Wednesday, December 26, 2007

Balada Wakidjan

Wakidjan begitu terpesonanya dengan permainan piano Nadine. Sambil bertepuk tangan, ia berteriak, “Not a play! Not a play!”

Nandine terperangah dengan perkataan Wakidjan tadi. “Not a play?”

“Yes. Not a play. Bukan main,” jawab Wakidjan dengan mantap.

Tukidjo yang saat itu berada di samping Wakidjan, ikut berbicara. “Bukan main itu bukan not a play, Djan.”

“Your granny! Humanly I have check my dictionary kok”(Mbahmu! Orang saya sudah periksa di kamus kok)

 
Lalu tak berapa lama, Wakidjan berpaling ke arah Nadine, sambil berkata, “Lady, let’s corner” (nona, mojok yuk)

“But don’t think that are nots. I just want a meal together” (Tapi jangan berpikir yang bukan-bukan, saya hanya ingin makan bersama), tukas Wakidjan serius.

“Ngaco kamu, Djan!” Tukidjo tambah gemas.

“Don’t ber surplus, Djo. Be wrong a little is Ok, toch?” (Jangan berlebihan, Djo. Salah sedikit nggak kenapa-kenapa, kan?)

 
Nadine hanya tersenyum kecil mendengar perkataan Wakidjan tadi. “I would love to, but...”


“Sorry, if my friend make you not delicious.” (Maaf kalau teman saya bikin kamu jadi nggak enak), sambut Wakidjan dengan ramah.

“Different river, maybe. (Lain kali mungkin) I will not be various kok” (Saya nggak akan macam-macam kok)

 
Setelah Nadine pergi, Wakidjan menatap Tukidjo dengan kesal. “Disturbing aja sih, Djo. Does the language belong to your ancestor?” (Menganggu aja sih, Djo..Emang itu bahasa punya moyang elo?)

Tukidjo sudah semakin kesal. Lalu ia mencari kalimat penutup yang tepat untuk Wakidjan. “Just itchy, Djan, because you speak English as delicious as your belly button.” (Gatel aja, Djan, soalnya kamu ngomong Inggris seenak udelmu dewe)

 
Cerita ini saya dapat dari imel yang dikirimkan oleh bapak saya. Sepertinya dia mendapatkannya dari milis-milis. River thing, some of you had read this story (barang kali sebagian dari kamu telah membaca cerita ini)

Tuesday, December 25, 2007

Telefon Tel Aviv@Electro Synchronizer





Saat mengetahui Telefon Tel Aviv akan datang ke Indonesia, saya sangat antusias. Saya pernah (atau mungkin masih) menjadi penggemar mereka. Saya mendengarkan musik Telefon Tel Aviv dengan intens di awal tahun 2000an, melalui dua album mereka Fahrenheit Fair Enough dan Map of What is Effortless. Memang beberapa tahun belakangan ini, saya tidak lagi mendengarkan Telefon Tel Aviv, karena mereka juga tidak mengeluarkan material baru. Di tahun 2007 mereka hanya mengeluarkan sebuah album remix. Itupun bukan materi mereka, melainkan musik-musik dari berbagai musisi lain yang diremix oleh mereka.

Saya sempat membayangkan pertunjukan Telefon Tel Aviv di Indonesia nanti tidak akan dihadiri oleh orang banyak. Karena setahu saya musik mereka juga tidak naik-naik banget di sini. Jika berdasarkan jenis musik yang mereka mainkan - yang lebih banyak menghasilkan beat-beat down tempo - kondisi paling ideal untuk menonton dan menikmati musik mereka adalah di sebuah panggung kecil dengan penonton yang tidak begitu banyak hingga tercipta atmosfer yang lebih intim dan relaxing, yang sesuai dengan mood musik yang mereka mainkan.

Namun semua bayangan tadi sekejap berubah saat saya mengetahui Telefon Tel Aviv hanya satu dari sekian banyak musisi/dj yang tampil di acara ulang tahun OZ yang bertajuk Electro Synchronizer. Pertunjukkan kemarin lebih menyerupai sebuah festival musik, dengan dua panggung terpisah dan berbagai stand makanan dan minuman yang berada di sekelilingnya. Yang mengecewakan Telefon Tel Aviv disandingkan dengan DJ-DJ lokal yang notabene musiknya jauh berbeda dan yang pasti mempunyai penggemar yang berbeda pula. Yah saya tidak bisa menyalahkan pihak panitia untuk hal ini, kalau tujuan mereka memang untuk mendatangkan orang yang banyak. Toh ini acara ulang tahun, jadi memang sah-sah saja jika dirayakan dengan meriah.

Yang jelas, malam minggu kemarin di The Venue, Lembang, penuh dengan lautan manusia. Orang-orang dari luar Bandung, juga banyak sekali yang datang. Bahkan katanya ada yang datang langsung dari Singapura dan Malaysia. Di satu sisi, dengan begitu banyak orang yang datang kemarin, saya bisa bertemu banyak teman yang sudah lama saya tidak temui. Kurang lebih jadi ajang reuni kecil-kecilan.hehe..Namun di sisi lain, saya juga merasa tidak begitu nyaman karena begitu banyak orang yang datang dengan berbagai kepentingannya masing-masing. Tidak tahu juga, mungkin saya saja yang aneh karena suka pusing sendiri kalau terlalu banyak melihat orang di satu acara.

Menurut analisa saya, (maafkan jika analisanya sedikit sok tau..hehe..)orang-orang yang datang kemarin terbagi dalam dua kubu. Kubu pertama adalah orang-orang yang memang mendengarkan musik Telefon Tel Aviv yang berharap-harap cemas apakah lagu favorit mereka akan dimainkan atau tidak. Atau paling tidak, mereka pernah mendengar sedikit nama Telefon Tel Aviv tapi tidak begitu mendengarkan musiknya. Dan kubu kedua adalah orang-orang yang hanya ingin menikmati keriaan malam yang hanya ingin berdansa di bawah arahan para DJ. Dan kubu ini mungkin berpikir bahwa Telefon Tel Aviv juga bisa membuat mereka bergoyang.

Yang menjadi satu-satunya persamaan dari kedua kubu ini (menurut analisa saya yang lagi-lagi sok tahu), mungkin sebagian dari mereka juga ingin menikmati penampilan dari berbagai band lokal yang tampil sebelum Telefon Tel Aviv. Beberapa penampil sebelum Telefon Tel Aviv cukup mendapat sambutan meriah dari penonton. Di panggung outdoor yang saya sempat lihat penampilan Agrikultur dengan highlight disaat vokalisnya memanjat tiang panggung sambil bernyanyi dan juga Soul Delay yang musiknya sedikit banyak seperti Telefon Tel Aviv. Lalu di panggung indoor, saya sempat melihat Santamonica yang bermain bagus lengkap dengan visual-visualnya dan RNRM yang sempat mengkover sebuah lagu milik Telefon Tel Aviv.

Lalu sampailah kepada saat yang dinanti-nantikan. Charles Cooper dan Joshua Eustis telah siap di balik perangkatnya masing-masing. Lalu lagu demi lagu mengalun. Orang-orang dari kubu pertama mungkin bertanya-tanya, lagu-lagu ini dari album yang mana. Sedangkan orang-orang dari kubu kedua juga tak kalah herannya saat mendengar musik Telefon Tel Aviv yang ternyata tidak bisa membuat mereka bergoyang. Mungkin segelintir orang saja dari kubu kedua yang mau tidak mau memaksakan untuk menggoyangkan badan mereka mengikuti irama lagu. Salah satunya adalah model dan bintang film, Maria Agnes yang berdiri di depan saya. Dia tidak berhenti menggoyangkan badannya sembari memejamkan matanya seperti menikmati sekali musik dari Telefon Tel Aviv. Lalu di tengah pertunjukkan, ada seorang lelaki yang tiba-tiba naik ke atas pembatas panggung dan bergoyang sendirian. Mungkin dia ingin mengajak penonton lain untuk lebih ekspresif dalam menikmati musik Telefon Tel Aviv atau bisa jadi dia sedang ada masalah keluarga dan butuh pelarian.

Tidak banyak kata-kata yang keluar dari mulut Joshua dan Charlie sepanjang pertunjukkan. Di pertengahan set, Joshua memberi tahu penonton bahwa mereka mengalami masalah dengan drum machine yang tiba-tiba tidak berfungsi dengan baik. Karena masalah ini juga mereka tidak bisa membawakan lagu-lagu dari kedua album terdahulu. Paling hanya satu atau dua lagu dari album terdahulu yang dimainkan. Sisanya mereka memainkan lagu-lagu baru yang akan dimuat dalam album mereka selanjutnya. Walau begitu, saya tetap salut dengan mereka. Dengan keterbatasan, mereka tetap menampilkan performa yang luar biasa dan yang terpenting mereka tetap mencoba untuk meneruskan pertunjukkan, dan tidak berhenti di tengah jalan.

Namun Joshua dan Charlie yang saya temui di belakang panggung sesudah pertunjukkan, tampak cukup kecewa terhadap pertunjukkan malam itu. Saat saya hampiri, mereka berdua masih berdiskusi mengenai masalah matinya drum machine di tengah pertunjukkan. Mereka mengaku benar-benar melakukan banyak improvisasi karena masalah teknis tersebut. Dan mereka sangat menyayangkan tidak bisa memainkan banyak lagu dari album terdahulu. Yah saya hanya bisa berkata kepada mereka, “Masih ada lain waktu kalian bisa tampil di Indonesia dan membalas pertunjukan tadi, saya tunggu kedatangan kalian lagi disini.”

Wednesday, December 12, 2007

Yang Tersisa Dari Konser Reuni Led Zeppelin

Konser reuni Led Zeppelin tanggal 11 Desember 2007 kemarin, mungkin adalah salah satu konser terbesar dan yang paling ditunggu tahun ini. Dihadiri oleh kurang lebih 20.000 fans yang berkumpul bersama di dalam 02 arena di London. Diantara 20.000 orang tersebut juga banyak terdapat selebritis dunia dan juga para musisi, mulai dari Paul McCartney, Mick Jagger sampai Noel dan Liam Gallagher.

Tapi apakah kalian mengenali seorang musisi yang juga datang ke konser reuni Led Zeppelin yang ada di dalam foto di bawah ini? Dia ada di baris keempat paling kanan di sebelah Riley Keough, anak dari Lisa Marie Presley yang datang bersama ibunya Priscilla Presley.

Sudah bisa menebak? Cluenya adalah dia pernah berpacaran dengan Ashlee Simpson.

Ya, betul! Dia adalah Ryan Cabrera yang mengubah penampilannya secara drastis dengan meniru habis-habisan penampilan Johnny Deep. Coba lihat penampilannya yang dulu.

Sekarang coba lihat penampilan Johnny Deep dan bandingkan dengan penampilan Ryan Cabrera yang sekarang. Ada kemiripan?


Mungkin Ryan mau menyamai penampilan gothic keluarga Presley (seperti yang terlihat pada foto di atas) Dia sekarang berpacaran dengan Riley. Dan ia menyadari, bahwa ia tidak lagi berpacaran dengan bintang pop yang manis. Jadi ia harus mengubah penampilannya menjadi lebih garang. Tinggal kita tunggu saja nanti musiknya akan berubah seperti apa.

Oh iya, penampilan Priscilla Presley pada foto di atas juga sungguh menarik perhatian. Kecantikannya tidak hilang sampai sekarang. Sepertinya Priscilla menghabiskan banyak uang warisan Elvis untuk bisa berpenampilan secantik ini di umur 62 tahun. haha.

Behind the Scene at Jeune Magazine Cover Shoot





Untuk sesi foto kover kali ini, saya dan teman-teman di Jeune menggunakan areal dalam Rockmen untuk lokasi pemotretan. Tadinya pemotretan akan dilangsungkan di rumah seorang teman di daerah Cipaku. Namun beberapa hari sebelum pemotretan, si pemilik rumah harus ke luar kota selama seminggu. Sementara deadline terus mengejar, jadi rencana tersebut akhirnya batal. Sempat kebingungan juga saat mencari lokasi pemotretan yang sesuai dengan konsep yang diinginkan Andra, desainer Jeune, yakni yang berlantai kayu dan mempunyai dinding putih bersih.

Di suatu kesempatan, Andra baru menyadari, ternyata pada salah satu ruangan di Rockmen – yang masih satu gedung dan bersebelahan dengan kantor Jeune – mempunyai interior yang memang sesuai dengan konsep foto yang diinginkannya. Faisal, pemilik Rockmen mengijinkan tokonya untuk dijadikan lokasi pemotretan, asalkan waktunya setelah toko tutup. Akhirnya pemotretan dilaksanakan selepas jam 8 malam, setelah jam operasional Rockmen berakhir. Setelah toko tutup, kami semua memindahkan display-display baju dan menyulap Rockmen menjadi sebuah studio dadakan. Yah beginilah nasib majalah yang tidak mempunyai studio sendiri. Hehe..

Edisi 22 yang sedang kami kerjakan ini, mengangkat issue Childhood. Jadi isinya akan menampilkan segala sesuatu yang berhubungan dengan masa kecil dan tentunya figur anak-anak. Untuk kover, tadinya juga ingin menampilkan figur anak kecil, namun pemred saya menolaknya. Sebagai gantinya, kami menggunakan model yang berusia dewasa namun memiliki wajah yang sedikit ’kiddo’. Aca, sang fashion stylish mengusulkan temannya yang bernama Kenny untuk menjadi model kover kali ini. Seperti kebiasaan kover Jeune terdahulu, kami selalu menampilkan figur orang yang tidak dikenal, biasanya malah bukan model profesional dan tidak pernah difoto sebelumnya. Kecuali edisi kemarin, kami sempat kecolongan dengan menampilkan Melanie Subono sebagai kovernya. Itu juga karena Melanienya sendiri yang meminta kepada pemred saya untuk menjadi kover Jeune. Dan pemred saya tidak enak hati untuk tidak mengabulkan permintaan Melanie tersebut.

Kenny, model kover kali ini juga bukan model profesional. Sebelumnya dia tidak pernah difoto untuk media apapun. Satu hal yang baru saya ketahui mengenai Kenny, bahwa ia merupakan vokalis terbaru dari band dance-rock Inspirational Joni. Ia adalah vokalis ketiga dalam band ini, setelah Sherra dan juga Nadia yang mengundurkan diri beberapa bulan yang lalu. Kenny baru beberapa kali tampil di panggung bersama Inspirational Joni. Saya juga belum sempat melihatnya. Penasaran juga mendengar suaranya. Sebelum pemotretan dimulai, berulangkali, saya dan Aca meminta Kenny untuk bernyanyi sedikit, namun dia masih malu-malu.

Berbicara mengenai malu, ada sedikit masalah juga sebelum sesi foto dimulai. Jadi kami telah menyiapkan sebuah kaos untuk wardrobenya. Kaos tersebut memang sengaja berukuran besar dan panjang. Konsep yang sebenarnya diinginkan, si model hanya memakai kaos saja, tanpa memakai bawahan apapun, hingga terlihat seperti anak kecil yang memakai baju orang dewasa. Saat saya pertama kali melihat Kenny memakai kaos tersebut, ia masih mengenakan celana jinsnya. Saya kira mungkin memang belum dilepas, karena sesi foto juga belum dimulai. Kenny juga belum dimake-up oleh Aca. Setelah selesai di make-up, saya lalu berbicara kepada Kenny.

”Ken, nanti jins elo dicopot ya. Jadi ntar cuma make kaos aja.”

“Lho, emang harus dicopot ya?”, tanya Kenny dengan wajah bingung.

”Emang Aca belum ngomong mengenai konsepnya?”, tanya saya.

“Udah sih, tapi nggak ngomong soal nyopot celana.”

“Emang elo nggak bawa hotpants atau celana pendek gitu? Lagian bajunya panjang kok, jadi elo kayak make daster aja.”

”Nggak bawa apa-apa lagi..aduh kalo harus nggak pake celana, kayaknya nggak deh..malu..”, ucapnya dengan mimik memelas.

Saya lalu memanggil Aca yang saat itu tengah keluar. Sialnya, Aca juga nggak membawa celana pendek atau celana apapun. Aca lalu mencari celana pendek pada display pakaian di Rockmen. Lalu Aca menemukan sepotong celana pendek untuk wanita, ia lalu memberikannya kepada Kenny. Namun Kenny tetap bersikeras untuk tidak menanggalkan celana jinsnya. Celana pendek yang dibawa Aca juga tidak ingin ia pakai. Aneh, pikir saya. Saya tidak tahu alasan sebenarnya mengapa ia sangat enggan untuk melepas celananya. Mungkin ia malu pada bentuk kakinya? Atau jangan-jangan kakinya penuh bulu?hehe..

Saya dan teman-teman lalu berusaha sekuat tenaga membujuk Kenny agar ia mau mencopot celana jinsnya. Usaha tersebut tidak membuahkan hasil. Tiba-tiba Aca teringat, ia membawa celana legging di salah satu tasnya. Untungnya, Kenny mau mencoba celana legging tersebut. Akhirnya ia mau menanggalkan celana jinsnya dan menggantinya dengan legging. Kami semua lega, walaupun sebenarnya keluar dari konsep yang telah direncanakan.

Pemotretannya sendiri baru dimulai sekitar jam 9 malam sampai menjelang tengah malam. Ini adalah foto-foto yang saya ambil sebelum dan selama sesi foto berlangsung. Maaf jika ada banyak gambar yang kurang jelas, maklum saya hanya menggunakan kamera yang ada di ponsel saya.

Monday, December 10, 2007

Dijual! Anak anjing Golden Retriever




Anjing Goldren Retriever saya yang bernama Belle baru saja melahirkan empat ekor anak. Tiga berkelamin laki-laki, satu perempuan. Yang satu akan diambil oleh pemilik anjing jantan yang menjadi ayah dari keempat ekor anak anjing ini. Yang satu lagi -yang berkelamin perempuan- akan dipelihara oleh keluarga saya. Jadi tersisa dua ekor lagi, dua-duanya berkelamin jantan.

Karena takut kerepotan untuk mengurus banyak anjing, ibu saya memutuskan untuk menjualnya. Jika ada yang berminat, segera hubungi saya. Untuk masalah persuratan dan sertifikat telah diurus oleh ibu saya seminggu yang lalu. Nanti di awal bulan kedua, mereka akan diberi vaksin juga. Saat ini mereka baru berusia sebulan. Mungkin akan dilepas setelah menginjak bulan ketiga.

Ini foto-fotonya yang saya ambil hari minggu kemarin.

Tuesday, December 4, 2007

100 Movies, 100 Quotes, 100 Numbers




Video ini adalah sebuah karya brilian menurut saya. Konsepnya simpel yaitu hanya menghitung mundur dari angka 100 hingga 1 dengan menggunakan 100 dialog dari 100 film yang menyebutkan angka-angka tersebut.

Ini bukanlah video komersial. Hanya murni proyek iseng. Pembuatnya juga
bukan dari kalangan video maker yang profesional. Untuk video ini, ia mengaku pertama kali berurusan dengan video editing. Dan ini adalah kali pertama ia mengupload video di YouTube.

Saya tidak habis pikir, bagaimana ia melakukan ini semua. Kebayang betapa ribetnya riset yang ia lakukan. Yang pasti, si pembuatnya harus mengorbankan banyak waktunya untuk menonton berbagai macam film dalam rangka berburu dialog-dialog yang menyebutkan angka dari 100 sampai 1, hingga pada akhirnya menghasilkan sebuah kolase yang mengagumkan.

Jika Anda mempunyai waktu, tontonlah video ini. Mungkin inilah video terbaik yang pernah dihasilkan oleh YouTube?



Monday, December 3, 2007

Quickie Express

Rating:★★★
Category:Movies
Genre: Comedy
Apa yang saya dapatkan ketika menonton film Quickie Express yang diproduksi
oleh Kalyana Shira, dengan produser Nia Dinata, cerita yang ditulis oleh Joko Anwar dan disutradarai oleh Dimas Djay?

1. Saya kembali disuguhkan oleh cerita yang memaparkan sebuah sisi menarik dari kehidupan kaum urban Jakarta seperti yang pernah tersaji dalam film-film Kalyana Shira lainnya, seperti Arisan, Janji Joni dan Berbagi Suami. Kali ini Kalyana menampilkan profesi gigolo dengan perusahaan induknya yang bernama Quickie Express, sebuah pelayanan male escort berkedok delivery pizza. Walaupun ide cerita seperti ini mirip sekali dengan film Loverboy yang diproduksi tahun 1989 dengan pemain utamanya yaitu si McDreamy dari Greys Anatomy, tapi setidaknya Quickie Express merupakan tontonan yang menyegarkan terutama di saat ini, saat bioskop Indonesia dipenuhi film-film horor kacangan.

2. Lagi-lagi saya disuguhkan adegan kejar-kejaran seperti yang biasa terjadi pada film-film yang ditulis Joko Anwar seperti Jakarta Undercover, Kala dan tentunya Janji Joni. Dalam Quickie Express, adegan kejar-kejaran kembali muncul dan pastinya adegan ini mengambil latar dalam gang-gang sempit, jalan kumuh serta deretan bangunan tua, seperti yang biasa ditampilkan dalam film-film yang ditulis oleh Joko Anwar lainnya.

3. Adegan kejar-kejaran ini lalu disempurnakan oleh Dimas Djay yang memang terkenal dengan visual-visualnya yang indah dan estetis. Dan seperti yang pernah dilakukan oleh Dimas Djay dalam film terdahulunya, Tusuk Jelangkung, kini ia lagi-lagi keasyikan mengurusi visual yang indah dan melupakan aspek penyutradaraan yang lainnya. Seperti masalah durasi. Durasi film ini menurut saya agak terlalu panjang, ada bagian-bagian yang membosankan di pertengahan film. Lalu kurang menyatunya chemistry dari trio Tora, Aming dan Lukman adalah salah satu pekerjaan Dimas yang tidak tereksekusi dengan baik.

4. Telinga saya kembali dimanjakan oleh alunan scoring yang apik garapan ’dream team’ kecintaaan Kalyana Shira, yang terdiri dari Aghi Narotama, Ramando Gascarro dan Bembi Gusti yang telah sukses di Berbagi Suami. Dalam Quickie Express -sesuai dengan mood dan tema ceritanya- mereka bertiga meramu musik-musik scoring yang terinspirasi dari film-film Blaxploitation tahun 70 yang groovy. Untuk soundtracknya sendiri, masih didominasi oleh sederetan band-band Aksara seperti The Adams, White Shoes, Sore ataupun Ape on The Roof. Diantara band-band tersebut, yang menarik perhatian saya adalah Sore dengan ”Ernestito” yang romantik dan sangat selaras dengan adegannya. Serta pemunculan band ’dadakan’ bernama The Squirts dengan lagunya yang berjudul ”Mesin Cinta.”

5. Jika Tora Sudiro dan Dominique berhasil diorbitkan melalui Arisan dan Berbagi Suami, sekarang tinggal menunggu waktu saja, apakah Sandra Dewi yang memerankan kekasih Tora dalam film ini yang tampak manis seperti donat J-Co akan menuai kesuksesan yang sama melalui Quickie Express? Yang pasti dengan paras cantik, gerak gerik yang lemah lembut, tutur katanya yang ’cewe banget’ dengan sedikit manja, telah sukses membuat banyak pria terpesona. Saat ia mengucapkan dialog, ”Yah... kita nggak jadi ketemuan ya... sedih deh...", sontak seluruh pria di bioskop tempat saya menonton langsung berteriak gemas.

6. Seperti film produksi Kalyana Shira lainnya, Quickie Express juga menampilkan para aktor ’tua’ yang berkualitas, walaupun pemainnya masih itu-itu saja. Ira Maya Sopha yang juga bermain cemerlang di Berbagi Suami, kini kembali bermain bagus menjadi seorang tante yang kesepian. Ada juga Tino Saroengallo yang pernah bermain menjadi pseudo-hippes di Realita Cinta dan Rock n Roll, kini berperan menjadi banci bernama Mudakir, pemburu serta pemilik dari Quickie Express. Lalu ada Rudi Wowor dengan porsinya yang tidak banyak namun cukup menarik perhatian. Namun penampilan yang paling menonjol dimiliki oleh Tio Pakusadewo. Setelah perannya menjadi orang Cina dalam berbagai Suami, kini ia berperan sebagai orang Ambon dengan penampilan yang mirip Samuel.L.Jackson di Pulp Fiction. Dia memang benar aktor sejati yang bisa memerankan berbagai tokoh dengan karakter yang berbeda-beda dalam setiap filmnya. Tampaknya untuk hal ini, Tora Sudiro harus belajar banyak dari Tio. Apalagi Aming, jika dia memang berencana akan terus menjadi aktor film. Penampilan Lukman Sardi yang biasanya memukau, kali ini tampak biasa saja. Mungkin karena porsinya yang sedikit. Atau dia terlalu konsentrasi untuk membalikkan huruf P dan F dalam setiap dialognya?

7. Salah satu ciri khas film Kalyana Shira adalah pemunculan cameo. Film ini juga dipenuhi oleh cameo-cameo yang berseliweran. Dan pada film ini, pemunculan Joko Anwar di pertengahan film cukup mengejutkan dan mengundang tawa. Namun yang cukup menyita perhatian pastilah si instruktur ’lekong’ di pusat pelatihan Quckie Express dengan kostum minim lengkap dengan raket nyamuknya, yang diperankan oleh Roy Tobing yang dulu terkenal dengan senam body language-nya.

8. Quickie Express adalah film comedy. Dan film ini menampilkan kelucuan-kelucuan dalam bentuknya yang paling konyol hingga yang cerdas. Ada beberapa adegan slapstick yang kesannya dipaksakan. Ok, untuk hal ini saya masih bisa kompromi kalau mengingat film ini adalah tribute dari Dimas Djay untuk Warkop DKI. Namun ada juga dialog-dialog cerdas yang memang menggelikan. Seperti disaat Mudakir menawarkan Tora pekerjaan lain (yang saat itu masih ragu-ragu untuk berprofesi sebagai gigolo) ”Emang kerjaan lainnya apaan?” tanya Tora. Lalu Mudakir menjawab, ”MLM.” ”Gila, mending gue jadi gigolo daripada kerja MLM!”, seru Tora dengan nada tinggi. Ada lagi kelucuan yang menarik perhatian saya, yakni komputer penganalisa profesi yang kemungkinan besar diinstal oleh Cinta Laura :p

9. Last but not least, walaupun film ini masih mempunyai banyak kelemahan antara lain, beberapa twist dari film ini mudah ditebak, akting Tora dan Aming yang masih menjadi dirinya sendiri, beberapa kelucuan yang terkesan dipaksakan, hingga kisah yang di luar akal sehat, Quickie Express tetap sukses sebagai film hiburan yang memang harus dinikmati apa adanya, tanpa harus banyak berpikir macam-macam, ataupun tanpa harus mengharapkan film comedy ini bisa sehebat dan secerdas film-film comedy garapan Judd Apatow ataupun Seth Cohen yang kini tengah berjaya. Paling tidak trio Nia Dinata, Joko Anwar dan Dimas Djay sudah mencoba memberikan alternatif tontonan yang menyegarkan untuk saat ini.

Saturday, December 1, 2007

Desember


Menanti...

Seperti pelangi setia menunggu hujan reda


                                                 Desember oleh Efek Rumah Kaca