Akhir-akhir ini gw sering mengamati perkembangan
musik lokal kita khususnya untuk artis keluaran label besar lewat radio ataupun
televisi. Dan gw menarik kesimpulan bahwa musik Indonesia saat ini, telah
melahirkan sebuah genre baru yaitu pop indo galau. Seringkali gw kebingungan
akan perbedaan dari segi musik pada setiap band pop (rock?) Indonesia yang
sekarang sekarang banyak bermunculan. Gw tidak bisa membedakan musik dari Ungu,
Flanella, Samsons, Keris Patih, dll, karena semua tampak sama bagi gw. Gw ambil
contoh, grup Samsons, dengan single pertamanya yaitu “Naluri Lelaki”, yang
menurut gw walau musiknya masih dalam cakupan pop indonesia, tetapi lumayanlah,
dengan lirik yang sedikit ‘nakal’ dan tidak mendayu dayu walaupun gaya
penulisan liriknya sedikit mengikuti gaya penulisan Eros di Sheila on 7. Tetapi
setelah sampai pada single keduanya, “Kenangan
Terindah” tetap saja musiknya
berubah menjadi pop indo galau. Lagu ini sejenis dengan lagu-lagu mellow
Indonesia lainnya seperti Demi Waktu dari Ungu, Aku Bisa dari Flanella atau Dari Hati milik ClubEighties. ClubEighties pun sepertinya harus mengganti
namanya karena single mellownya tersebut. Apakah kegalauan merupakan menu
andalan sekarang ini untuk meraih pasar yang lebih banyak? Apakah masyarakat
Indonesia semakin terbuai dengan yang dinamakan sakit hati setelah kesuksesan
Glen Fredly, dengan latar belakang kisah cintanya dengan Nola yang berunjung
kandas, yang membuat lagu-lagunya ‘tampak’ sangat dalam dan membuat setiap
orang yang mempunyai kisah cinta yang mirip dengan Glen, akan menangis tersedu sedu
setiap menyanyikan “Januari”? Apakah bangsa ini terlalu cepat iba dengan
cerita- cerita menyedihkan sehingga dari mulai anak SD sampai ibu rumah tangga bisa
hafal diluar kepala cerita kepedihan cinta Ian Kasela di lagu “Jujur”? Bahkan
seorang Bondan Prakoso yang dulu terkenal akan permainan basnya yang liar dan
groovy di Funky Kopral, setelah mengeluarkan album solo malah menjadi
mendayu-dayu di single pertamanya dan jauh dari pengharapan gw, yang mengira lagu-lagunya
akan banyak dipenuhi suara slap bass
yang liar dan bukan dipenuhi akan ratapan cinta yang menyedihkan. Kalau bangsa
ini memang bangsa melankolis seharusnya tidak ada lagi yang dinamakan pemberontakan di setiap propinsi atau tawuran antar pelajar
atau juga bentrok antar warga satu daerah. Karena pasti setiap orang akan
bersikap damai dan lemah lembut, selembut lagu-lagu cinta yang dibawakan oleh
Ungu.
Gw juga tidak tahu apakah semua produser di
label-label besar itu berselera musik yang sama atau tidak. Soalnya dari segi
musik yang dihasilkan benar-benar tidak ada perbedaan yang berarti pada setiap
band pop Indonesia yang sekarang muncul. Kalau berbicara aransemen, biasanya
setiap lagu yang masuk genre pop indo galau ini, akan memasukan string section
yang pada nantinya di bagian interlude, string section tersebut biasanya akan
unjuk gigi, bersahut sahutan dengan suara gitar yang tiba-tiba tampak
menggarang dan mengubah suasana lagu menjadi sangat cinematic. Biasanya aransemen di awal lagu tampak manis, biasa hanya dengan
iringan piano atau gitar, lalu secara perlahan tapi pasti intensitas lagu mulai
menaik, sampai pada puncaknya di bagian interlude yang tadi telah gw bilang,
lalu setelah itu lagu kembali mendayu dayu. Contoh paling gampang bisa kita
jumpai pada lagu Keris Patih yang berjudul ”Kejujuran Hati” dan bandingkan
dengan lagu Samsons yang berjudul ”Kenangan Terindah” Pasti kita dapat
menjumpai persamaan diantara keduanya.
Kalau tadi dari perkembangan band-band pop
Indonesia yang sedang naik daun. Kalau dari artis solo, gw melihat adanya
fenomena menyerupai idola. Maksud gw, banyak dari artis solo keluaran terbaru
dari label besar itu yang jika kita semakin perhatikan, rasanya ada kemiripan
dengan beberapa artis di manca negara. Bagus kalau memang artis–artis mancanegara
itu memang panutan pribadi dari si artis lokal tersebut. Yang menjadi masalah
kalau si artis lokal memang sengaja dimirip miripkan oleh labelnya dengan artis
dari mancanegara tersebut. Contoh paling signifikan sekarang ini bisa kita
lihat dari pemunculan seorang penyanyi semi R&B, Ressa Herlambang. Mengapa gw
bilang semi, karena musiknya sepertinya dipaksakan untuk menjadi R&B padahal
melodinya melayu dan berbau Melly Goeslaw. Dan dari imaging, kelihatan sekali
bahwa Ressa juga dipaksakan untuk menjadi seorang Justin Timberlake Indonesia.
Gw tidak tahu pasti apakah Ressa benar-benar menyukai Justin apa tidak tapi sih
kelihatannya Ressa hanya menjadi boneka si label untuk mendapatkan uang banyak
karena pikir si label, Justin Timberlake sangat menjual dan digemari oleh masyarakat
Indonesia, jadi kalau ada Justin Timberlake versi Indonesia pasti akan digemari
juga. Tapi kenyataan bicara lain, versi gadungan dari Justin ini malah banyak
dihina. Karena setiap penggemar Justin pasti sadar, bahwa Ressa Herlambang
hanya berupaya menjadi plagiator seorang Justin Timberlake dan sayangnya Ressa
Herlambang seorang plagiator yang buruk, tidak seperti band J-Rocks yang
menurut gw sangat sukses sebagai plagiator yang baik dalam meniru musik dari
grup asal Jepang, Larc-En-Ciel. Sehingga setiap kali mendengar musiknya J-Rocks, gw
seakan akan seperti mendengar Hyde bernyanyi dalam bahasa Indonesia. Anyway, segala
hinaan yang ditunjukkan kepada Ressa sepertinya tidak dia hiraukan dan komentar
negatif masyarakat tersebut, juga tidak membuat nama dia jatuh, malah sekarang dia
masuk infotainment lagi karena baru jadian dengan salah satu bintang sinetron yang
sedang bersinar, Nia Ramadhani. Mudah-mudahan juga tidak ada produser yang
ingin menjadikan Nia sebagai Britney Spearsnya Indonesia.
Kasus Ressa Herlambang bukanlah yang pertama muncul
di industri musik Indonesia. Pada awal 2000an kalau tidak salah, ada seorang
artis solo pria, sialnya gw lupa namanya, dan kalau tidak salah itu adalah
artis keluaran Sony Music. Jadi dilihat dari tongkrongannya sangat cosmo tetapi
selalu membawa gitar seperti anak band, dan
terlihat dari gripnya, artis ini tidak terbiasa bermain gitar lalu juga artis
tersebut mempunyai suara pas pasan yang sedikit serak-serak basah dan waktu itu
gw bisa simpulkan artis ini dibuat untuk menyerupai John Mayer, tapi sayangnya
kemampuan si artis jauh dari pengharapan si label. Akhir-akhir ini muncul juga
artis baru yang bernama Letto, yang kalau gw bilang musiknya sedikit menyerupai
Jason Mraz. Musiknya lumayan tapi liriknya itu yang buruk. Dari judulnya saja
sudah terlihat, “Sampai Nanti, Sampai Mati” Sepertinya agar kelihatan mempunyai
rima yang pas, akhirnya dipilih kata mati yang menurut gw tidak cocok untuk
digunakan sebagai judul lagu pop Indonesia, lain hal jika ingin membuat lagu cadas,
tapi sebuah band cadas Edane saja, sepertinya tidak ada yang judul lagunya menggunakan
kata mati. Lalu ada juga artis yang akhir-akhir ini lagunya menjadi high
rotation di banyak radio, yaitu Sandy dengan lagunya yang berjudul “Sabtu,
Minggu” Gw akui, dari pertama gw dengar lagu ini kira-kira sebulan yang lalu, gw
sudah meramalkan lagu ini akan sukses. Karena melodinya sangat kuat dan gampang
dinyanyikan. Musiknya juga bagus. Jujur saja, gw suka akan lagu ini, hehe..Kemarin
gw juga baru melihat video klipnya, yang menurut gw sangat indiepop dengan pemadangan
di padang ilalang, rerumputan dan bunga di taman. Hanya yang sedikit menganggu (lagi-lagi)
dari lirik. Karena gw sudah cukup capek dengan lagu yang menceritakan petunjuk
waktu seperti lagu dari Radja yang bercerita dari bulan Januari sampai Desember.
Sebuah lagu yang sangat melelahkan. Dan kali ini lagu “Sabtu, Minggu” untungnya
hanya bercerita mengenai 2 hari saja, dan tidak 12 bulan seperti lagu Radja.
Tapi keunggulannya lagu ini tidak masuk dalam jejaran lagu bergenre pop indo
galau, dan mudah mudahan single keduanya tidak berakhir menjadi pop indo galau, seperti pada grup Samsons.
Lalu kalau diperhatikan lagi, lagu ini juga sedikit bernafaskan John Mayer.
Dan kalau ternyata, Sandy adalah buatan label
untuk menyerupai John Mayer, kali ini bisa dibilang misi dari label tersebut berhasil.
Tapi gw melihat sosok Sandy lebih seperti mantan anak band yang berakhir menjadi
penyanyi solo dan bukan sekedar seorang penyanyi karbitan yang dipaksakan untuk
memegang gitar untuk tampak seperti John Mayer.
Jadi sekarang jika anda suka dengan salah satu dari
lagu-lagu pop indo galau yang sering diputar di radio, berhati-hatilah! Karena
jangan sampai membeli album dari artis yang salah. Karena semuanya tampak sama
dan seragam. Mungkin kenyataan tersebut adalah bukti dari sebuah pergerakan
baru di dunia musik Indonesia, ditandai dengan meleburnya berbagai band ke
dalam ramuan musik yang sama, yaitu pop indo galau yang bersatu padu untuk
melawan kejahatan musik Indonesia yang sekarang sangat meRADJA rela, yaitu grup
band Radja. Tapi hati-hati akan Radja, karena band ini sekarang mempunyai
selir-selir mematikan, yaitu Ratu, yang dalam beberapa bulan ke depan akan mengadakan tur bersama Radja
keliling Indonesia. Karena hati-hati juga tergoda oleh Ratu yang ingin
menjadikan anda teman tapi mesra karena jika sekali anda tergoda, maka anda
harus berhadapan dengan Dewa dan sebagai akibatnya anda akan dihukum di ruangan
terkunci seorang diri dan dipaksa untuk mendengarkan petuah-petuah bijak dari
Ahmad Dhani melalui album barunya Republik Cinta. Sebuah hukuman berat yang
harus dihindari, bukan? Jadi lebih baik kita duduk manis dan menikmati saja
musik negeri sendiri di rumah masing-masing sambil terus berdoa semoga musik
Indonesia di masa depannya, entah kapan, bisa tampil dan mengejutkan dunia musik
internasional sehingga bisa tercipta istilah Indonesian Invasion. Sebuah mimpi
yang sempurna menurut Ariel dkk.