Tuesday, April 29, 2008

Singel Terbaru Coldplay, "Violet Hill"

Rating:★★★
Category:Music
Genre: Rock
Artist:Coldplay
Hari Selasa, 29 April 2008 kemarin, Colplay merilis singel pertama berjudul "Violet Hill" dari album keempat mereka yang diberi judul Viva la Vida or Death and All His Friends. Singel ini dapat diunduh secara cuma-cuma pada website resmi mereka, coldplay.com hanya dalam waktu seminggu, sebelum singel ini dirilis dalam bentuk rekaman fisik pada tanggal 6 Mei nanti. Albumnya sendiri baru akan dirilis pada tanggal 16 Juni 2008.

"Violet Hill" dibuka dengan riuh rendah bunyi synthesizer yang atmospheric yang pada akhirnya mengantarkan kita kepada alunan vokal Chris Martin dengan pianonya. Ia lalu bernyanyi, “A long and dark December/ From the rooftops I remember there was snow.” yang disambut dengan riff berpola dan berdistorsi dari gitaris Johnny Buckland serta hentakan seksi ritem yang patah-patah.

Di lagu ini tidak ada refren konvensional, yang ada hanyalah sebuah part yang terus berulang di akhir verse, seraya Chris Martin bernyanyi, “If you love me, won’t you let me know…” diantara raungan gitar ala glam rock yang kemungkinan besar adalah sidik jari dari produser album ini, Brian Eno.

Sampai pada akhir lagu, setelah semua suara tensi tinggi itu berakhir, Chris Martin kembali bernyanyi berdua secara intim dengan pianonya, seperti ciri khas Colplay selama ini dengan lagu-lagu baladanya. Chris pun menutup dengan lembut lagu ini, seraya kembali menyanyikan lirik, “If you love me, won’t you let me know…”

Singel “Violet Hill” ini menurut saya cukup berbeda dengan singel-singel yang pernah dihasilkan Coldplay selama ini, dan ini merupakan kabar bagus. Tampaknya lagu-lagu lain dalam album terbaru ini akan dipenuhi oleh beragam petualangan baru yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, mengingat pernyataan Chris Martin dalam salah satu interviewnya, yang berkata bahwa album pertama hingga ketiga merupakan sebuah trilogi dan album terbaru ini adalah sebuah awal yang baru.

Monday, April 28, 2008

Lagu-Lagu di Penghujung Bulan April


Inilah lima lagu yang sedang saya dengarkan belakangan ini. Lagu-lagu penyejuk jiwa yang juga menjadi teman baik di kala lelah datang menghampiri. Silahkan klik judul lagu dan nama artisnya jika ingin mengunduhnya.

1. The Kinks – Waterloo Sunset
(Something Else – 1967)

Menurut saya The Kinks adalah salah satu band asal Inggris yang dianggap underrated pada jamannya. Walaupun mereka banyak menghasilkan lagu-lagu mengagumkan, namun tetap saja mereka berada di belakang bayang-bayang 60s classic band lainnya seperti The Beatles ataupun The Who. Saya pribadi, mulai tertarik menelusuri album-album The Kinks setelah pemunculan beberapa lagu mereka dalam film-film favorit saya. Dan salah satu lagu The Kinks yang saya anggap sebagai salah satu yang terbaik dan sedang saya dengarkan belakangan ini adalah Waterloo Sunset. Lagu ballad rock ini merupakan penutup yang manis dari album The Kinks, Something Else. Menceritakan sebuah kesedihan sekaligus kedamaian dari seorang pria yang menyaksikan sepasang kekasih dari sebuah jendela.


2. Beachwood Sparks  - By Your Side (Sade cover) 

(Once We Were Trees – 2001)

Band asal Los Angeles, Amerika Serikat ini terkenal dengan kemampuannya dalam menghidupkan kembali spirit “cosmic American music” yang dulu pernah dilakukan oleh Gram Parsons. Dengan berbagai pengaruh dari The Beach Boys, The Byrds, The Flying Burritos Brothers, dan juga Buffalo Springfield, Beachwood Sparks sukses dalam meramu nafas country-rock dengan elemen psychedelic menjadi kesatuan warna yang solid. Bahkan disaat mereka melakukan cover version dari lagu hits By Your Side yang dipopulerkan oleh Sade, warna khas dari Beachwood Sparks sangatlah terasa. Lagu ini menjadi teman perjalanan yang setia ketika saya tengah melaju di jalan tol Cipularang.


3. My Morning Jackets – Sec Walkin’

(Evil Urges – 2008)

Para indie rockers asal Louisville, Kentucky yang dicintai para hippies dan juga para hipsters ini, akan kembali merilis album baru pada bulan Juni 2008 nanti. God bless the internet, di bulan April ini saya sudah bisa mendengarkan bocoran album terbaru dari band yang juga pernah menjadi cameo dalam film Elizabeth Town di bawah nama Ruckus. Menurut saya, di album ini My Morning Jackets semakin berhasil dalam menghilangkan stereotip southern band dengan semakin berwarnanya musik yang mereka hasilkan yang bagusnya tetap dibungkus dengan elemen musik pop yang ramah di telinga. Salah satu track favorit saya dari album ini adalah Sec Walkin’, sebuah himne syahdu yang menggetarkan.


4. SORE – Karolina

(Ports of Lima – 2008)

Album SORE terbaru, Ports of Lima telah menjadi heavy rotation bagi saya selama bulan April ini. Memang lagu-lagu dalam album ini sedikit lebih sulit dicerna dibandingkan lagu-lagu dalam album terdahulu Centralismo, namun setelah berulang kali mendengarkan, barulah saya menemukan sensasi-sensasi hebat. Pertama kali mendengarkan album ini, track Essensimo yang dengan cepat meraih perhatian saya. Setelah itu barulah track ini, berjudul Karolina yang merupakan track penutup album. Lagu ini dinyanyikan dan diciptakan oleh Ramondo Gascaro (Mondo) beserta Ade Paloh. Dengan suara khas dari Mondo yang berada di antara wilayah jazz dan soul serta dengan falsetto dari Ade Paloh di refren lagu, Karolina mendapat perlakuan yang begitu sesuai. Lagu ini bisa saya katakan sebagai lagu paling seksi yang pernah SORE hasilkan. Seperti melihat sebuah persaingan yang sehat antara Al Green dan Stevie Wonder dalam mendapatkan seorang wanita untuk mereka tiduri.


5. Early Songs – Raining at Your House

(Wind Wound – 2007
)

Early Songs merupakan sebuah project dari multi-instrumentalist asal Glasgow, David Scott yang sebelumnya kerap kali mengisi musik scoring dari beberapa film pendek. Album ini adalah album pertama yang David hasilkan. Menampilkan nomor-nomor instrumental cantik berbasis gitar yang mengalun damai yang saya rasa tepat untuk mengisi latar musik dari film yang berkisah tentang keluarga di sebuah pedesaan. Salah satu track favorit saya di album ini adalah Raining at Your House. Pedal Steel yang mendominasi keseluruhan lagu yang bersahutan dengan dentingan akustik gitar yang lembut, membawa atmosfir hangat dan romantisme tersendiri setiap mendengarkannya.


Wednesday, April 23, 2008

Lembayung SORE: An interview with SORE (Editor's Cut)

Berikut ini adalah transkrip lengkap dari interview saya dengan SORE yang dimuat dalam JEUNE no 23, edisi Alphabet Issue. Interview yang akhirnya ditampilkan dalam JEUNE adalah versi yang telah saya edit cukup banyak, guna memenuhi kuota halaman pada majalah.

Jadi daripada transkrip yang sudah saya tulis capek-capek sampai sebanyak 10 halaman words tersimpan sia-sia di file penyimpanan komputer, lebih baik saya posting saja disini. :D

Saya ingatkan sekali, transkrip interview di bawah cukup panjang, jika memang tidak sempat membacanya sekarang, mungkin bisa disimpan dulu, untuk membacanya lagi di rumah jika ada waktu senggang. Jika ada yang sudi membacanya sekarang juga tidak apa-apa, mungkin bisa menjadi bacaan santai menjelang konser SORE nanti malam.hehe..

Enjoy!

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lembayung SORE

text Dimas Ario photo Indro


Saya bertemu dengan para personil SORE di bulan Ramadhan yang lalu, di sela-sela kesibukan mereka menyelesaikan tahap akhir rekaman album terbaru yang berjudul Ports of Lima. Setelah berbuka bersama di sebuah restoran cepat saji di bilangan Kemang, Jakarta, kami lalu mencari tempat yang lebih nyaman untuk berbincang-bincang. Akhirnya diputuskan, wawancara akan dilangsungkan di cafe and resto Eastern Promise yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari restoran cepat saji tersebut.

“Wah godaan banget nih gue! Ntar gue pasti minum. Bulan Ramadhan ini gue udah bebas alkohol, “ kata gitaris/vokalis Ade Paloh disaat saya dan rombongan SORE baru tiba di pelataran parkir cafe tersebut yang juga sering menjadi langganan para ekspatriat. Pada awalnya, Ade hanya memesan ice cappucino, namun sesaat sebelum kami memulai perbincangan, akhirnya Ade menyerah. Ia lalu memesan segelas bir, diikuti oleh rekannya, keyboardis/vokalis Ramondo Gascaro (Mondo). Personil SORE yang lain, yakni bassist/vokalis Awan Garnida dan gitaris/vokalis Reza Dwiputranto(Echa) memesan minuman lain yang non-alkohol. Malam itu, drummer/vokalis Gusti Pramudya (Bembi) berhalangan hadir. Kami pun berbincang panjang lebar mengenai album terbaru, sifat cengeng mereka serta kekaguman terhadap Ebiet G Ade.

 
Saya selalu penasaran, mengapa sih kalian mengambil image-image Indonesia jaman perjuangan untuk album Centralismo yang kemarin?

Ade : Karena kami sangat mengagumi jaman era-era itu. Kalau gue bilang, itu golden era dimana kesejahteraan, kenyamanan hidup itu bener-benar ada dan eksis di setiap orang.

Bukannya susah jaman itu?

Ade : Susah mungkin ekonominya.tapi moodnya? Karena itu habis perang kan, jadi hope orang, optimismenya tinggi. Orang lebih kekeluargaan, family values lebih diutamakan. Jadi kenyamanan hidup aja yang kami liat disitu. Lebih ke mental sih daripada fisik lahiriah.

Padahal musik kalian nggak kesitu?

Awan : Iya. Tapi mungkin lebih merepresent gambaran jaman itu. Lebih ke spirit ya.

Ade : Secara otomatis mungkin lebih ke penulisan lirik yang mengarah kepada kata-kata yang dulu itu sering dipake.

Seperti kalian menyebut penggemar SORE sebagai kampiun? Itu kata-kata yang dulu sering dipake juga kan?

Ade : Iya. Kampiun kan champion. Semua itu juara. Nggak ada loser. Siapapun  juga orang itu juara. Mereka kan juara hidup mereka sendiri.

Kalau menurut kalian Indonesia nggak pernah dijajah Belanda akan gimana nasibnya?

Ade : Aspek kehidupan kita akan pasti berbeda banget. Pasti akan lain. Mungkin kita lebih optimis terhadap diri sendiri. Satu hal, kita nggak akan saling membenci satu sama lain. Saling optimis. Saling mendorong. Sori kata, apa yang diajarin Belanda kepada kita, kalau elo bukan orang yang terpilih elo nggak bisa apa-apa. Itu kan gila. Sampe sekarang itu masih terjadi. Sosial hirarki lebih diutamakan kepada orang yang mempunyai apa..Belanda kan gitu. Devide et empera. Dipecah belah manusia ama mereka.

Untuk album terbaru ini akan tetap menggunakan image-image jaman perjuangan tersebut?

Ade : Lebih ke spirit sih, itu selalu akan ada. Spirit kebersamaan kami berlima.

Tapi secara visual nggak terlalu mengarah ke situ lagi?

Awan : Yah kami akan terus berkembang. Nggak satu gaya itu terus. Mau seperti apa gaya kami juga belum tau pasti ke depannya akan seperti gimana. Tapi yang pasti kami nggak mau terjebak di image-image dulu juga.

Karena kalian juga bukan band retro ya?

Ade : Iya, kami nggak pernah mau dibilang retro.

Awan : Kok elo bisa ngomong SORE nggak retro?

Karena saya dengernya musik kalian memang nggak retro.

Ade : Iya, bener itu. Thank you banget.

Awan : Pertanyaan gue, kenapa orang banyak bilang kami retro?

Mungkin dari image jaman-jaman perjuangan yang kemarin kalian gunakan itu.

Ok, sekarang berbicara tema. Kalian menyebut album Centralismo sebagai penghargaan terhadap Jakarta Pusat. Kalau untuk album terbaru ini, gimana?

Ade : Lebih ke film. Kami coba meramu musik dengan sentuhan yang lebih sinematis.

Awan : Kalau album Ports of Lima ini seperti mempersilahkan orang-orang masuk ke dalam diri kami berlima. Ports itu kan seperti gerbang. Lima itu yah kami berlima. Jadi orang-orang memasuki diri kami.

Jadi lebih personal?

Ade :  Iya, sangat. Jadi sangat personal.

Dari judul-judul di Ports of Lima sepertinya lebih gelap ya sekarang? Ada yang judulnya “Merintih Perih”, "Layu", “In 1997 The Bullet Was Shy”, dsb.

Ade : Merintih perih itu lagu ciptaan Echa buat Indonesia.

Bisa diceritakan?

Echa : Yah masyarakat Indonesia masih banyak yang merintih perih.

Ade : Udah jatuh ketimpa tangga. Udah luka ketiban duka, dibalutin luka. Luka yang penuh duka. Gila tu! (tertawa)

Kalau “In 1997 The Bullet Was Shy”, katanya pengalaman pribadi Ade? Titik tergelap dari hidup Ade. Bener nggak?

Ade : Itu bener. Gue ceritain nih? Waktu itu percobaan bundir (bunuh diri-red). Waktu itu gue pake pistol.

Lalu?

Ade :Yah gitu. Sampe sekarang masih hidup kan? (tertawa)

Udah sempet menarik pelatuk?

Ade : Udah sempet. Makanya judulnya itu. Tahun 1997 pelurunya malu. Pada saat itu, gue menolak untuk menerima konklusi hidup yang telah ditentukan oleh keluarga, society. Yang elo harus begini, elo harus begitu. Gue menolak itu semua. Buat apaan. Gue punya hidup sendiri. Itu kemelut-kemelut gila sih.Yah makanya gue terlalu gila juga kalau nyanyiin lagu itu. Makanya Mondo yang nyanyi. Serem gue nyanyinya. Gila ya kata-katanya.

Liriknya dibuat saat itu juga?

Ade : Oh liriknya sih dibuat sekarang. Yah tahun lalulah. Gue remember aja.

Masing-masing personil di SORE kan membuat lagu. Kalau kontribusi masing-masing personil dominan, benang merahnya dari musik SORE itu apa?

Awan : Yah togetherness itu.

Echa : Kayak satu orang director bikin film horor, komedi, beda kan? Tapi tetap ada touchnya.

Awan : Kayak elo seneng Beatles kan? Dari awal ampe akhir kan beda-beda, tapi benang merah Beatlesnya awet.

Ade : Karena kami juga berlakon sih ya...

Berlakon kayak gimana maksudnya?

Awan : Yah, gue sebagai bassistnya, Bembi sebagai drummernya di ceritanya Ade misalnya.

Ade : Kami merasakan empati kepada yang buat lagu. Misalnya Echa yang buat lagu. Terus dia cerita tentang lagunya, moodnya kayak gini. Moodnya dia kan? Nah kami langsung berlakon, langsung berempati terhadap cerita dia. Misalnya film ni. Tragedi filmnya, masa kita maennya komik? Jadi bener-bener kami ngelakonin tragedi itu. Tapi abis take, langsung ketawa-tawa lagi. (tertawa)

Awan : Untuk memperjelas tadi, ada beberapa band misalnya anggotanya lima, dipimpin sama satu orang. Jadi semua maen sesuai dengan kemauan yang mimpin itu. Elo nyanyi kayak gini. Elo maen basnya nggak boleh gitu. Kalau di SORE mungkin agak lebih lebar, karena lima orang ini benar-benar dilibatkan di pembuatan lagu.

Makanya nggak ada istilah frontman ya di SORE?

Ade : Nggak ada. Bembi yang maen drum di belakang juga frontman.

Walaupun sebenarnya di panggung yang lebih banyak ngomong Awan ya?

(semua tertawa)

Awan : Kalau bisa sih kami maen nggak usah ngomong. Tapi karena keperluan sebuah acara, dan sebagai macamnya, mau nggak mau yah harus dipresent.

Kenapa nggak mau ngomong di panggung?

Awan : Yah namanya musik. Biar musik aja yang berbicara. Cuma sikon aja yang menuntut kami harus ngomong. Interaksi sama audiens itu kan nggak harus bikin mereka tertawa atas guyonan kita. Audiens bisa impres dengan musik, itu yang gue pikir harus terjadi.

Kalau tidak ngomong di panggung, bukannya bisa menimbulkan jarak dengan penonton?

Awan : Kalau memang musiknya impresif? Masuk, maen, bikin penonton terkesima, kelar maen langsung cabut, juga ada kan tuh komunikasinya.

Mondo : Udah kayak nonton simfoni aja.

Ade : Kami nggak bilang, kami harus nggak ngomong ya. Sebenarnya itu mood juga sih.

Awan : Jadi pernah, Miles Davis pas perform diprotes gara-gara pake bajunya nggak sesuai dengan keinginan audience. Kata pemilik tempatnya, ‘baju elo nggak sesuai dengan kriteria audience disini.’ Akhirnya Miles Davis ngambek, terus dia balik ke belakang panggung, lalu dia ambil rak baju dan ditaro ama dia di atas panggung, sambil ngomong ke pemilik tempatnya, ’Ya udah elo nonton dia aja.’ (tertawa) Gila, penonton disuruh nonton gantungan baju jadinya. Kalau untuk musisi sekarang kecenderungannya, ‘ah elo kurang asik, karena elo nggak bisa ngomong ama penonton. Ah elo nggak asik karena bajunya nggak represent ama musik elo.’ Kalau elo bangsat, elo harusnya yah muncul as a bangsat. Jangan elo pengen bikin image too much, itu justru sakit buat kami. Buat apa kami jadi diri kami sekarang kalau untuk jadi sebuah image tertentu apalagi untuk demi bisa dijual.

Ade : Kita semua dilahirkan untuk jadi diri kita.

(Lalu Mondo ikut berbicara sesuatu. Namun suaranya seperti bergumam dan tidak terdengar oleh saya.)

Ade : Tuh kan?Gila dia manusia. Mondo kalau ngomong banyak yang bagus quotes-quotesnya. Tapi yah ngomongnya gitu, nggak kedengeran. Kayak ngomong sendiri aja, kalo nggak, sambil maen-maen ama tangannya dia. Kayak gitu tuh. Sambil lalu. (semua tertawa)

Awan : Jawanya kuat dia, pemalu. (tertawa)

Saya pernah baca di suatu majalah musik, kalian menyebutkan bahwa album terbaru ini lebih banyak berbicara mengenai cinta karena label nyuruh kalian untuk lebih jualan.

Ade : Hah, yang bener elo? Kapan tu?

(Mereka tampak kebingungan, dan saling berbicara satu sama lain. Dan tidak ada satupun dari mereka yang merasa pernah mengeluarkan statement itu)

Ade : Gue nggak pernah ngomong gitu. Majalahnya apa?

(Lalu saya menyebutkan nama majalahnya)

Ade : Gue juga belum baca. Makanya gue kaget banget.

Awan : Mungkin orang Aksara kali yang ngomong...

Ade : Tapi kan mereka harusnya nggak bisa ngomong atas nama band. Wah gila, pernyataan itu bertolak belakang banget.

Label memang nggak pernah ada campur tangan?

Awan : Nggak ada. Justru kami admire Aksara salah satunya yah itu, mereka memberikan kami kepercayaan. Mereka respek terhadap apa yang kami buat.

Sampai sejauh ini, Sore masih membutuhkan bantuan seorang produser nggak kira-kira?

Ade : Dari awal kami nggak pernah pake produser. Semua kami kerjakan sendiri.

David Tarigan nggak bantu?

Ade : Ada refrensi sih dari dia. ’Ini bagusnya elo pake ampli ini. Ini lebih bagus gitarnya pake lick ini.’ Lebih ke taste sih.

Echa : Kami seneng juga sih, karena artinya dia peduli ama SORE. Sayang juga ama kami.

Ade : Dia nggak pernah demand, kalau kami nggak ngikutin juga nggak kenapa-kenapa.

Jadi sampe sekarang masih nyaman yah di Aksara?

Awan : Iya. Dan jujur aja, spirit seperti itu yang kami butuhkan untuk lebih maju. Kalau yang terjadi sebaliknya, kami nggak akan lebih maju, jadi mundur, jadi patah hati.

Kalau ke depannya, ada tawaran dari label yang lebih besar dengan distribusi yang jauh lebih luas, apa yang akan kalian lakukan?

Awan : Pasti kami akan mau bekerja sama dengan berbagai pihak, yang pasti bisa menguntungkan pihak yang mengajak kami kerjasama dan sebaliknya. Kami nggak menutup pintu kesitu juga.

Echa : Semakin banyak kerjasama sama dengan orang banyak, kan semakin banyak wawasan.

Menurut kalian, pendengar SORE itu siapa aja? Dari rentang usia atau pekerjaan apa?

Ade : Pertama dulu, pas Centralismo keluar paling banyak itu college boy. Anak-anak universitas.

Awan : Ama orang-orang freak...

Ade : Haha..jangan lho, gila lo..Karena kami sebenarnya freak juga. Kami idiot juga. Sama. (tertawa) Tapi lama kelamaan kami lihat, anak-anak SMP juga banyak yang suka. Kami beberapa kali main di SMP, pada nyanyi bareng.

Awan : Malah pernah di satu acara, inagurasi anak SMP atau SMA kalau nggak salah, satu keluarga nonton SORE. Sebelum SORE main, mereka bolak balik nanya ke pantia, nanyain SORE sudah maen apa belum. Lengkap, bapak, ibu sama anak-anaknya juga. Semua nonton rame-rame. Seru sih. Itu kayak bonus aja bagi kami.

Ade : Kami nggak pernah milih ya. Kami nggak pernah ada ekspektasi. Tujuan kami cuma menghibur orang aja.

Kalau tanggapan publik di luar Indonesia, sejauh ini gimana?

Ade : Kemaren terakhir ada orang Malay, Filipina yang suka sama SORE.

Echa : Di Belanda ada orang yang bikin klip “Somos Libres” Dia download di I-Tunes lalu buat videonya.

Awan : Musisi Norway juga ada yg suka SORE.

Siapa? Sondre ya?

Ade : Haha..dia tau ni.

Awan : Iya, pas Soundshine. Sondre ngasi tanggapan terhadap musik SORE. Dan SORE juga ngasi tanggapan terhadap musik Sondre.

Lalu Sondre bilang apa?

Ade : Kami mau diajak makan. Nggak ada yang bisa lagi! Gila nggak tu!  Dia pengen ngobrol, pengen diskusi. Nih bukan dibikin-bikin ya...dan ini purely bukan muji diri sendiri...dia bilang SORE jenius. Kan pusing gue. Bohong nih orang bule. Ini karena dia lagi disini aja, supaya nggak digebukin! (semua tertawa)

Kilas balik sedikit nih. Kalian dulu itu memang satu sekolah semua?

Awan : Gue SD, SMP sama Mondo dan Ade. Pas di SMA, ketemu Bembi. Pas kuliah ketemu Echa. Ternyata Echa itu adek kelas gue pas di SMP. Dan Bembi itu adek kelas Echa pas di SD. Gue ngeliat si Bembi maen drumnya asik. Gue kenalin ama Mondo, Ade. Waktu itu, gue bilang ke anak-anak, ada temen gue satu lagi, namanya Echa. Kiri juga lagi. Samperin deh. Eh awalnya Echa nggak mau lagi...(semua tertawa)

Echa : Beda warna sih musiknya...

Ade : Ceritain dong tentang Sonic ama Smashing! Kan influence pertama elo Sonic Youth ama Smashing Pumpkins. Echa itu warna paling lain di SORE

Echa : Gue lebih banyak dengerin musik-musik 90an. Alternatif gitu deh. (tertawa)

Terus akhirnya Echa mau gabung, gimana ceritanya?

Ade : Karena satu lagu itu. Itu lagu lama banget. Judulnya ”Vrijeman”, ada di Ports of Lima juga lagunya. Lagu itu kan kenceng, gue yang nyiptain. Pas dibawa ama Awan, si Echa kuranglah ama lagu SORE. Dipikirnya kan kayak lagu SORE yang pertama, ”Awan Lembayung” yang jazzy-jazzy gitu. Namun, setelah denger ”Vrijeman”, dia langsung nanya ke Awan, kapan bisa ke rumah gue untuk latihan. (tertawa)

Kenapa lagu itu nggak dimasukin ke Centralismo?

Ade : Iya, yah..padahal lagu itu lagu yang paling sering kami latih di awal-awal. Jadi gara-gara pas sesi-sesi latihan menjelang rekaman album Centralismo, tiba-tiba banyak muncul ide baru. Jadi akhirnya yang direkam untuk album Centralismo hampir semua materi baru. Nah di album Ports of Lima ini, baru banyak materi lama, lagu-lagu yang dibuat jauh sebelum Centralismo.

Dulu saat membuat Centralismo, rata-rata dari kalian sudah menginjak late 20. Sedangkan banyak band baru bermunculan, rata-rata umur personilnya di awal 20an yang katanya lagi produktif-produktifnya. Ada pengaruhnya nggak masalah umur ini bagi SORE?

Awan : Pengaruh lebih ke fisik kali. (semua tertawa) Cuma makan jaman kalau sudah tua. Rootsnya mungkin lebih kuat kalau yang berumur.

Ade : Umur anak-anak SORE biarpun 30an sekarang, tapi jiwanya masih 15 tahun. Anak SMP! Serius.

Kenapa?

Ade : Contohnya begini. Gue pernah ke PERCIK sama Awan berdua. Umur gue udah 29 waktu itu. Mau maen basket di PERCIK. Terus gue ama Awan maen deh. Lalu gue bilang, “Wan ini pasti banyak anak ISTN nih!” Tua-tua kan pasti. Tiba-tiba gue sadar, “Tunggu dulu, kan anak-anak ISTN itu di bawah gue juga!” (tertawa) Gila! Ngerti nggak elo? Gue mikirnya kami masih kecil aja. Takut digebukin, takut dipalak sama anak-anak ISTN. Tapi kan gila, umur mereka jauh di bawah gue! Ok, kebijaksanaan kami mungkin setaraf dengan umur. Tapi mental dan spirit? Piyik udah! Anak kecil...(tertawa)

Anak muda atau anak kecil nih?

Ade : Anak kecil! (semua tertawa)

Tapi gara-gara umur itu juga, musik kalian terdengar matang tanpa harus terdengar pretensius. Impresi saya saat pertama kali mendengar musik SORE seperti sekumpulan orang-orang yang mencintai dan bersenang-senang terhadap musik yang kalian buat. Kalian terdengar mempunyai passion yang besar terhadap musik.

Ade : Wuih. Leboy dia. Dapet! Bener. Iya, kami memang sangat mencintai musik dan juga kata-kata. Gue pribadi cinta banget sama kata-kata yang bagus. Mungkin itu cuma beberapa sentence, tapi kalau sangat bagus, bisa nangis gue. Tanya aja dia. (menunjuk ke Echa)

Echa  : Dia jahat ni, jahat ni! Bikin lagu waktu itu buat gue.

Ade : Dia langsung nangis lagi pas denger... (tertawa)

Gimana ceritanya ?

Echa : Ade bikin lagu. Dia ngasi tau pas lagi di studio. Dia nyuruh gue dengerin. Pas denger, ya udah...gue langsung nangis. Dia bikin lagu tentang almarhum kakak gue. Gila aja rasanya...

Lagu itu nggak masuk ke album?

Echa : Nggak. Terlalu personal.

Ade : Emang cengeng-cengeng semua sih anak-anak SORE. Tapi cengengnya lebih ke empati. Gimana yah..misalnya ada jaing(anjing-red) ketubruk apa, ketawa aja paling. Tapi kalau ada intrik-intrik lain bisa nangis. Yah karena empati itu. Mencoba menaruh diri di posisi yang menderita.

Awan : Sebagai penemu mereka juga, emang gue sadar nggak ada yang standar orang-orangnya. Antik-antik. Nggak umum aja orangnya. (tertawa)

Menjadi cowok nggak harus malu untuk menangis ya.

Ade : Iya. Gue inget banget, gue pernah nangis di depan umum. Di senayan tuh.

Awan : Pas nonton The Monophones, dia pecah...(semua tertawa)

Ade : Yah untuk pertama kalinya gue nangis di depan umum. Sangking bagusnya si Monophones bawain lagu “Nanar”, lagunya Naif untuk album tribute kemaren.Gila. Urusan nangis, biasanya kan privasi gue sendiri. Seringlah seminggu ada berapa kali. Karena nonton apa atau denger lagu apa. Tapi yah waktu itu, pertama kali gue nangis depan umum. Sangking bagusnya. Jadi yah itu, kami kalau merasakan sesuatu selalu maksimal sampe di satu poin kita trance. Yah jadinya gitu.

Pekerjaan kalian selain SORE apa aja sih?

Ade : Gue bisnis sendiri ama keluarga di bidang supply perminyakan.

Echa : Gue desain interior. Bikin furniture, kitchen set.

Awan : Kalau gue, bisnis properti sama jasa boga.

Kalau Bembi kan ngajar musik, kalau Mondo?

Mondo : Bikin jingle iklan, dan sebagainya. Lebih ke audio production.

Dulu kuliahnya musik?

Mondo : Sempet, tapi nggak kelar.

Jadi nggak ada yang kuliah musik lagi ya?

Ade : Satu-satunya yang kuliah musik cuma Mondo. Echa desain interior. Gue manajemen. Bembi FISIP, tapi ditanya politik apa nggak tau. Gila, elo buat apa sekolah...(tertawa) Ditanyain politik apa, Bembi pasti ngomong, ’Nggak ngerti gue, gue kuliah buat bokap gue aja.’ (semua tertawa)

Sepertinya Ade yang lebih tertarik ke politik dan kuliah di FISIP?

Ade : Iya, pengen banget gue yang berbau-bau gitu.

Saya baca di Myspace, Ade juga suka mengoleksi barang-barang militer ya?

Ade : Iya, dulu.

Ada obsesi-obsesi khusus?

Ade : Gue itu mencintai banget keseragaman, kebersamaan. Apalagi kebersamaan sangat disimbolisasi dengan militerisme kan? Tapi nggak juga menjadikan gue seorang militan. Gue itu malah radikal banget. Tapi gue suka keseragaman. Jadi kadang-kadang ada pemaksaan juga terhadap radikalisme gue. (tertawa) Suka gue yang kayak gitu-gitu.

Ada pengaruh ke lirik nggak?

Ade : Nggak pernah langsung gitu sih. Yang radikal banget lirik itu ”Somos Libres.” Itu lebih kepada kebebasan seseorang untuk bisa jadi radikal tanpa takut apapun juga resikonya. Di dunia yang hitam kita pasti akan bahagia. Itu sebenarnya dunia kepala kita sendiri lagi. Dunia yang hitam kan pada saat kita menutup mata.

Kalau untuk lirik ada pengaruh Morrisey?

Ade : Wuiih..bandit itu. International playboy itu. Ada juga gue mengacu dari dia. Belajar banyak dari dia. Tentang realisme tapi yang dibikin metafora. Disadur lagi. Tapi itu lebih ke subconscious. Nggak sengaja. Karena gue dengerin banget.

Lirik-lirik SORE sebenarnya lebih banyak bercerita tentang apa?

Ade : Social outlook sih. Orang mungkin melihatnya ini tentang cinta. Tapi sebenarnya tentang jati diri. Cinta kita terhadap jati diri kita sendiri. Kalau misalnya orang ngira ada lagu SORE tentang broken heart, padahal itu nggak. Sebenarnya itu tentang kehilangan jati diri kita. Kalau SORE bisa disamakan secara musik, mungkin kami sama kayak The Brandals. Social outlooknya sama. Tapi Brandals lebih langsung. Kalau kami lebih metafora.

Lagu “Mata Berdebu” itu tentang pencarian jati diri?

Ade : Iya, benar, Itu tentang pencarian jati diri. Disitu kan ada kata-kata, ”diantara musafir-musafirnya”, musafir-musafir itu adalah influence-influence kita yang selama ini mencampuri hidup kita yang bikin kita percaya yang ini, percaya yang itu. Jadi kita kayak hilang jati diri kita sendiri. Mata berdebu kayak kita jalan di gurun pasir, lama kita mencari jati diri kita terus. Akhirnya nggak pernah ketemu ya...(tertawa)

Kalau pengaruh lirik dari musisi Indonesia, dari siapa ?

Ade : Ebiet. Ebiet paling gila lagi. Dia orang paling di underated di Indonesia. Itu gue kasian lagi. Itu ‘dewa’ lagi untuk nulis lirik!

Iwan Fals?

Awan : Kalo Iwan lebih kasar. Itu kayak ’Brandals’nya. Ketauan banget. Plain. Ngajak orang rebel.

Lagu-lagu Ebiet nggak hanya berbicara cinta ya?

Ade : Dia malah kritis juga. Tentang kemanusiaan. Kemorosotan akhlak manusia. ”Coba tanyakan pada rumput yg bergoyang.” Itu berarti elo disuruh bengong. Elo nanya. Rumput bergoyang nggak akan bilang ama elo. Tapi coba, elo bisa liat lukisannya disitu nggak? Dia orang gila lagi tu. Keren banget. Cuma kasian dia dianggap underated banget.

Tapi kemaren-kemaren Ebiet diangkat lagi, ada album terbaru kan? Yang sama Anto Hoed itu...

Awan : Padahal gue kemaren-kemaren baru mikir, ‘apa kita rilis lagi musik Ebiet?’ Eh tapi udah keduluan.

Ade : Gimana yah...kayak misalnya Chisye diulas gitu...tau deh..gue kurang suka aja. Karena gue suka banget ama mereka. Jangan dieksploitasi sesuatu yang indah itu. Dia akan bersinar sendiri kok. Sinarnya akan sedikit tertarnis, ternodai. Sori kata, emang kayak gitu gue ngeliatnya. Sedikit menyedihkan aja kalo sampe harus kayak gitu. Ngapain sih sebenernya? Untuk memperkenalkan lagi atau gimana? Tapi dilematis juga sih gue mikirinnya. Apa gue terlalu sayang sama mereka aja kali ya?

Awan : Gue pernah denger cerita, pas Chrisye bikin album baru. Dia minta band muda yang pada saat itu lagi booming, minta bikinin lirik buat lagu dia yang baru. Yah mungkin demi popularitas, atau biar lebih ngejual kali. Wah gila, seorang Chrisye gitu...Amit-amit deh, gue nggak mau ampe kayak gitu, kalau gue udah tua.

Ade : Namanya juga bintang yang maha bintang. Itu akan terus bersinar. Kayak kita liat bintang di atas, itu kan yang kita liat seratus juta tahun yang lalu. Maksud gue, belum tentu bintangnya masih ada. Tapi itu sinarnya yang kita liat. Untuk cahaya travel dari bintang ke bintang kan butuh jutaan tahun cahaya. Yang kita lihat itu kan cahayanya doang. Belum tentu bintangnya ada.

Ke depannya, kalian akan tetep kerja dan maen band?

Ade : Emang udah nyamannya gitu. Dokat (uang-red) paling biar bisa nerusin bermusik aja. Kerja juga bukan goal utama. Tapi lebih buat agar bisa terus memproduce musik aja.

Setelah kesuksesan Centralismo kemarin, ada tanggung jawab tersendiri nggak? Misalnya tanggung jawab ke penggemar agar SORE ini harus jalan terus, dan nggak boleh berhenti di tengah jalan.

Ade : Tanggung jawab ke diri gue sendiri aja sih. Kalau nggak ngeband mokat (mati-red) gue. Mau ngapain? Jadi zombie, jadi robot gue, di rumah aja. (semua tertawa)

Terima kasih ya atas ngobrol-ngobrolnya...

Ade : Kami juga terima kasih. Jadi menyegarkan. Tau nggak, dengan ditanya, elo tau diri elo siapa.

Tapi sayangnya, banyak musisi di Indonesia yang nggak bisa ngomong banyak atau berbicara blak-blakan...

Ade : Yah sebenarnya mereka pengen, tapi ada unsur-unsur tertentu yang menahan. Ada lagi yang kayak gitu, kasian juga sih...

Awan : Ada yang nggak boleh ngaku udah punya anak lagi. (tertawa)

Ade : Tu kan? Udah gila kan tu, anak sendiri nggak diakuin. Soalnya kalau kita bertanya sendiri jatuhnya kan bias, subyektif kan jadinya. Yah ngobrol-ngobrol yang kayak gini yang bikin kita tau lebih banyak lagi tentang diri kita sendiri.

 

Monday, April 21, 2008

JEUNE MAGAZINE ALPHABET ISSUE RELEASE PARTY




Walau dengan persiapan yang minim dan serba mendadak, akhirnya JEUNE Magazine Alphabet Issue Release Party dapat berjalan lancar pada hari Jumat(18/4) kemarin, tanpa ada kendala yang berarti.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Terima kasih kepada band-band penampil.

Mohon maaf jika masih banyak kekurangan disana sini. Event kemarin adalah kali pertama penyelengaraan release party dari JEUNE Magazine. Semoga ke depannya, kami dapat terus membuat event seperti ini, tentunya dengan persiapan yang lebih matang.

Sampai jumpa pada JEUNE Magazine release party selanjutnya.

Foto oleh Indro

Wednesday, April 16, 2008

Ternyata Scarlett Johansson Bisa Bernyanyi dan Ia Bernyanyi Seperti Elizabeth Fraser

Siapa orang yang tidak berpikiran buruk saat mengetahui seorang aktor membuat album musik. Itu sama saja seperti menyangsikan seorang rockstar bermain dalam sebuah film.

Ketika saya mengetahui Scarlett Johansson akan merilis sebuah album, saya juga sempat bertanya-tanya. Apakah gadis seksi ini bisa bernyanyi? Apakah pada albumnya nanti hanya akan ada desahan-desahan seksi, vokal ala kadarnya yang dibantu dengan pitch correction yang semuanya itu dibungkus musik pop dance ala Timbaland?

Ternyata dugaan saya sebelumnya keliru ketika saya mengetahui bahwa materi album Scarlett berisi karya-karya Tom Waits yang dibawakan ulang olehnya. Terlebih saat mengetahui bahwa albumnya diproduseri oleh produser Dave Sitek yang telah sukses menangani band TV On The Radio. Album ini juga menampilkan David Bowie yang turut menyumbang suaranya dalam dua lagu serta dibantu oleh gitaris Yeah Yeah Yeah's Nick Zinner.

Dari ketiga nama tadi sepertinya sudah sedikit banyak memberi harapan bahwa album Scarlett Johansson nanti tidak akan segitu buruknya. Perkiraan saya mungkin albumnya nanti akan dipenuhi lagu-lagu bernuansa folk seperti yang dilakukan oleh Zooey Deschanel, sesama aktris yang juga membuat album.

Namun semua perkiraan saya meleset begitu mendengar singel pertama “Anywhere I Lay My Head” yang juga menjadi judul album Scarlett Johansson ini. Lagu yang diambil dari album Tom Waits di tahun 1985 Rain Dogs, dibawakan ulang dengan sangat baik oleh Scarlett.

Begitu mendengar intro lagu yang menampilkan suara drum machine yang ber-pattern,lalu disusul dengan suara organ gereja yang tebal ditambah dengan cengkok vokal penuh reverb oleh Scarlett, saya sudah bisa mencium dengan jelas pengaruh Cocteau Twins di lagu ini.

Interpretasi Scarlett terhadap "Anywhere I Lay My Head” milik Tom Waits malah membuat lagu ini tampak seperti sebuah B-Side Cocteau Twins yang baru saja ditemukan. Saya curiga Elizabeth Fraser sendiri yang diam-diam menjadi pengarah vokal Scarlett dalam album ini. :D

Saya rasa dari singel ini saja, album Anywhere I Lay My Head dari Scarlett Johansson yang akan dirilis pada tanggal 20 May 2008 nanti akan cukup menjanjikan. Dan juga akan membuat sosok dirinya semakin sempurna: cantik, seksi, pintar berakting dan mempunyai selera musik yang bagus.


Silahkan unduh link di bawah ini jika ingin mendengar lagunya:

Scarlett Johansson - Anywhere I Lay My Head

Ini adalah kover albumnya.

Tuesday, April 15, 2008

JEUNE Magazine Alphabet Issue Release Party@Aksara Kemang, 18th April 2008

posterreleaseparty-1.jpg picture by thepopism

JEUNE Magazine Alphabet Issue Release Party

 Friday, 18th April 2008 at Aksara Bookstore Kemang, Jakarta

 From 6.30 pm to 10.00 pm

 

Live Performance:

Santamonica

Sungsang Lebam Telak

Europe in De Tropen

Monday Math Class

BottleSmoker

 

Exhibition:

Art and photography from local and international artists

 

Free Entry

Free Drinks

And also get JEUNE Magazine Alphabet Issue for free!

 

Friday, April 11, 2008

Januarisman, Titi Dj Menangis dan Lagu ST 12 Yang Tidak Lagi Terdengar Kampungan




Diantara perwira polisi dengan suara anak sma berkaraoke dan juga mas-mas bersuara-tinggi-menyakitkan-telinga-saingan-anang yang secara mengejutkan keduanya lolos ke tahap selanjutnya, penampilan Januarisman cukup menyegarkan dan menarik perhatian pada tayangan Indonesia Idol 2008 semalam.

Dengan gitar akustik butut serta suara modern rock yang powerfull(no wonder, ia berprofesi sebagai pengamen di kereta), Januarisman sukses membuat Nugie merasa waspada serta membuat Titi Dj merinding dan menangis.

Bagi saya pribadi lagu dari ST 12 -grup Peterpan generik asal Bandung- yang dinyanyikan Januarisman tidak lagi terdengar kampungan.

Saya rasa, ia akan mudah untuk lolos ke tahap Spektakuler dan tentunya ia akan meraih simpati banyak orang Indonesia.

Suara yang berkarakter (walaupun tarikan suaranya sudah menjadi signature sounds dari banyak pengamen berbakat), dan latar belakang kehidupan yang tampaknya akan membuat jutaan penduduk Indonesia menitikkan air mata sudah menjadi resep sempurna bagi Januarisman untuk menjadi sosok idola baru Indonesia.

Wednesday, April 9, 2008

Hipster Couple


Sudah bisa menebak siapa gerangan pasangan baru ini?

Clue:
1. His: Fruitcake hippie indie-folk artist yang tampak seperti saudara jauh Charles Manson.
2. Her : Artis cantik juru selamat grup The Shins yang baru-baru ini beradegan telanjang di salah satu film besutan sutradara favorit kaum hipster.

Tuesday, April 8, 2008

Sebuah Kisah Dari Multiply

Ketika pemerintah mengumumkan secara resmi telah memblokir beberapa website, antara lain Myspace, Multiply, Youtube dan Rapidshare, reaksi paling hebat yang saya baca dari beberapa teman saya yaitu mengenai kesedihan mereka karena ditutupnya akses Multiply.

Seperti komentar yang saya baca dari beberapa orang berikut ini :

 “multiply = sebagian nyawa kita.”

 ”Yes, 50% aktivitas dunia maya gue adalah Multiply.”

 ”Sarana penghubung dengan teman2 pun sebentar lagi sirna...
kehilangan up date yg ga bisa didapat selain di multiply.”

”Sebagai ibu-ibu autis minim gosip dan pengetahuan.. saya sangat haus akan multiply.. kalo sampe di blok- apa kabar hidup sayaaaaaa???”

 
Mungkin ada yang menganggap beberapa komentar di atas terlalu berlebihan. Namun lain hal dengan saya dan mungkin banyak orang lainnya di luar sana yang menganggap Multiply tidak hanya sekedar blog semata.

Multiply juga menjadi sarana untuk mengetahu info-info terbaru dari banyak orang ataupun menjadi wadah interaksi dunia maya (kelanjutannya bisa menjadi ajang diskusi menarik) dengan teman-teman yang sesungguhnya juga kita kenal di dunia nyata. Walaupun pada kelanjutannya, melalui Multiply, saya juga banyak mendapat teman baru yang seterusnya juga menjadi teman di dunia nyata.

Multiply bagi saya juga menjadi wadah untuk belajar menulis. Bisa dikatakan aktifitas menulis saya secara aktif dimulai saat saya membuat account multiply pada tanggal 25 Juni 2005. Sebelumnya saya tidak pernah membuat blog.

Saya masih ingat, awalnya membuat multiply gara-gara sering melihat postingan Uga di milis C’mon Lennon. Saat itu Uga sering sekali memposting foto-foto saat C’mon Lennon manggung, dan selalu foto-foto itu berasal dari Multiply. Lalu saya dengan inisiatif sendiri, berusaha mencari tahu apakah Multiply itu. Dan karena lengkapnya fasilitas yang diberikan oleh Multiply (mulai dari blog, foto, musik dan video), saya lalu tertarik untuk mendaftar.

Tidak berapa lama, saya lalu mencoba mengupload foto. Kalau tidak salah foto pertama yang saya upload adalah foto-foto saat Ballads of the Cliche membuat videoklip di PRJ. Saya lalu memberitahu teman kampus saya Felix, yang menjadi manager Ballads of the Cliche mengenai postingan tersebut. Di kemudian hari, Felix pun tertarik untuk membuat account di multiply.

Sejarah berbicara, karena Felix ini juga rasanya Multiply menjadi perhatian besar bagi sebagian kalangan karena review fenomenal yang telah ditulis Felix melalui blognya di Multiply. Felix pun pernah mengaku kepada saya, karena review tersebut, banyak orang yang sebenarnya tidak mempunyai account Multiply, pada akhirnya membuat account gara-gara ingin ikutan menulis comment. Harusnya Felix dibayar oleh Multiply untuk ini :D


Yah, hampir tiga tahun saya menggunakan Multiply, tapi tidak sedikit pun saya pernah mengalami kebosanan seperti apa yang saya alami dengan web social networking lainnya.

Salah satu penyebabnya adalah fasilitas unggulan Multiply yaitu fasilitas Inbox yang memungkinkan kita dapat melihat setiap postingan terbaru dari teman yang telah menjadi contact kita sampai kepada orang-orang yang mungkin kita tidak pernah tahu wujud asli dan asal-usulnya.

Tiada yang lebih mengasyikan saat membaca gosip-gosip lokal (dengan comment-comment kontroversial) atau info terbaru yang diposting orang-orang di Multiply. Atau saat melihat foto-foto dari event yang kita datangi atau yang tidak sempat kita datangi. Bahkan curhatan seseorang pun bisa menjadi menarik di Multiply. Walaupun curhatan tersebut berasal dari mereka yang tidak kita kenal secara langsung. Dampaknya, mungkin kita bisa merasa lebih dalam mengenal mereka, atau bisa lebih akrab dengan pola pikir mereka.


Pagi ini, saya tanpa sengaja membaca sebuah tulisan yang ditulis oleh presiden dan CEO dari Multiply yang bernama Peter Pezaris. Peter mungkin tidak sepopuler dan seeksis Tom Myspace, namun yang pasti dia telah membantu banyak orang di luar sana dengan membuat wadah interaksi dunia maya yang berguna. Terima kasih banyak, Peter.

Dibawah ini adalah tulisannya.

 
For regular guys like me, Multiply is it.

For discussion between real-world friends and family around your personal media, there is no better solution than Multiply.


by Peter Pezaris, President and CEO

 

For the exhibitionists of the world, there is no shortage of web sites that can distribute your content to a wider audience of strangers: MySpace, YouTube, Flickr to name a few. For regular guys like me, however, we care more about sharing our personal media with people we actually know in real life.

MySpace offers very crude privacy controls which are unsuitable for exchanging personal media in all but the most basic use case scenarios. Your entire profile on MySpace is either set completely public so that anyone in the world can see it, or completely private, so only your direct contacts can see it. You have one switch to throw, and it's either ON or OFF.

On Multiply, everything you add to the site — and I do mean everything — has individual fine-grained privacy controls. On Monday I can take a photo of the Empire State Building and post it to my Multiply profile for the whole world to see. On Tuesday I can write a blog entry about politics and make it available to my extended circle of friends, and friends-of-friends (through trusted, bi-directionally confirmed relationships). On Wednesday I can take a video of my kids in the bathtub and make it available for only my Mom, my sister and my wife.

Facebook offers better privacy controls than MySpace, but they are still crude. The world is still binary: either someone is your contact or not. There is no way to share your media with your co-worker's wife, your Mom's best friend, or your sister's roommate without first making them a contact of yours. This artificial pressure to add contacts degrades the quality and accuracy of your personal "social graph" over time; anyone who has used Facebook or LinkedIn has seen these effects.

Multiply allows you to meaningfully and appropriately communicate with tier-2 and tier-3 contacts based on our proprietary system which ranks users in order of how close they are to you in your real-world social graph (this is similar to how Google's PageRank works, only applied to social networks). This recognition that friends-of-friends are important to you for the exchange of personal media is how we keep our representation of your real-world social circles more accurate.

Multiply's proprietary messaging system, which alerts your personal network not only when new content is posted, but also when replies are added to those posts, is sometimes compared to Facebook's news feed. Facebook's news feed is a snapshot of web-site activity containing such crucial nuggets as "Debbie vampire bit Julie," "Dave added the superpoke application" to be followed closely by "Dave removed the superpoke application." Importantly, this activity stream is not a communication tool; it fails miserably at that. The insanely low signal to noise ratio is one important aspect of this shortcoming, but perhaps the fatal flaw is that there is no "page 2." That means you can only see the last 15 items of activity, and can never go back in time before that.

Imagine if your email INBOX contained only the last 15 emails that people have sent you, and when you receive the 16th, the first one — poof — is gone for good and there's no way to get it back. That is exactly how Facebook's news feed works. Some people have referred to it as drive-by social spamming, but whatever it is, it's not suitable for meaningful communication around personal media.

 
Contrast this to Multiply, where you have an Inbox that combines all of the media sharing and communication that happens within your personal network in one place. When your sister's roommate posts a new photo album, it shows up in your Inbox (if she has granted access that far). When you get a personal message, it shows up in your Inbox. When someone replies to one of your videos it's also in your Inbox. Importantly, you can filter this message-board like application to show you only those items you are interested in, and you can go back in time as far back as you want... want to see all the videos that have been posted by contacts of yours? No problem. Want to see all the replies to posts you made that you haven't read yet? Click click done. Want to see everything that's being discussed in your extended network of friends-of-friends, including notification where the ongoing real-time discussions are? That's where Multiply adds real value. And each one of these settings is but a couple of clicks away, and saveable in a personal/private RSS feed, unique to you.

Most importantly, however, when you take that precious video of your daughter's first steps, when you share it on Multiply you're guaranteed that your Mom will see it, because it won't be pushed off the front page of her newsfeed (and into oblivion) when someone she didn't know got "top friended" by someone else she didn't know. On Multiply, not only is there a page 2 so she'll see it, we even keep track of when she does so you know for sure.

Simply put, Multiply delivers next-generation technology to make lives easier, more engaging, and more fun for those like me who want to share our lives and communicate with people we actually know. We'll let our competitors focus on social gaming, social flirting, and social hangouts.

Four years ago we had a vision to deliver the best personal media sharing site in the world to as many people as possible, in the hopes that it would bring family and friends together. Since our launch in 2004 we have focused on nothing else. The end result is a product suite geared specifically for one purpose: for those more interested in meaningful discussion between real-world friends and family around their personal media, there is no better solution than Multiply.

  • If you're a semi-pro photographer, Flickr is the site for you.
  • Are you an exhibitionist? Try MySpace.
  • YouTube is the best place to post your viral video if you don't care who sees it.
  • Facebook is the hands-down winner in social gaming and profile toys.

Do you have friends and family that you care about and would like to have a better way to stay in touch with, and share those precious photos and videos, and discuss current events?

Multiply is it.

Rapidshare Tidak Mempan Pada Free Proxy?

Pemblokiran beberapa website sekarang ini mungkin sudah bisa diakali dengan menggunakan free proxy. Namun diantara Myspace, Multiply, Youtube dan Rapidshare, hanya Rapidshare yang sampai saat ini belum bisa saya akali. Pada salah satu site free proxy yang saya gunakan,yaitu Vtunnel.com, saya mendapati tulisan di bawah ini ketika saya menuliskan alamat Rapidshare :


Vtunnel.com can't access that server, sorry.

The owner of Vtunnel.com has restricted which servers it can access, presumably for security or bandwidth reasons. The server you just tried to access is not on the list of allowed servers.


Lalu saya coba beberapa layanan free proxy lainnya, dan hasilnya tetap sama, saya tidak bisa masuk ke Rapidshare.

Tertutupnya akses Rapidshare bagi saya mengakibatkan pekerjaan mengunduh yang hampir setiap hari saya lakukan menjadi terganggu. Memang masih ada lagi layanan hosting lainnya, seperti mediafire, zshare, dan masih banyak lagi. Namun tetap Rapidshare yang paling sering digunakan oleh banyak mp3 blog yang menjadi sumber unduh saya.

Kemarin, saya juga sudah baca blog seseorang mengenai 13 cara alternatif membuka website yang diblokir, namun tetap tidak ada penyelesaian untuk membuka Rapidshare. Ada yang bisa membantu dengan cara lain? Atau mungkin sebenarnya ada beberapa layanan free proxy yang bisa mengakses Rapidshare?