khalayak ramai. Mungkin ini sama saja seperti membuat mix cd namun ke orang banyak. :D

Walaupun dalam dunia radio, ada beberapa hal yang harus saya pertimbangkan dalam memilih lagu untuk diputar. Saya juga sedang belajar untuk hal ini. Untuk itu, saya berterima kasih kepada Edwin, program director Rase FM yang juga salah seorang penggagas acara PopCircle ini yang memberikan pengarahan, masukan dan pembelajaran kepada saya. Jangan-jangan bosan-bosan yah, Win..hehe

Oh iya, playlist PopCircle juga tidak semata-mata pilihan saya sendiri. Edwin sebagai penggagas acara ini juga memberikan pilihan lagu-lagu darinya. Sebenarnya selain Edwin dan saya, masih ada Marin dari FFWD Records (sebagai sponsor acara ini) yang seharusnya juga ikut dalam membuat playlist siaran. Namun semalam, Marin berhalangan hadir, dan ia juga tidak sempat untuk memberikan lagu-lagu pilihannya.

Sebagai permulaan saya, acara PopCircle semalam cukup lancar. Walaupun di awal acara, sempat timbul kekhawatiran, karena Risa Saraswati yang bertugas sebagai penyiar bersama Syauqy Lukman belum datang hingga menit-menit akhir menjelang acara dimulai.

Edwin lalu menyuruh saya untuk siap-siap duduk di balik microphone untuk sementara menggantikan Risa sembari menunggu dia datang. Namun tepat disaat Syauqy mengucapkan kalimat pembuka, Risa lalu datang dengan tergopoh-gopoh.

Semalam, kami memutar playlist sebanyak 21 lagu. Ditambah beberapa request dari pendengar. Ada juga segmen yang bernama Localism, yang biasanya menampilkan band-band lokal yang mungkin baru saja mengeluarkan album atau pun band-band baru yang sedang menanjak karirnya.

Untuk segmen Localism kali ini, saya memilih band asal Jakarta, The Trees and The Wild. Sebuah band acoustic pop yang baru saja menandatangani kontrak dengan label Lil Fish. Kami berbicara dengan Iga, gitarisnya via telepon.

Kami juga membuka line sms untuk para pendengar berbagai pengalaman dan pendapatnya mengenai topik yang kami berikan. Topik kali ini masih berkaitan dengan hari kemerdekaan RI beberapa hari yang lalu: lagu perjuangan apakah yang paling berkesan dan apa alasannya?

Respon pendengar cukup baik. Semalam kami menerima total 31 sms hingga menjelang akhir acara tepat pukul 01.00. Acara pun ditutup dengan salah satu lagu favorit saya saat ini, "Time" dari Alan Parsons Project.

Terima kasih Edwin Sandi dan Felix Dass yang sudah memberikan kesempatan ini kepada saya. Mudah-mudahan saya mampu menjaga dan membuat acara ini lebih baik lagi.

Terima kasih juga untuk Risa Saraswati dan Syauqy Lukman atas kerjasamanya yang menyenangkan. Semoga kalian cepat mendapat bahan celaan untuk saya -seperti yang kalian lakukan kepada Felix dengan kejombloannya- demi terciptanya suasana siaran yang segar pada setiap minggunya..hehe

Sampai jumpa di udara minggu depan!

Ini playlist PopCircle edisi 34, semalam:

01.   The Communards – Matter of Opinion

02.   Brendan Canning – Antique Bull

03.   Presence – Act of Faith

04.   Saint Etienne – This Is Tomorrow

05.   Midlake – It Covers the Hillside

06.   Travis – Sarah

07.   Leona Naess – Comatised

08.   Birdie – Such a Sound

09.   Mates of the State – My Only Offer

10.   Trashcan Sinatras – Obscurity Knocks

11.   The Trees and The Wild – Fight the Future (Localism)

12.   Arab Strap – Why Can’t This Be Love (Van Halen Cover)

13.   Jon Brion – Strings That Tie To You

14.   Samamidon – Saro

15.  Pete Yorn – Just Another

16.  Chungking – I Love You

17.  Power of Dreams – Still Lost

18.  Everything but The Girl – Rollercoaster

19.  Seed – Ladybug

20.  New Buffalo – Recovery

21.  Alan Parsons Project - Time


Wednesday, August 6, 2008

UNKLE347 wrapped up in book: After Ten Years Friends Call Us Unkle


s.c.a.n.d.a.l present:
After Ten Years Friends Call Us Unkle

UNKLE347 wrapped up in book

A documentary archives about the creative journey of UNKLE347, independent sub culture and how we still loving youth


Featuring:

UNKLE347 design archives including appareal design, print ads, catalogue, stickers, postcards and other propaganda for almost 12 years of existency in clothing and apparel industries.

Articles by Samuel Mulia, Ronald Holoang, Joshua Simanjuntak, Nasta Soetardjo, Gustaff Hariman.

And also artworks and photos by Albert Judiyanto, Darma Adhitia, Dylan Martorell, Evelyn Pritt, G.H.O.S.T, Jonathan Kusuma Ramli, Mark Soetantyo, Rudi Adrianto, Thinking*Room Inc. and WhatNot.



After Ten Years Friends Call Us Unkle book is now available for pre-sale.
Order now, and you will get a pre-order discount.

The book will become available in early September.


For more information about pre-order, books preview and other news update about this book, visit: http://www.unkl347wrappedupinbook.com/

Monday, July 28, 2008

Percobaan Pertama Dengan Supersampler Yang Tidak Berujung Manis




Sudah lama sebenarnya saya ingin mencoba kamera supersampler, dan akhirnya baru kesampaian sekarang dengan meminjam kamera milik teman saya,indra.

Ternyata asyik juga menggunakan supersampler. Sudah tidak ada view finder, lalu kita bisa menggerakkan kameranya sesuka hati. Benar-benar fun seperti kaedah lomo..hahah *kaedah lomo apa juga :D

Tapi yah itu, kalau belum terbiasa seperti saya, jadinya banyak gambar yang tidak pas, misalnya mau foto badan orang, tapi yang kefoto malah kakinya, dan masih banyak lagi kebodohan-kebodohan lainnya..hehe..

Selain kebodohan-kebodohan tersebut, percobaan pertama saya dengan supersampler ini juga ternodai dengan film yang saya gunakan.

Kali ini, saya mencoba film Konica Chrome asa 200 pemberian seorang teman. (pikir-pikir lagi, saya benar-benar tidak modal: kamera minjem, film dikasih :p) Film slide ini sudah expired dan sepertinya filmnya tidak tersimpan dengan baik.

Jadi hasilnya entah under atau over, yang pasti gambarnya terlihat tipis di negatifnya. Akibatnya, banyak gambar yang tidak bisa tembus saat di scan. Dan jika pada akhirnya dipaksakan untuk tembus, gambarnya jadi timbul grain yang banyak.

Yah nasib. Mau diapakan lagi :(