Wednesday, December 23, 2009

All I Want For Christmas is ...

Tahun ini adalah tahun kedua saya membagikan kompilasi Natal via internet. Masih sama seperti kompilasi tahun lalu, kompilasi tahun ini juga berisi lagu-lagu tradisional Natal dan juga lagu-lagu bertema Natal dari berbagai musisi dan grup musik favorit saya.

Untuk judul kompilasi tahun ini, All I Want For Christmas is____, saya sengaja mengosongkan bagian terakhir dari kalimat untuk dapat diisi sendiri sesuai keinginan atau permintaan kalian masing-masing untuk hari Natal ini.

Hal tersebut berkaitan dengan foto sampul kompilasi ini yang menampilkan salah satu instalasi yang saya kerjakan bersama teman-teman kantor untuk Singapore Design Festival 2009 yang berlangsung di akhir bulan November lalu.

Instalasi ini bernama The Wishing Tree, dimana konsepnya setiap orang yang melewati pohon ini dapat mengambil tag yang telah kami sediakan untuk kemudian mengisi tag tersebut dengan keinginan atau harapan mereka di masa depan. Setelah itu, tag-tag tersebut dipasang di ranting-ranting dari The Wishing Tree.

Sayangnya, belum ada seminggu saya dan rekan-rekan memasangnya di salah satu jembatan penyeberangan di kawasan Clarke Quay, instalasi ini pun hilang begitu saja. Sangat mengejutkan bahwa instalasi pohon yang berbahan akrilik ini - yang sebenarnya rapuh untuk dibawa-bawa - dapat lenyap di kawasan yang setiap harinya selalu ramai.

Akhirnya kami harus merelakan The Wishing Tree tersebut hilang dan berganti nama menjadi The Missing Tree. :D

Jadi kompilasi Natal tahun ini saya tunjukkan untuk The Wishing Tree yang mudah-mudahan kini bersemayam dengan manis di rumah orang yang memang membutuhkannya.

Silahkan klik foto The Wishing Tree di bawah ini untuk dapat mengunduh kompilasi.


Untuk tracklistnya, dapat dilihat di sampul belakang ini.


Selamat Natal dan tahun baru. Semoga semua harapan dan keinginan kita semua dapat terkabul segera. :)

Sunday, December 20, 2009

Dimas Ario's Favourite Albums of 2009

Seperti tahun 2007 dan 2006 (minus tahun lalu karena tidak sempat), saya membuat list dari album-album favorit sepanjang tahun.

Tahun ini, saya mencoba menyusun list dari album-album rilisan tahun 2009 yang menjadi favorit dengan pembagian kategori-kategori yang saya buat sendiri. Kategori ‘asal-asalan’ ini secara tidak langsung juga menjadi alasan mengapa album-album ini adalah favorit saya.

Dalam list ini, saya juga menyertakan satu lagu dari masing-masing album sebagai preview yang mudah-mudahan sedikit banyak bisa menjadi penggambaran musikal (bagi yang belum mendengar) dari album-album yang saya sebutkan.

Lagu-lagu preview tersebut dapat diunduh dengan mengklik tombol play yang ada di bawah dari setiap gambar sampul album.

Jika ingin mengunduh mix dari keseluruhan lagu yang ada, silahkan klik pada gambar di bawah ini.



Jadi inilah album-album favorit yang dirilis sepanjang tahun 2009 ini. (tidak berdasarkan urutan)


Album tersukses dalam meneruskan demam Afro Pop sekaligus menjadi pengisi kekosongan paling baik sebelum album baru Vampire Weekend dirilis di tahun depan:

The Very Best – Warm Heart of Africa


Chalo


 
Album rilisan tahun ini yang memiliki kemungkinan terbesar akan masuk dalam soundtrack film Sofia Coppola selanjutnya:

 Phoenix - Wolfgang Amadeus Phoenix



 Girlfriend

 

 Album alter ego terbaik dan paling ambisius di tahun ini:

 Atlas Sound – Logos


 Shelia

 
Album 2009 yang paling mencerminkan semangat female singer songwriter 70an yang dulu pernah dikibarkan oleh Carole King dan teman-teman seangkatannya:

 Diane Birch – Bible Belt


 Fools

 
Feel good album yang dihasilkan oleh seseorang yang merasa kehidupannya lebih baik setelah mengakhiri hubungan percintaannya dengan salah satu wanita tercantik di dunia:

 Devendra Banhart – What We Will Be


 Baby

 
Album terbaik yang dihasilkan dari dataran Skandinavia di tahun 2009:

 Loney Dear – Dear John


 I Was Only Going Out


 
Album yang paling mengharu biru di tahun ini melalui kesedihan yang diagungkan dengan indah dan bersahaja:

 The Leisure Society - The Sleeper


 The Last of the Melting Snow


 
Album tersukses yang dihasilkan oleh pengikut jejak Arcade Fire yang bisa menjadi contoh baik dalam membedakan kata terinspirasi dan menyadur:
 
Fanfarlo – Reservoir


The Walls Are Coming Down


 

 Album kolaborasi tersantun sekaligus paling menyenangkan di tahun 2009 ini:
 
The Pastel and Tenniscoats – Two Sunset


Vivid Youth


 
Album folk terkontemporer di tahun 2009 yang mungkin saja bisa menjadi referensi penting bagi musisi folk di tahun 2050:

Bibio - Ambivalence Avenue

 
Ambivalence Avenue


 
Album terbaik yang dihasilkan oleh segerembolan pecinta Sarah Records yang bersekolah di Institut Redefinisi Suara Dalam Ranah Musik Pop  (IRSDRMP) yang didirikan oleh My Bloody Valentine:
 

The Pain of Being Pure at Heart - The Pain of Being Pure at Heart


Everything With You


 
Abum instrumental yang bisa dinikmati semua orang dan patut mendapat perhatian lebih, namun sayangnya album ini berada di luar radar banyak orang:

Perhapsy – Perhapsy


Bow Song

 

Album dengan atmosfir terkosong di tahun 2009 sekaligus menjadi album tengah malam terbaik:

The XX – XX


Crystalised


 
Album yang sebisa mungkin saya hindari untuk masuk ke dalam list ini karena sudah banyak masuk di dalam list album terbaik 2009 di berbagai media, namun apa daya saya cantumkan juga karena musiknya yang memang di atas rata-rata:
 
Animal Collective - Merriweather Post Pavillion


My Girls


Album dengan muatan gravitasi terendah di tahun ini sehingga bisa menjadi pengiring sempurna ketika sedang berada di luar angkasa:
 
Lunar Testing Lab - Seashore Blvd


Black Sands


 
Album barat paling ketimuran di tahun 2009:

Taken by Trees – East of Eden


Anna


 
Album indiepop terfavorit tahun ini yang kembali mempertemukan aura Burt Bacharach dengan nafas Antonio Carlos Jobim:

Giorgio Tuma – My Vocalese Fun Fair


And Three Parasol Star

 

Album paling ‘Queen’ sepanjang 2009 namun minus nuasa flamboyan ala Freddy Mercury:

Fun – Aim and Ignite


Light A Roman Candle With Me

 

Album folk dari female singer songwriter berbakat dan paling rendah hati di tahun ini yang terlupakan untuk masuk ke dalam banyak list album terbaik 2009:

 
Sharon Van Etten - Because I Was in Love


Much More Than That

 


Album dengan nuasa tercerah di tahun ini sekaligus menjadi album yang seharusnya bisa dirilis oleh almarhum Mang Udel dari Losmen:


Dent May - The Good Feeling Music of Dent May & His Magnificent Ukulele



Love Song 2009


 

 
Bonus:


Mini album favorit di tahun 2009:

1. Washed Out – Life of Leisure

2. Josh Rouse – Valencia

3. The Pains of Being Pure of Heart - Higher Than The Stars

4. Brown Recluse – The Soft Skin

5.Andrew Bird - Fitz and the Dizzyspells

 
 
Rilisan lokal terfavorit di tahun 2009:

1. Risky Summerbee and the Honeythief – The Place I Wanna Go

2. The Trees and the Wild - Rasuk

3.Cascade – Pieces of the World

4. Tika and The Dissidents – The Headless Songstress

5. The S.I.G.I.T – Heart Dyslexia

 

Tuesday, November 10, 2009

Mari Sambut: Kentang Radio

Sungguh malang memang nasib radio. Keberadaannya dalam dunia media selalu rapuh untuk tiada dan ditinggalkan. Terutama jika sebuah teknologi media baru telah diciptakan.

Jika dulu di tahun 1979, The Buggles menyanyikan “Video Kills The Radio Star”, seperti seruan di kala itu yang mengingatkan akan sebuah era yang rasanya akan mulai berakhir.

Kini 30 tahun setelah itu, umur radio ternyata masih belum berakhir. Radio masih digemari oleh banyak orang. Walaupun keberadaanya kini kembali terancam oleh kehadiran internet yang membuat orang bisa mendengarkan musik apa saja yang mereka mau, kapan saja dan (hampir) dimana saja.

Namun, media internet itu tidaklah sekejam ibu tiri. Ia tidak begitu saja menyingkirkan radio. Internet dapat membuat hubungan mutualisme yang harmonis antara radio. Kini banyak radio konvensional yang dapat juga streaming di internet. Jadi pendengar sebuah radio yang tadinya hanya ada di area yang dijangkau oleh gelombang dari pemancar, kini bertambah luas dengan adanya streaming di internet.

Karena fasilitas streaming ini juga yang menjadi bidan dari lahirnya begitu banyak radio online sekarang ini. Kehadiran radio online ini hampir sulit untuk terdeteksi karena sifatnya yang independent. Saya juga tidak tahu berapa banyak radio online yang sudah ada di Indonesia sekarang ini.

Namun ada sebuah radio online yang baru saja saya temukan dan langsung membuat saya terkesima. Radio ini mengudara sesuka hati mereka. Tidak ada jadwal pasti. Sepertinya mengikuti jadwal sang DJ dan juga bergantung pada koneksi internet yang ‘angin-anginan’. Atau malah tergantung pendengar sedang ingin mendengarkan atau tidak. Seperti kemarin mereka bertanya di wall Facebook mereka: PENGENNYA Kentang Radio SIARAN GAK MALEM INI ???


Nama radio ini Kentang. Entah apa maksud di balik namanya itu. Kena tanggung? Iya, mendengarkan radio ini bisa kena tanggung jikalau tiba-tiba koneksi internet terputus disaat kita sedang menikmati sebuah lagu dari situ.

Ah, tapi apa artinya sebuah nama. Yang terpenting dari radio ini adalah materi dari lagu-lagu yang diputarnya. Dan juga soal bagaimana radio ini memanfaatkan salah satu jajaring sosial terbesar yang ada di dunia maya saat ini sebagai rumah mereka.

Radio Kentang bisa didengarkan atau streaming di laman Facebook mereka. Tinggal klik tombol listen, maka langsung muncul perangkat streaming yang dapat memperlihatkan judul lagu yang tengah diputar dan berapa jumlah orang yang sedang mendengarkan streaming di saat itu.

Radio ini juga memberi fasilitas bagi pendengar untuk chatting. Ya, mereka tahu benar kebiasaan orang Indonesia yang suka mengobrol tanpa juntrungan. Jadi diberilah fasilitas chatting agar orang bisa langsung komentar atau request atau bicara tidak penting lainnya disitu. Yang menarik sang DJ juga turut terlibat dalam chat tersebut. Karena itu terjadilah pembicaraan langsung antara penyiar dan pendengar.

Maaf, rasanya kata penyiar kurang tepat jika kita berbicara mengenai Radio Kentang. Mungkin sebutan DJ lebih tepat. Karena dari beberapa hari ini saya mendengarkan siaran mereka, hanya satu kali ada penyiar yang berbicara langsung di depan microphone diantara jeda lagu. Sisanya, siaran Radio Kentang hanya memutar lagu saja. Lagipula sudah ada fasilitas chatting jika kita ingin ‘mendengar suara’ sang DJ.

Karena berbagai ketidaklaziman itulah yang membuat radio Ketang bukanlah radio konvensional. Bisa dikatakan Radio Kentang adalah penyemarak dari perkembangan web 2.0 melalui penggunaan jejaring sosial sebagai medium dan runtuhnya dinding antara pendengar dan penyiar atau pemutar lagu atau DJ atau apapun itu sebutannya.

Salah satu yang membuat saya terkesima akan radio ini adalah materi lagu-lagu yang mereka putar. Satu waktu mereka memutar lagu-lagu Indonesia dari era 80an, mulai dari Denny Malik hingga lagu Senam Kesegaran Jasmani 88. Satu waktu lagi mereka memutarkan lagu-lagu aneh bin ajaib dari segala penjuru Asia Tenggara.

Mereka tidak peduli ketika memutarkan lagu Guruh Soekarno Putra yang berdurasi lima belas menit lamanya. Atau tiba-tiba memutarkan lagu daerah Minang di sebuah malam. Siapa juga yang mau protes? Yang mendengar juga pasti merasa senang karena mereka bisa merasakan sebuah pengalaman baru dari mendengarkan sebuah radio.

Namun sejauh saya mendengarkan siaran Radio Kentang, saya merasa bahwa mereka tidak melulu idealis dengan terus memutarkan lagu-lagu yang tidak umum. Sepertinya mereka juga tidak ingin terlihat pretensius dan tidak ingin terus terlihat keren. Jadi mereka pun memutarkan lagu-lagu populer yang mungkin sudah dirindukan untuk didengar diantara lagu-lagu tidak umum itu yang sesekali mereka katakan sebagai “Lagu-Lagu Paling Tidak Enak Yang Dapat Membuat Anda Mimisan.”

Ini adalah radio ‘berbahaya’ yang patut diawasi pergerakannya di masa yang akan datang. Kita beruntung bisa memiliki radio ini di Indonesia seperti Inggris beruntung memiliki pirate radio, Radio Rock walau itu hanya ada di film The Boat That Rocked. hehe

Jadi silahkan klik gambar dibawah ini untuk menuju pada laman Facebook dari Radio Kentang dan bersiaplah untuk mengalami petualangan musikal yang sangat sangat mengasyikkan yang tidak akan kalian dapatkan di radio-radio pada umumnya.





PS: Tapi jangan kecewa dulu jika sudah mengklik tombol listen, namun belum keluar suara apapun. Berarti Anda belum beruntung untuk sekarang ini. Coba lagi dalam beberapa jam ke depan. hehe

Monday, November 9, 2009

500 Kata Untuk (500) Days of Summer

Adegan awal dalam trailer film (500) Days of Summer sangat menjanjikan sekaligus memorable: memperlihatkan sebuah percakapan antar pria dan wanita di dalam sebuah lift dengan lagu “There Is a Light That Never Goes Out” dari The Smiths yang menjadi topik pembicaraan. Sebenarnya adegan ini mirip dengan adegan The Shins di film Garden State, namun seratus kali lebih menggemaskan.

Dari situ saja, saya dapat mengambil kesimpulan sementara bahwa film ini akan menjadi suguhan romantic comedy yang menarik tentunya dengan deretan soundtrack yang rancak.

Namun di awal film, narator pun membuka adegan dengan sebuah kalimat: "But you should know upfront, this is not a love story." Dan dugaan saya selanjutnya bahwa film ini bukanlah romantic comedy pada umumnya.  Barulah di penghujung film, saya dapat simpulkan bahwa (500) Days of Summer adalah anti Hollywood romantic comedy.

Di film ini tidak akan ditemui plot klasik yang berjalan linear dimana tokoh pria bertemu tokoh wanita, mereka jatuh cinta, have sex, konflik datang, lalu mereka putus dan di akhir sebelum credit film muncul, mereka rujuk kembali dengan latar jalanan yang sedang hujan atau di airport.

Karena yang ada di film ini adalah plot yang tak terduga yang berjalan non linear, mencampur adukkan realita dan fantasi dengan sangat menarik dengan diiringi oleh soundtrack yang menjadi bagian dari cerita itu sendiri, bukan hanya menjadi pengiring gambar saja.

Seperti bagaimana lagu Hall & Oates “You Make My Dreams” menjadi salah satu rangkaian kolase yang padu diantara tarian dan ilustrasi burung yang berterbangan untuk menggambarkan betapa cerianya hati tokoh utama pria bernama Tom yang sedang jatuh cinta.

Sementara lagu “Hero” dari Regina Spector menjadi sebuah himne menggetarkan untuk scene reality vs expectation yang bertempat di sebuah pesta yang diadakan oleh Summer, sang tokoh utama wanita. Dalam adegan ini, layar terbagi dua bagian: antara harapan dari Tom dan juga kenyataan yang ternyata berujung pahit baginya. Setelah sadar apa yang sesungguhnya terjadi di pesta itu, Tom pun berlari dan segera meninggalkan pesta seraya Regina terus bernyanyi lirih: “No one's got it all...”

Tokoh Summer disini memang mempunyai kepribadian yang cukup sulit untuk dipahami namun selalu dicintai oleh orang-orang disekelilingnya. Ia adalah tipe gadis yang bisa meningkatkan penjualan album Belle and Sebastian The Boys With Arab Strab di kota asalnya Michigan hanya dengan mengutip salah satu penggalan lirik lagu Belle and Sebastian di buku tahunan SMAnya. Ia juga yang secara tidak langsung menyebabkan kedai Ice Cream Daily Freeze mengalami peningkatan penjualan sejumlah 21, 2 persen selama ia bekerja parah waktu disana semasa kuliah.

Untuk selera musik, Summer adalah tipe gadis yang ‘tidak pada umumnya’ yang pasti akan membuat para indie boy meleleh hatinya. Salah satu buktinya ada di adegan lift yang di awal tulisan ini saya singgung. Bukti ‘ketidak umuman’nya yang lain bahwa anggota Beatles favoritnya adalah Ringgo Star dan Summer juga yang menyanyikan lagu Nancy Sinatra “Sugar Town” di sebuah karaoke bar.

Karena ketidak umuman itulah, seorang Tom begitu jatuh cinta dengannya.

Sementara itu, Tom adalah tipe pemuda yang tumbuh dengan banyak mendengarkan ‘Sad British Pop Music’ dan salah menginterpretasikan film The Graduate sebagai kisah cinta abadi. Ia adalah music geek yang (bisa) menjadi pengunjung tetap dari toko vinyl milik Rob Gordon di High Fidelity dan menyimpan banyak kaus band cult di lemari pakaiannya. Di satu adegan, ia mengungkapkan kesedihannya ketika mendapati kenyataan bahwa tak ada satupun orang yang dikenalnya mendengarkan band Spearmint.



Tom yang berhati sensitif dan juga pemimpi bertemu dengan Summer yang ceria namun sulit dipahami. Hasilnya? Adalah 90 menit yang penuh musik, tawa dan duka dimana memori menjadi pelita, keyakinan mempertanyakan eksistensinya dan harapan masih berkutat dengan realita.

Saya tidak akan membocorkan lebih banyak mengenai cerita film ini. Karena ini bukanlah sebuah resensi. Ini hanya sebuah tulisan sebanyak 500 kata (kurang lebih) mengenai film yang sejak awal saya melihat trailernya hingga hari ke 500 dalam kisahnya, begitu memikat mata, telinga, hati serta pikiran saya.



Friday, November 6, 2009

Bukan Kakus, Bukan Jamban, Inilah Sang Fenomenal: Kaskus

Tanggal 6 November 2009 forum online terbesar milik negeri ini merayakan hari lahirnya yang kesepuluh. Berarti hari ini para juragan dan bro serta sis untuk pertamax kalinya menginjak usia dua digit.

Mengenai sejarah kaskus atau fenomena kepopuleran gambar-gambar dan berbagai istilah ajaib lainnya di Kaskus tidak akan saya bahas disini. Kalian mungkin lebih banyak tau dari saya atau yang belum tau bisa baca selengkapnya di tautan ini.

Yang saya ingin bahas adalah betapa hebatnya kekuatan forum ini. Dengan jumlah anggotanya yang lebih dari satu juta orang, suara para kaskuser sudah pasti sangat nyaring bunyinya di jagat internet ini.

Contoh kasus, jika kita ada hal yang ingin dibagi di sebuah thread di kaskus dan menurut para kaskuser itu menarik, tidak sampai hitungan jam maka apa yang kita bagi tersebut bisa menjadi hot thread yang akan terpasang di halaman utama kaskus.

Selanjutnya, tinggal tunggu saja hal yang tadi kita bagi di thread kaskus akan tersebar di samudera maya yang maha luas.

Sementara itu - mengingat kenyaringan suara mereka- sebaiknya kita menghindari konflik dengan para kaskuser (yang sebenarnya identitas sebenarnya banyak yang anonimus) Contoh paling dekat adalah kasus  Evan si mantan Brimob.



Pada thread di atas, tercatat tanggal 4 November 2009 pukul 22.56, kaskuser yang bernama rifqiar membuat thread berjudul Polisi Gak Butuh Rakyat dengan menampilkan capture gambar Facebook Evan. Disini nama Evan belum disebut-disebut. Dan tidak sampai 24 jam setelah itu, Evan pun menjadi selebritis baru di internet.

Oh iya, tapi saya tidak tahu pasti apakah thread tersebut yang pertama kali memuat berita Evan atau hanya repost. Karena banyak sekali thread di kaskus di hari itu yang memuat mengenai Evan. Namun dari kasus Evan itu, bisa jadi salah satu contoh kecil betapa besarnya suara kaskuser di masyarakat Indonesia.

Saya sendiri telah mendaftarkan diri menjadi anggota kaskus sekitar dua tahun yang lalu. Namun saya termasuk anggota yang tidak aktif. hehe..Pernah juga saya mengikuti sebuah thread yang khusus membahas kamera plastik. Namun itu juga sesekali saja saya mengikuti. Namun di thread itu juga, saya akhirnya melakukan transaksi pembelian di kaskus untuk pertamax kalinya. Yang saya beli adalah sebuah kamera bernama Wai Wai yang memang selama ini saya cari.

Selain itu, saya baru ngaskus jika ada keperluan saja. :p

Contohnya, beberapa waktu lalu ibu saya ingin menjual beberapa anak anjing secara cepat. Dan satu-satunya yang terpikir oleh saya dengan menaruh iklannya di FJB (Forum Jual Beli) Kaskus. Dan benar saja, pagi hari saya pasang iklannya, siangnya ponsel ibu saya langsung dibanjiri sms dan telepon dari para peminat.

Pernah juga, suatu waktu saya iseng menjual kamera polaroid saya. Tidak butuh waktu lama, kamera tersebut akhirnya terjual. Saya pun mengumumkan bahwa kamera ini telah laku. Namun yang cukup menganggu, sms dan telepon yang menanyakan soal kamera polaroid saya itu masih terus ada hingga detik ini. (yang kalau dihitung-hitung sudah lebih dari setahun semenjak kamera polaroid saya itu terjual di FJB Kaskus)

FJB Kaskus ini memang menarik sekali jika ditelusuri. Sepertinya FJB juga yang menjadi salah satu kekuatan dari Kaskus.

Menarik karena barang-barang atau apapun itu yang dijual sangat beraneka ragam. Mulai dari produk sehari-hari, jasa maupun hal-hal supranatural pun ternyata diperdagangkan disini. Beberapa contoh menarik dari FJB Kaskus ini akan ada dalam terbitan Still Loving Youth edisi tiga. Tunggu saja ;) *promo dikit*

Saya pernah mendapat info dari seorang teman, bahwa ternyata banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada FJB Kaskus. Mereka tidak punya pekerjaan lain selain berjualan dalam forum ini.  CMIIW. Kalau fakta itu benar, jadi secara tidak langsung, Kaskus telah sedikit membantu meminimalisir tingkat pengangguran di Indonesia. :D

Andrew Darwis beserta dua rekannya pendiri Kaskus pasti tidak akan pernah menyangka forum yang mereka buat -yang konon awalnya hanya sebagai forum antar kawan sesama penggemar game online- bisa meluas seperti sekarang ini.

Di usianya yang kesepuluh, Kaskus pun tidak hanya sekedar forum online pada umumnya, namun bisa dikatakan sudah menjadi salah satu bagian dari budaya Indonesia. Dan siapa tau, suatu hari nanti tanggal 6 November dicanangkan sebagai hari Kaskus Nasional? Mungkin saja ;)