Setelah sekian lama, akhirnya saya punya alasan untuk kembali menggunakan Multiply, yaitu untuk mengunggah tulisan dan foto-foto dari plesir saya ke Solo seminggu yang lalu.
Plesir Solo ini digagas oleh Sasotya dan Wening. Kemudian mereka mengajak saya. Kami bertiga tinggal di tiga kota berbeda. Saya di Bandung, Wening di Jakarta dan Sasotya di Surabaya. Jadi untuk liburan ini, kami berangkat sendiri dari kota masing-masing untuk langsung bertemu di Solo.
Kota Solo dipilih atas kesepakatan kami bertiga. Awalnya pilihannya dua, Solo dan Yogyakarta. Namun kami merasa cukup bosan dengan Yogya. Oleh karena itu Solo langsung diputuskan untuk menjadi tujuan liburan ini.
Kota Solo kini adalah kota yang sedang naik daun. Dengan walikotanya Jokowi, Solo memang tengah menuai banyak pujian antara lain mengenai kebersihan dan ketertiban kotanya.
Setelah saya berada di sana, memang pujian-pujian tersebut benar adanya. Saya pribadi merasa nyaman di kota Solo. Bahkan salah satu dari kami bertiga, terbersit untuk menghabiskan masa tua di kota Solo. hehe.
Lalu lintas di sana terbilang tertib. Bagi pejalan kaki disediakan trotoar lebar dan bagi pengendara kendaraan roda dua juga disediakan jalur tersendiri. Selama 3 hari di sana, saya tidak menemui kemacetan sedikit pun. Semua berjalan damai dan teratur.
Di Solo, kami menginap di Rumah Turi. Sebuah butik hotel yang anggun dan mungil (hanya 18 kamar) serta memiliki konsep ramah lingkungan. Salah satu bentuk kepedulian Rumah Turi terhadap lingkungan adalah dengan mendaur ulang limbah air mandi dari setiap kamar yang ada menjadi hujan buatan untuk menyirami semua tanaman yang menghiasi berbagai sudut Rumah Turi. Silahkan menuju website-nya untuk mengetahui lebih banyak mengenai Rumah Turi.
Selama di Solo, banyak waktu kami habiskan untuk mencoba berbagai makanan khas yang sudah direkomendasikan oleh beberapa kerabat. Highlight dari plesir kuliner di kota Solo antara lain, Sate buntel Tambaksegaran yang menawan lalu ada Bistik Harjo yang meminjam testimoni Wening, "akan kukenang seumur hidup", tidak ketinggalan ada restoran Cina, Fai Kie dengan menu yang penuh akan rombongan babi yang lagi-lagi meminjam testimoni Wening, "rasanya seperti diangkat ke surga"
Oh iya, kami juga menyempatkan berkunjung ke sebuah pabrik roti rumahan bernama Widoro yang sudah berdiri semenjak tahun 1922. Roti Widoro ini terletak di Sukoharjo, sekitar setengah jam dari Solo. Roti sejenis bolu ini biasa tersedia untuk berbagai hajatan.
Kami juga sempat menengok ke dapur pembuatan Roti yang semua prosesnya masih dikerjakan secara tradisional. Rasa roti Widoro sendiri sangat manis. Bukan selera saya. Namanya yang melegenda yang membuat roti ini terasa spesial.
Selain plesir makanan, tentunya takkan lengkap jika berada di Solo jika tidak menjalani plesir budaya. Walau hanya sedikit, kami sempat berkunjung ke Pasar Triwindu, sebuah komplek pasar loak yang sangat tertata.
Lalu kami berkunjung ke Keraton Surakarta.

