Friday, July 27, 2007

Menjelang Dirilisnya Evergreen


Dalam hitungan hari debut album penuh Ballads of the Cliche akan segera dirilis. Mengerjakan album ini benar-benar menguras energi dan pikiran kami semua. Begitu banyak permasalahan yang harus kami hadapi. Mulai dari kendala ekonomi, jarak, kesibukan pribadi masing-masing personil, teknis rekaman, judul album sampai kover album. Namun pada akhirnya, semua permasalahan tersebut juga menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kami semua. Lega rasanya, akhirnya album yang penuh perjuangan ini bisa dirilis ke publik dalam waktu dekat ini.

Proses penulisan materi album ini dilakukan semenjak tahun 2004 sampai 2007. Bahkan ada satu lagu yang saya tulis di tahun 2000, tiga tahun sebelum Ballads of the Cliche terbentuk. Setiap lagu yang ada di album ini dikerjakan dengan penuh ketulusan dan kejujuran. Tanpa ada tekanan untuk memenuhi kuota album, tanpa ada niatan untuk meniru siapapun, tanpa ada agenda untuk menyombongkan diri dan menunjukkan kehebatan musikalitas kami. Yang ada hanyalah kami menulis musik yang kami cintai, musik yang kami harapkan bisa menjadi teman yang setia di dalam kehidupan setiap orang yang mendengarkan album ini. Kami berharap album ini bisa menemani disaat-saat bahagia, sedih, sepi ataupun menemani anda di dalam kendaraan baik itu di tengah kemacetan kota besar atau juga di tengah perjalanan panjang ke luar kota.

Mudah-mudahan anda semua bisa menyukai lagu-lagu kami seperti juga kami mencintai setiap lagu yang ada dalam album ini.

Thursday, July 19, 2007

Cross

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Dance & DJ
Artist:Justice
Noise adalah suara yang paling dihindari - baik itu di atas panggung maupun saat di dalam studio - oleh para musisi yang terbiasa memainkan instrumen musik elektrik. Terkadang kabel jack yang menghubungkan instrumen elektrik pada amplifier tidak begitu bagus kondisinya, sehingga sering menimbulkan noise yang sangat menganggu untuk didengar. Namun setelah saya mendengarkan “Waters of Nazareth” yang ada dalam debut album Justice ini, pandangan saya terhadap noise yang berisik dan kotor tersebut telah berubah. Kini noise bukan lagi musuh utama di dalam musik. Melainkan bisa menjadi elemen penting yang akan memperkaya musik itu sendiri.

Saya tidak habis berpikir bagaimana dua pemuda asal Perancis ini bisa meramu noise yang gaduh sedemikian rupa sehingga bisa membuat suatu orkestrasi suara yang indah dan adiktif untuk didengar. Begitu juga pada “New Jack”, dimana drum dan bas disusupi oleh pihak ketiga – dalam hal ini noise – yang bersahut-sahutan dengan robot-voiced synthesizers lalu menghasilkan sebuah dance music yang sangat subtil yang secara stimultan bisa membuat beberapa bagian tubuh manusia untuk bergerak dengan sendirinya.

Di luar itu semua, yang pasti album ini memberikan banyak jawaban mengapa Justice - sebagai sebuah grup baru - bisa dibicarakan banyak orang serta menarik perhatian yang begitu besar jauh sebelum album debut mereka dirilis baru-baru ini. Sebelumnya, saya mengetahui keberadaan grup Justice dari teman saya Adit Ngkud. Dia sering sekali membahas grup Justice di halaman Multiplynya. Saat itu saya belum pernah mendengar musiknya, namun saya juga belum tergerak untuk mengunduh musik mereka. Sampai suatu malam saat sedang menonton televisi, saya melihat video musik dari lagu “D.A.N.C.E.” Dan mulai detik itu rasa ketertarikan saya terhadap grup ini mulai tumbuh. Singel “D.A.N.C.E.” memang sangat ramah di telinga siapapun. Menyajikan refren yang sing along, atmosfir feel-good song yang menyenangkan, dan beat dansa yang bergairah.

Namun Justice tidak hanya bisa membuat gadis-gadis Hipster bergembira di lantai dansa, namun mereka juga mampu untuk membuat ilustrasi musik dari mimpi buruk setiap orang. “Stress” dibuka dengan patahan-patahan string section yang dramatis yang seakan-akan mengiringi kita pada near death experience di dalam mimpi yang buruk. Lagu ini juga membawa saya kembali ke memori masa kecil. Disaat saya ketakutan sewaktu menonton video klip “Thriller” dari Michael Jackson. Nuansa yang kurang lebih sama juga ada dalam track pembuka “Genesis” yang intro megahnya terdengar seperti musik penyambutan di sebuah kerajaan kegelapan.

Tetapi mau segelap apapun musik Justice, tema besar dari keseluruhan album ini tetaplah pada musik dansa. Musik yang bisa diputar di lantai dansa atau apapun yang berkaitan dengan pesta, bersenang-senang dan mabuk. Sementara “Dvno” adalah musik pengantar untuk pergi ke pesta, pada “Valentine” Justice memberikan musik yang tepat untuk mengembalikan kesadaran serta memulihkan kepala yang masih berputar-putar setelah meminum banyak alkohol di suatu pesta yang liar.

Album debut ini yang tidak diberi judul dan hanya menggunakan simbol salib (Cross), menawarkan sebuah petualangan musikal yang mengasyikkan. Menyajikan berbagai mood yang berbeda dengan produksi yang sangat baik yang dihasilkan dari bebunyian analog synthesizers, retro keyboards, fuzzy distortion, funky basslines dan drum machine yang dimainkan secara buas, rapat dan detil. Yang keseluruhannya bermain pada berbagai cakupan wilayah musik elektronika seperti breakbeat/electro/house/club/Miami bass/trance atau bahkan genre yang sedang hip sekarang ini yang dinamakan nu-rave. Sebenarnya saya tidak peduli dengan semua genre tersebut, karena mau apapun genrenya, album ini tetap akan membuat badan dan pikiran saya untuk bergerak.

Wednesday, July 18, 2007

Holgrafis




Saya mencoba bereksperimen dengan foto-foto Holga yang telah saya cetak. Eksperimen ini saya lakukan berdasarkan tips dari salah satu teman saya di Lomonesia. Hanya dengan cairan pemutih pakaian, beberapa batang lidi dan sebuah sikat gigi, foto-foto Holga tersebut sudah bisa mendapatkan sedikit sentuhan grafis. Lalu saya juga bereksperimen dengan menambahkan tulisan yang dihasilkan dari mesin tik. Ini hasil uji coba saya yang pertama. Masih ngasal dan gak kekonsep. Mungkin berikutnya akan lebih serius.hehe..

Tuesday, July 17, 2007

Membuat Avatar The Simpsons

Dalam rangka menyambut film layar lebar pertama dari The Simpsons dan juga setelah melihat RyanKoesuma dan ArioSapi yang telah sukses menerjemahkan karakter dirinya dalam bentuk avatar ke dalam karakter khas The Simpsons, maka saya juga tergerak untuk mencoba membuat hal yang sama. Setelah dicoba ternyata cukup mengasyikan. Seperti membuat karakter dalam permainan The Sims. Namun disini lebih banyak pilihannya. Kita bisa memilih rambut, muka, mata, mulut sampai pakaian yang kira-kira sesuai dengan diri kita. Agak membingungkan juga sebenarnya karena pilihannya cukup variatif. Setelah melalui proses pemilihan yang cukup membingungkan dan sedikit proses editing, ini hasilnya.

Rugi rasanya kalau ke Springfield dan tidak berkunjung ke Moe’s Bar yang legendaris itu. Maka dari itu saya memberanikan diri kesana, walau pasti Homer tidak suka akan kehadiran orang baru.

Tuesday, July 3, 2007

RAED TIHS

Cdnuolt blveiee taht I cluod aulaclty uesdnatnrd waht I was rdanieg. The phaonmneal pweor of the hmuan mnid, aoccdrnig to a rscheearch at Cmabrigde Uinervtisy, it dseno't mtaetr in what oerdr the ltteres in a wrod are, the olny iproamtnt tihng is taht the frsit and lsat ltteer be in the rghit pclae.

The rset can be a taotl mses and you can sitll raed it whotuit a pboerlm. Tihs is bcuseae the huamn mnid deos not raed ervey lteter by istlef, but the wrod as a wlohe. Azanmig huh? Yaeh and I awlyas tghuhot slpeling was ipmorantt!