Wednesday, June 28, 2006

Subtitulo

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Folk
Artist:Josh Rouse
Matahari perlahan mendekati peraduannya di ufuk barat. Langit kemerahan, membiaskan nuansa jingga yang menggelayuti permukaan laut yang berada di bawahnya. Tak jauh dari situ, seorang Amerika yang bernama Josh Rouse - dengan gitar di tangannya - tengah duduk di pinggir sebuah jendela besar di sebuah villa yang baru saja dia tinggali. Menikmati semilir angin laut yang menyapu wajahnya secara perlahan, serta melihat senja yang sama sekali belum pernah dilihatnya saat berada di Nashville, kota asalnya di Amerika. Kali ini yang dilihatnya adalah sebuah senja di kota kecil bernama Altea yang terletak di pesisiran pantai Mediterania di negeri Spanyol.

Senja adalah momen indah yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Apalagi untuk seorang Josh Rouse, yang sudah terkenal sebagai seorang singer/songwriter yang telah menghasilkan banyak album hebat diantaranya albumnya yang bertajuk 1972 atau juga yang bertajuk Under The Cold Blue Stars.

Sebuah gitar di tangan adalah jawaban yang tepat untuk mengabadikan senja pertamanya di kota kecil itu. Satu demi satu mengalunlah lagu dari gitar spanyolnya yang bersenar nylon. “Quiet Town” mengalun indah di tengah sayup-sayup suara ombak di sore itu. “Quiet Town” memuat alasan kepindahannya ke Altea. Josh Rouse merasakan jatuh cinta untuk kedua kalinya. Semua hal kecil dalam kota itu sangat dicintainya. Begitu tenang dan damai. “Summertime” pun berkumandang dengan petikan gitar yang bernafaskan bossanova.

Masih dengan nuansa bossanova, Josh Rouse menyanyikan sebuah lagu berjudul “The Man Who” yang sepertinya menceritakan pertemuan pertama dengan kekasihnya. Tak berapa lama, dia turun ke bawah, mengajak kekasihnya tersebut – yang memang tinggal bersamanya di villa itu - untuk bernyanyi bersama. Hasilnya “The Man Who” menampilkan sebuah duet yang terasa dipenuhi akan cinta.

Malam pun datang. Langit pada hari itu sangat cerah. Bintang-bintang bertaburan dengan sinarnya yang gemerlapan. Seperti untaian mutiara yang bertaburan. Langit yang sangat bersahabat menjadi sebuah atap yang sempurna disaat Josh Rouse dengan kekasihnya mengadakan candle light dinner di teras terbuka, yang terletak di bagian paling atas dari villa tersebut. Setelah makan malam, Josh Rouse mempersembahkan sebuah lagu untuk kekasihnya, kembali dengan iringan gitarnya. Lalu “Wonderfull” dinyanyikan dengan segenap perasaan, membuat wajah kekasihnya memerah namun begitu mengagumkan untuk dipandang, seperti langit senja tadi. Hari itu ditutup dengan sangat manis.











Eye To The Telescope

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Folk
Artist:KT Tunstall
Jika diadakan survey pada pria khususnya di kalangan penikmat musik keluaran label-label minor, mengenai lebih sexy mana, wanita pirang bertubuh molek dengan belahan dada yang rendah atau wanita yang bisa bermain gitar dengan gaya pakaian yang cenderung lebih chic, pasti kalangan tersebut akan lebih memilih pilihan yang kedua. Sekarang ini penyanyi wanita seperti Leslie Feist, Jenny Lewis dan juga Cat Power – yang notabene memiliki bakat musikal di atas rata-rata, diluar penampilannya yang juga menarik namun tidak dalam pengertian sensual - banyak mendapat tempat di hati penikmat musik khususnya para pria. Rasanya jaman-jaman keemasan untuk memasang poster Pamela Anderson di kamar telah lewat. Seiring semakin bertebarannya cd-cd musik maupun mp3 keluaran label-label seperti Rough Trade, Sub Pop dan juga Matador di kamar kita, dewasa ini.

Salah satu penyanyi wanita yang masuk kategori kedua tadi adalah KT Tunstall. Dia menciptakan lagunya sendiri, menyanyikannya, serta bermain gitar. Dan tentunya ia mempunyai penampilan fisik yang menarik - KT Tunstall berdarah campuran China Irlandia. Debut albumnya Eye To The Telescope, banyak mendapat nominasi di berbagai ajang penghargaan bergengsi di Inggris. Lagu-lagu dalam album perdananya ini terdengar mempunyai beragam influence dari mulai Blues, Jazz, Rock, RnB yang kesemuanya dibungkus dengan cermat menjadi suatu bentuk baru dari musik folk

KT Tunstall adalah satu dari sekian banyak penyanyi gelombang baru dari musik folk atau yang lazim disebut folk-revival yang sekarang ini tengah melanda industri musik dunia. Mulai dari pemunculan Sufjan Steven, Davendra Banhart, Joanna Newsom sampai Beth Gibbons dari Portished-dalam album solonya- yang juga bermain dalam wilayah folk-revival.

Suaranya juga mempunyai jangkauan yang begitu luas. Dalam lagu-lagu balada seperti “Through The Dark”, suaranya terdengar sangat soulful dan membius. Dalam lagu balada lainnya yaitu “Under The Weather”, suaranya mengalun lebih ringan dan halus pada awal lagu dan pada puncak lagu, suaranya terdengar seperti seseorang yang sedang menumpahkan kemarahan yang terpendam. Dalam lagu “Stoppin’ The Love” dia bernyanyi dengan sedikit nafas blues yang digabungkan dengan karakter serak-serak basah ala Sheryl Crow.

Lagu yang paling menonjol dalam album ini adalah “Black Horse and The Cherry Tree” yang direkam secara live pada sebuah pertunjukan. Lagu yang bernafaskan RnB ini, terdengar paling berbeda diantara lagu lain di dalam album. Lagu ini seperti sebuah lagu kover version dari penyanyi lain, tetapi keunggulannya, lagu ini benar-benar mengeksplor kemampuan vokal KT dengan hanya menampilkan suara gitar akustik dengan iringan suara box drum yang groovy. KT bernyanyi selayaknya seorang penyanyi kulit hitam. Suaranya lebih berat dan dalam. Suara serak-serak basahnya juga kembali unjuk gigi di akhir lagu. Tetapi jangan bandingkan dengan versi finalis American Idol Kathrine McPhee, yang juga pernah membawakan lagu ini dengan baik di panggung American Idol musim ini. Suara KT dan Kathrine memiliki warna yang berbeda. Satu lagi yang menarik, setelah mendengar lagu ini, pasti kita akan terngiang-ngiang akan suara "whoo-hoo" yang terus menerus berulang sepanjang lagu.

Secara keseluruhan, album ini menawarkan suatu bentuk baru dari musik folk dengan beragam influence genre musikal. Bahwa musik folk jaman sekarang tidak hanya berisi gitar akustik beserta lirik yang bercerita seperti yang dulu dipopulerkan oleh Bob Dylan ataupun Joan Baez. Folk menurut KT Tunstall adalah musik yang bisa menjangkau lebih banyak pendengar dan bukan lagi hanya sebagai musik pengantar tidur. Sebuah debut yang menjanjikan.

Thursday, June 22, 2006

The Only Thing I Ever Wanted

Rating:★★★
Category:Music
Genre: Other
Artist:PSAPP
Jika bas, drum, gitar, dan piano tidak lagi memenuhi suara yang diinginkan dalam membuat musik, maka suara-suara apapun di sekitar kita bisa digunakan dan dirangkai dengan apik menjadi suatu bebunyian unik yang menyegarkan. Dari mulai suara mesin kasir sampai suara toilet yang sedang dibilas. Hal tersebut yang dirasakan dan juga dilakukan oleh PSAPP (dibaca SAP), sebuah band electronic pop yang sedang naik daun sekarang ini. Terlebih dengan penggunaan musiknya di dalam serial-serial televisi populer di Amerika seperti The OC, Nip/Tuck dan juga Grey’s Anatomy, membuat nama PSAPP semakin diperbincangkan banyak orang.

Album ini, The Only Thing I Ever Wanted adalah album kedua dari PSAPP, semenjak debut albumnya yang bertajuk Tiger, My Friend dirilis pada tahun 2004. Album terbaru ini masih mengulang formula musik yang tidak begitu jauh dari album pertamanya. Penggunaan bebunyian benda-benda sekitar yang diramu menjadi kesatuan bunyi yang unik, suara loop-loop yang dihasilkan dari perangkat synth terkini, dan juga suara xylophones, yang kesemuanya disajikan secara konstan dalam setiap lagunya.

Kekonstanan inilah yang bisa menjadi bumerang bagi PSAPP. Disatu sisi membuat musik PSAPP mengasyikan untuk didengar dalam beberapa putaran pertama. Karena bebunyian yang ada sangat menarik perhatian jika baru mendengarnya beberapa kali. Tetapi di satu sisi lagi, jika kita memutar album ini berulangkali, tidak ada lagi kesan mengasyikan untuk didengar. Yang ada hanya kemonotonan dari bebunyian yang berada di balik suara sexy sang vokalis, Galia Durant. Rasanya bebunyian yang ada disajikan dengan volume yang sama, dan kesemuanya ditampilkan secara bersamaan semenjak awal lagu sampai lagu berakhir. Jadi unsur mengejutkannya dirasa kurang. Karena itu musik PSAPP terkesan datar, sehingga lagu pun mengalun statis dan tidak berhasil mencapai titik puncaknya.

Bila dibandingkan dengan band-band sejenis, seperti Telefon Tel Aviv atau Manitoba yang menyajikan permainan bunyi yang lebih dinamis dan tidak tertebak, musik PSAPP terdengar seperti seorang remaja yang tengah asik merekam berbagai suara di sekitarnya dan menggabungkannya secara mentah dalam lagu. Tanpa berpikir panjang mengenai masalah dinamik yang membuat suatu lagu bisa mencapai suatu titik puncaknya.

Yang menjadi penyelamat dalam album ini adalah vokalis Galia Durant, yang sangat lihai dalam hal permainan dinamik. Dia tahu kapan harus bernyanyi lirih, dan kapan harus bernyanyi dengan segenap emosi yang kuat. Suara Galiant Durant, dalam tembang balada, “Make Up” - yang hanya menyajikan suara piano saja - mendapat fokus utama. Mendengar desahan suaranya, membuat kita langsung jatuh hati dengan lagu balada yang sangat manis ini.

Beberapa track dalam album ini memang sulit untuk dilewatkan begitu saja. Seperti “New Rubbers” dengan suara dasar yang menyerupai bunyi mesin kasir tradisional yang tengah dibuka, disertai dengan alunan suara yang lebih konvensional seperti suara biola dan juga suara keyboard yang umum digunakan. Lalu ada “Tricycle” dengan iringan perkusi yang diambil dari bunyi kaleng soda kosong yang dipukul, disertai melodi lagu yang easy listening, membuat lagu ini menjadi calon kuat untuk kembali mengisi soundtrack serial televisi lain di kemudian hari yang pada nantinya akan semakin menambah penggemar PSAPP di seluruh dunia.

The Best Party Ever

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Indie Music
Artist:The Boys Least Likely To
Menjadi dewasa, semakin banyak tuntutan yang harus kita selesaikan. Tuntutan untuk menyelesaikan perguruan tinggi, mencari kerja, mencari pasangan hidup, semua itu datang silih berganti seraya umur kita bertambah. Jika semua hal tersebut terasa semakin memberatkan, rasanya kita ingin kembali lagi ke masa kecil, disaat semua hal dijalani tanpa beban tanpa tuntutan yang harus dijalani. Yang ada hanya bermain dan bermain. Ketakutan yang ada hanyalah ketakutan-ketakutan kecil seperti tidak mendapatkan mainan baru dari orang tua atau takut terhadap monster setelah menonton film kartun.

The Boys Least Likely To melalui album debutnya yang bertajuk The Best Party Ever, sepertinya merupakan pelarian yang tepat disaat semua beban hidup menjadi manusia dewasa semakin menumpuk. Sebuah album yang membawa kita kembali kepada kenangan-kenangan masa kecil yang bahagia. Hidup dalam gambaran The Boys Least Likely To adalah hidup dengan warna cerah, secerah permen lolipop atau pelangi yang terbentang di angkasa.

Penggambaran dunia kanak-kanak dalam album ini dimulai dari kover album yang menyajikan gambar-gambar kartun dari binatang-binatang - menurut gambaran anak-anak - yang sedang memainkan alat musik. Lalu kita akan menjumpai judul-judul yang mencerminkan kepolosan dan juga ketakutan dari masa kanak-kanak. Seperti “I See Spiders When I Close My Eye”, “Monster”, “God Takes Care of The Little Things” ataupun “Warm Panda Cola” Semua itu dinyanyikan oleh vokalis yang juga penulis lirik, Jof Owen dengan indahnya. Ketakutan yang ada disajikan dengan semangat keceriaan dari seorang anak kecil yang tidak akan membuat hidupnya menjadi kelabu.

Kenaifan lirik yang dibuat Jef Owen dibungkus oleh musik yang menyenangkan yang dibuat oleh Pete Hobbs – pencipta lagu utama yang juga seorang multi instrumentalis. Dengan berbagai instrumen yang biasa dimainkan saat kanak-kanak, seperti glockenspiels dan suling rekorder, menambah keceriaan dunia kanak-kanak versi The Boys Least Likely To. Penambahan instumen banjo dan harmonika dalam album ini juga memberi aksen American country atau English folk yang cukup kuat. Album ini menampilkan ramuan musik pop yang sederhana namun cerdas. Dengan beberapa lagunya yang cukup outstanding seperti “Paper Cuts” dengan bebunyian synth yang menggelitik atau juga “Be Gentle With Me” dengan perpaduan glockenspiels dan banjo yang sangat padu.

The Best Party Ever adalah album yang tepat jika kamu mencari pelarian ditengah beban hidup yang semakin berat. Album ini juga cocok didengarkan saat pesta ulang tahun keponakan kita atau juga di sebuah kelas seni pada sebuah TK internasional - yang memungkinkan untuk mendengarkan sebuah album disaat sedang belajar. Biarkan anak-anak kecil itu menggerakan tubuhnya dan berdansa kecil mengikuti irama lagu. Kita yang melihatnya pasti juga akan merasa bahagia dan sejenak melupakan semua tuntutan hidup yang menanti untuk diselesaikan.

Monday, June 12, 2006

The Most Beautiful Songs in The World







Keindahan adalah
suatu rasa yang merefleksikan segala hal yang positif dalam kehidupan. Termasuk
di dalamnya adalah kebahagiaan, kebaikan, kecantikan, dll. Mungkin bagi setiap
orang keindahan yang dirasakan memiliki unsur-unsur yang berbeda-beda. Karena
keindahan itu adalah rasa yang kita rasakan secara personal
sebagai seorang
manusia.





Berikut ini adalah 20
lagu yang menurut saya adalah yang
paling indah yang pernah diciptakan di dunia ini. 20 lagu yang bisa membuat
saya merasakan keadaan damai, tentram, bahagia dan segala aspek yang menurut
saya indah saat mendengarkannya. Inilah lagu-lagu terindah yang pernah
diciptakan di dunia (tidak berdasarkan urutan)





  1. What a Wonderful World (Bob Thiele / George David Weiss)

lagu ini, Louis
Amstrong mengajak kita untuk bisa menikmati hidup melalui sesuatu yang
sederhana. Kita harus bersyukur masih bisa mendengar suara bayi menangis dan melihat mereka tumbuh
dewasa di sekitar kita, atau masih bisa melihat birunya langit di atas kepala kita yang bisa mencerahkan hari. Semua kesederhanaan itu yang membuat hidup ini lebih indah.





  1. La Vie En Rose (Edith Piaf)


La
Vie En Rose diambil dari bahasa Perancis yang mempunyai arti Life in Pink. Diciptakan dan juga dibawakan
pertama kali oleh Edith Piaf yang juga berasal dari Perancis. Semenjak itu
banyak artis yang telah membawakan ulang lagu ini. Yang paling terkenal mungkin
adalah versi dari Louis Amstrong. Lagu ini juga sering disertakan dalam film.
La Vie En Rose adalah sebuah lagu cinta yang singkat namun memiliki kedalaman
tersendiri. Mungkin hal tersebut yang membuat para filmmaker banyak menggunakan lagu ini ke dalam adegan romantisnya.





  1. What The World Needs Now is Love (Burt Bacharach / Hal David)


Lagu
ciptaan Burt Bacharach ini – yang dipopulerkan oleh Jackie De Shannon - mungkin adalah lagu yang paling sesuai
dengan keadaan dunia sekarang ini. Dunia
saat ini penuh akan kebencian dan peperangan. Yang kita butuhkan sekarang
hanyalah cinta bukan kebencian. Tidak masalah bahwa lagu ini membawa pesan yang
utopis. Karena kita pun masih boleh bermimpi.





  1. (They Long to Be) Close to You (Burt Bacharach / Hal David)


Tidak ada penyanyi yang
akan lebih cocok untuk menyanyikan lagu ini selain Karen dari The Carpenters.
Suara indahnya mampu membuat sepasang suami istri lanjut usia kembali merasa
seperti remaja yang tengah dimabuk cinta. Melalui The Carpenters, lagu cinta
ini mungkin adalah lagu yang paling populer yang pernah diciptakan oleh Burt
Bacharach.





  1. Moon River (Henry Mancini / Johnny Mercer)


Lagu
ini diciptakan komposer Henry Mancini khusus untuk film Breakfast at Tiffany’s
yang dibintangi aktris cantik Audrey Hapburn. Semenjak kepopuleran film
tersebut, banyak artis yang merekam ulang lagu ini ke dalam berbagai versi.
Mulai dari Frank Sinatra, Andy Williams, Lisa Ono sampai Morrisey. Tetapi
rasanya tiada yang lebih indah dari versi asli saat Audrey Hapburn menyanyikannya
dengan iringan sebuah gitar akustik di pinggir jendela apartemennya - pada
salah satu adegan dalam film tersebut. Sebuah versi yang sederhana dengan suara
Audrey Hapburn yang pas-pasan malah membuat lagu ini menjadi semakin bernyawa.





6. God Only Knows (Brian Wilson / Tony Asher)



Lagu indah ini diambil dari album klasik Pet
Sounds milik The Beach Boys. Diproduksi dengan sempurna oleh Brian Wilson,
dinyanyikan dengan penuh cinta oleh Carl Wilson - yang juga adik dari Brian
Wilson. Saat dirilis tahun 1966, lagu ini tercatat sebagai lagu pop pertama yang
menggunakan kata God untuk judul
lagu. God Only Knows menurut saya adalah salah satu lagu cinta terbaik yang
pernah direkam.





7. Here, There and Everywhere (John Lennon / Paul McCartney)



Dalam salah satu interviewnya, Paul
McCartney pernah mengakui bahwa lagu ini dibuat pada malam disaat dirinya dan
John Lennon pertama kali mendengarkan album Pet Sounds. Lagu ini adalah versi
The Beatles dari lagu God Only Knows milik The Beach Boys. Sebuah lagu balada
yang sangat manis yang dipersembahkan Paul McCartney untuk pacarnya saat itu,
Jane Asher.





8.
When I Fall In Love (Edward Heyman / Victor Young)



Lupakan
versi Glen Fredly dan Dewi Sandra yang membuat lagu ini seperti lagu cinta yang
buruk. Kembalilah mendengarkan versi asli yang dinyanyikan oleh Doris Day atau
juga Nat King Cole. Atau jika memungkinkan luangkanlah waktu untuk menonton
kembali film Sleepless in Seattle. Setelah itu pasti kamu akan menyadari bahwa
lagu ini sebenarnya sangat romantis.





9.
The Face I Love (Antonio Carlos
Jobim)



Suara
polos dari Astrud Gilberto serta melodi ringan yang dibuat oleh Antonio Carlos
Jobim, membuat lagu ini menjadi sangat menyenangkan. Mendengarkan nuansa riang
dalam lagu ini, membawa kita seakan akan seperti melihat Astrud Gilberto
menari-nari kecil seraya bernyanyi di tengah padang rumput yang luas dan
diantara bunga-bunga yang bermekaran.





10. The Waltz (Sijie Nergaard)





Iringan
seksi gesek yang menyayat hati, menjadi sebuah jembatan yang sempurna bagi
masuknya suara bening dari Siljie Nergaard di awal lagu. Ada perasaan nyaman
saat mendengarkan bagian tersebut. Terlebih pada kelanjutan lagu yang
keseluruhannya berirama waltz. Seperti berdansa dengan kekasih di lantai dansa
yang kosong pada sebuah pesta yang telah usai.



11. Bridge Over Trouble Water (Paul Simon)





Mungkin
jika Simon and Garfunkel tidak pernah menciptakan lagu ini, kita tidak akan
pernah mendengar lagu Cayman Island dari Kings of Convenience. Bahwa Kings of
Convenience membawa nafas yang kurang lebih sama dengan pendahulunya Simon and
Garfunkel, mungkin tidak kita ragukan lagi. Lagu ini sendiri membawa pesan
positif untuk orang yang sedang dilanda kesusahan. Disajikan dengan sangat
menyentuh melalui iringan piano yang mendominasi pada hampir keseluruhan lagu
dan tentunya dibalut oleh perpaduan harmonis suara Paul Simon dan Art Garfunkel
yang tiada duanya.



12. Over The
Rainbow (
Harold Arlen / Yip Harburg)



Lagu ini pertama kali dipopulerkan oleh Judy Garland
dalam Wizard of Oz. Semenjak itu, Judy Garland selalu identik dengan lagu ini.
Menariknya lagi, karena Judy Garland juga dikenal sebagai gay icon, maka lagu ini juga dijadikan sebagai gay anthem oleh kaum penyuka sesama jenis. Saya sendiri bukan penyuka
sesama jenis tetapi saya sangat mencintai lagu ini. Nada yang ditampilkan
begitu kuat dan megah, membuat kita akan bergidik jika lagu ini dinyanyikan
oleh penyanyi yang tepat. Seperti saat salah satu finalis American Idol, Katherine
Mcphee menyanyikannya dengan sempurna.





13. White
Christmas (
Irving Berlin)



Lagu
ini adalah salah satu lagu natal favorit saya. Walau sampai sekarang, saya
belum merasakan apa yang sesungguhnya dikatakan sebagai white christmas yang dipenuhi oleh salju dan pohon-pohon cemara di
depan rumah. Hingga kini, saya selalu memimpikan mendengarkan lagu ini di
tengah hujan salju. Lagu ini dipopulerkan pertama kali oleh Bing Crosby, yang
namanya juga menginspirasi pelawak legendaris negeri ini untuk mengganti nama
depannya menjadi Bing Slamet.





14. He Ain't Heavy He's My Brother (Bobby Scott / Bob Russell)



Mendengarkan
lagu ini, membawa ingatan saya kepada sebuah iklan di televisi yang saya tonton
sewaktu kecil. Iklan itu menampilkan 2 ekor gajah – yang tampak seperti kakak
beradik - yang sedang berjalan di tengah padang pasir. Mereka bersenda gurau dengan
cara mereka sendiri. Lagu ini mengalun mengiringi perjalanan dari kedua gajah
tersebut. Lagu dan gambar yang ditampilkan dalam iklan tersebut sangat selaras
dan menyentuh. Suara harmonika yang terkesan rapuh pada intro lagu, membuat
lagu milik The Hollies ini terasa lebih getir namun indah untuk dinikmati.





15. The Sound of Music (Richard Rodgers / Oscar Hammerstein)



Lagu
ini adalah main theme dari film
legendaris yang berjudul sama yaitu The Sound of Music. Ditampilkan pada bagian
pembuka, dimana tokoh Maria yang diperankan oleh Julie Andrews menyanyikan lagu
ini di tengah bukit hijau yang terbantang. Lagu ini sendiri sudah mempunyai
melodi yang indah dan karena diperkuat oleh adegan tersebut, membuat lagu ini
menjadi kecintaan semua orang yang
menonton film The Sound of Music.





16. Climb
Ev’ry Mountain
(Richard Rodgers / Oscar Hammerstein)





Lagu ini adalah salah satu dari lagu-lagu indah
yang khusus diciptakan Rodgers dan Hammerstein untuk film The Sound of Music. Lagu
ini ditampilkan pada bagian penutup dari film, dimana keluarga
Von Trapp pada akhirnya melepaskan diri dari tirani Nazi, ditandai
dengan adegan mereka sekeluarga mendaki bukit-bukit hijau diantara pegunungan
Alpen yang indah. Lagu, latar, adegan dan pesan kesemuanya sangat menyatu
sehingga menimbulkan kesan yang mendalam.



17. Overjoyed
(Stevie Wonder)



Saya mengibaratkan lagu ini seperti air sungai
yang mengalir tidak begitu deras. Mengalun ringan, membuat kita seperti ingin
segera merasakan aliran airnya. Sekedar untuk membasuh kaki. Atau mengamati
jalannya air yang mengalir. Ditambah lagi dengan sayup-sayup suara burung-burung
yang bernyanyi di sepanjang lagu, membuat lagu ini menjadi begitu damai. Lirik
yang sebenarnya tidak membahagiakan terasa menjadi membahagiakan.





18. New Snow (Billy Barber)



Lagu ini dibawakan oleh grup yang bernama Flim
and The BB’s. Saat mendengarkan lagu ini, bayangkanlah pada situasi dimana kamu
sedang berada di dekat perapian di sebuah rumah di negeri 4 musim. Dengan
secangkir coklat panas di tangan. Menghangatkan diri di tengah cuaca yang kian
dingin. Di luar jendela, terlihat salju mulai turun dengan indahnya.
Bertebangan, mengikuti angin yang juga kian kencang. Hinggap di antara
ranting-ranting yang mengering. Lalu pada akhirnya jatuh satu demi satu.





19. Across The Universe (John Lennon / Paul
McCartney)



Suara kepak burung dalam intro lagu ini seperti
membawa kita terbang bersama John Lennon melintasi jagat raya dalam perjalanan spiritualnya. Lagu ini sangat anggun dan eksotis. Tidak
mengherankan, karena lagu ini adalah hasil kontemplasinya selama di India, yang
pasti dipenuhi akan muatan-muatan spiritual. Lagu ini memang sarat perenungan
sekaligus sebuah gambaran yang sangat tepat dari karakter seorang John Lennon
yang sama sekali bertolak belakang dengan karakter dari pasangan ‘jiwa’nya,
Paul McCartney.





20. Gymnopedie no. 1 (Erik Satie)



Sebuah lagu indah akan
tetap terdengar indah walaupun tidak disertai lirik. Lagu ini salah satunya.
Sebuah lagu instrumental karya Erik Satie, seorang musisi minimalis dari
Perancis. Lagu ini bisa dikatakan sebagai titik awal berkembangnya musik yang
dinamakan Ambient Music - yang pada
nantinya dipopulerkan oleh musisi Brian Eno. Lagu ini menampilkan melodinya
yang sangat terkenal, sehingga banyak musisi yang menyisipkan melodi ini ke
dalam lagu-lagu mereka. Dari mulai Endorphin di dalam kompilasi Cafe Del Mar
sampai musisi tanah air, Sore di dalam lagu mereka yang berjudul Mata Berdebu.










Wednesday, June 7, 2006

060606 : Antara Band, Skripsi, Teman Lama, dan Lalu Lintas Jakarta yang Menyebalkan



Tanggal 6 Juni 2006
kemarin, merupakan hari yang menyenangkan bagi gw. Pertama Ballads of The
Cliche merilis cd terbarunya. Sebuah cd singel untuk pemanasan full album yang
sebentar lagi juga akan dirilis. Disamping itu, cd ini dirilis dalam rangka
meneruskan tradisi untuk mengeluarkan rilisan terbaru pada tanggal-tanggal
spesial - yang juga pernah dilakukan Ballads pada tahun 2005 lalu di tanggal 5
bulan kelima.





Untuk mempromosikan
cd terbaru ini, Ballads dijadwalkan untuk melakukan sesi interview dan juga
untuk tampil secara langsung di radio Trax FM. Acaranya sendiri akan
berlangsung dari jam 7 sampai jam 8 malam. Siang harinya, gw berencana menemui
seorang teman dari IKJ, untuk keperluan pengerjaan skripsi. Gw janjian di
kantor Multivision di daerah Roxy, dimana teman gw tersebut sedang terlibat
produksi sebuah tayangan FTV. Gw janjian sekitar pukul 11 siang. Tetapi di
tengah perjalanan, teman gw memundurkan jadwalnya, karena dia masih ada urusan
yang belum selesai. Karena jadwalnya dimundurkan hingga jam 1, gw memutuskan
untuk mengisi waktu di sebuah warnet terdekat.





Saat online, gw chat dengan seorang teman lama yang juga
adalah tetangga sebelah rumah. Kita berkawan semenjak kecil. Satu sekolah juga
dan satu angkatan saat SMA. Tetapi semenjak kuliah, gw jadi jarang bertemu.
Teman gw tersebut sudah lulus kuliah pada pertengahan tahun lalu. Sekarang dia
bekerja di Balikpapan. Tiba-tiba teman gw tersebut bertanya kepada gw. “Mas,
tahu kenalan band-band yang bawain black music gak?” Gw menjawab “Untuk apa Do?”
lalu datanglah sebuah jawaban yang cukup mengejutkan. “Untuk kawinan gw Mas,
bulan Agustus. Gw belum kasih tahu lo yah? Gw mau nikah. Lo harus dateng ya.”
Gw kaget. Sebelumnya gw belum pernah mendengar kabar mengenai rencana
pernikahan dia. Memang dia pacaran dengan cewenya sudah tahunan. Tetapi gak
nyangka aja dia bakal menikah di umur yang masih sangat muda. Dia lahir tahun
84.





Setelah percakapan
via YM tersebut, gw jadi berpikir. Sepertinya sudah banyak teman gw yang
seumuran yang sudah melangkah lebih jauh dalam kehidupannya. Banyak yang sudah
kerja. Ada juga yang sudah menikah. Sedangkan gw, rasanya masih berada di titik
yang sama dan masih terjerat dengan apa yang dinamakan perguruan tinggi yang semakin lama semakin
memuakkan.





Waktu kian
mendekati jam 1 siang. Gw harus segera bergegas menuju daerah Roxy. Perjalanan yang
sebenarnya mempunyai jarak yang tidak begitu jauh, terasa begitu lama.
Disebabkan seperti biasa oleh kemacetan Jakarta yang sangat menyiksa. Ditambah
terik matahari yang membuat keringat terus bercucuran di tubuh. Sesampainya
disana, teman gw langsung mengajak makan siang, sambil berdiskusi mengenai
skripsi gw. Teman gw tersebut juga meminjamkan beberapa buku sebagai referensi
tambahan untuk bahan skripsi. Selain
berbincang mengenai skripsi, dia juga banyak
berkeluh kesah mengenai pekerjaannya sebagai asstrada, yang sangat melelahkan.
Disitu gw jadi tahu seluk beluk dunia
perfilman. Dari mulai cerewetnya seorang produser sampai masalah casting yang
setiap harinya selalu dipenuhi oleh berbagai orang yang mempunyai mimpi besar
untuk menjadi bintang.





Tidak terasa sudah
jam 3 sore. Tujuan berikutnya ke toko Hey Folk milik anak-anak Ballads, yang berada
di daerah Mayestik. Rencananya kami semua berkumpul disana dulu sebelum berangkat bersama menuju Trax
radio di bilangan Thamrin. Jakarta pada jam segitu jauh lebih padat dibandingkan
siang hari. Kemacetan di depan Roxy Mas sudah semakin parah. Gw menunggu bis
jurusan Slipi juga tidak kunjung datang. Sedangkan hari sudah semakin sore. Agar
tidak buang waktu, gw memutuskan untuk langsung menuju Trax radio dengan
menggunakan busway.





Gw naik busway dari
Grogol. Sesaat setelah sampai disana, gw melihat antrian yang sangat padat dari
orang-orang yang sedang menunggu busway. Karena begitu padatnya antrian, banyak
dari calon penumpang yang mau membeli tiket terpaksa harus menunggu hingga
antrian orang yang sudah membeli tiket bisa terangkut lebih dahulu ke dalam
busway. Gw yang sudah mendapat tiket juga harus menunggu kedatangan busway yang
tidak kunjung tiba. Kira-kira setelah 20 menit, akhirnya busway yang ditunggu
baru datang. Sialnya penumpang di dalam busway juga sama banyaknya. Sehingga
penumpang baru yang diperbolehkan masuk sangat sedikit. Terpaksa gw menunggu
busway yang selanjutnya. Terhitung 3 busway yang datang, gw juga belum bisa
masuk. Hingga akhirnya saat busway
berikutnya datang, gw dengan segenap tenaga, berusaha menerobos antrian yang
padat tersebut. Akhirnya gw bisa masuk ke dalam busway. Walaupun posisi gw
sangat dekat dengan pintu masuk. Pemandangan di dalam juga sama padatnya dan tidak
menyisakan ruang gerak sedikit pun untuk penumpang.





Setelah perjuangan
naik busway tadi, tibalah gw ke Sarinah, Thamrin. Dimana radio trax FM berkantor
di lantai 8. Tidak berapa lama, anak2 yang lain berdatangan. Setelah itu gw
melakukan cek sound. Beberapa kerabat turut hadir disitu. Ada Agi, yang sudah
mau meluangkan waktu untuk datang, di tengah stresnya dikejar deadline untuk majalah
Trax, kemudian ada Yoshi yang juga menyempatkan untuk turun ke bawah di tengah
kesibukannya di O Channel yang juga berkantor di gedung yang sama. Lalu ada
Dini, David, Adit dan Puri yang juga datang. Untuk nama terakhir tadi, adalah
teman sekomplek dan juga teman seangkatan gw saat SMA. Gw juga sudah lama tidak
bertemu. Ternyata dia sekarang siaran di salah satu radio yang juga berkantor
di Sarinah. Sebelumnya dia memang telah siaran di radio tersebut, saat dia masih
kuliah di Bandung.





Akhirnya acara
dimulai. Ballads memainkan 4 lagu, 2 lagu dari cd yang baru dirilis, dan 2 lagi
dari full album yang akan dirilis. Sesi interviewnya juga berjalan seru dan
penuh tawa. Saat break lagu, gw ke kamar kecil.
Disana, tanpa sengaja, gw bertemu teman SMA gw yang lain, bernama Anin. Yang
berada di Sarinah untuk menjemput cewenya yang juga bekerja di salah satu radio
di situ. Gw juga banyak berbincang dengannya. Dia juga sudah lulus. Kemarin
baru saja resign dari kerjaannya dan sekarang sedang bersiap mengambil S2. Ya
ampun, gw S1 aja belum selesai, teman gw sudah mau S2. Sekali lagi gw jadi
berpikir, gw sudah tertinggal jauh dari teman-teman gw. Setidaknya mereka sudah
ada tujuan pasti dalam hidupnya. Sedangkan gw, setelah lulus juga masih bingung
mau kemana.





Setelah selesai
acara, gw harus bersiap untuk balik ke Bandung pada pukul 10 malam. Karena esok hari jam
7 pagi ada kuliah. Siangnya, skripsi gw juga telah menanti untuk dikerjakan
kembali. Sebuah hari yang melelahkan tapi sekaligus menyenangkan. Kemudian hari yang indah kemarin ditutup dengan alunan suara Sufjan
Steven yang berkumandang mesra di telinga. Membuai gw hingga tertidur di tengah perjalanan
ke Bandung, untuk kembali menjadi pejuang skripsi.



















Yang tersisa dari dapur rekaman




semua foto oleh satria ramadhan

Saturday, June 3, 2006

My Daily Horoscope - based on Friendster



Virgo (Aug 23 - Sep 22)


The Bottom Line


Your energy is coming into a brighter phase; things will suddenly become clearer.


In Detail


Watch your coffee consumption, because you will wake up with all the
energy you need to blast into your day like a cheerful rocket! What's
caused this good vibe injection? The prime suspect is a new person in
your life who is showing you many new ways to look at the world, and
their good humor is contagious. Things are becoming a lot simpler, in
part because they are becoming a lot clearer. Everything has its
purpose, and you should make the most of it!



note : masalah coffee bener banget. semakin hari tampaknya menjadi semakin adiksi. gawat.