Tuesday, May 27, 2008

Video Terbaru Sigur Ros, "Gobbledigook" Berkolaborasi Dengan Ryan McGinley




Hari ini Sigur Ros secara resmi merilis singel pertama mereka yang berjudul "Gobbledigook" dari album terbaru bertajuk Með Suð í Eyrum Við Spilum Endalaust (dalam bahasa Inggris artinya With a Buzz in Our Ears We Play Endlessly) yang akan dirilis pada tanggal 23 Juni 2008. Seperti juga Coldplay, Sigur Ros juga memberikan single pertamanya ini secara gratis dengan mengunduhnya pada website resmi mereka.

Selain memberikan singel pertama secara gratis untuk diunduh, kita juga dapat melihat video klipnya. Inilah yang menarik perhatian saya. Karena video yang dibuat oleh Arni & Kinski ini terinspirasi dan juga berkolaborasi dengan salah satu fotografer favorit saya, Ryan McGinley. Dan ternyata kover album Sigur Ros yang terbaru ini juga merupakan karya McGinley dari eksebisi terakhirnya, I Know Where the Summer Goes- yang diambil dari judul lagu Belle and Sebastian.

Photobucket

Kepolosan dan keluguan dari musik Sigur Ros yang selama ini dipresentasikan melalui gambaran anak kecil yang sering menghiasi video mereka, kali ini digambarkan dengan sekumpulan anak muda yang bersenang-senang di alam, menikmati kebebasan tanpa mengenakan satupun pakaian di tubuh mereka.

Video ini memang penuh dengan tampilan tubuh telanjang - seperti juga karya-karya McGinley yang selalu menampilkan tubuh-tubuh telanjang yang menikmati kebebasannya - namun entah bagaimana, saya tidak melihatnya sebagai video yang erotis. Yang ada hanyalah pancaran kuat dari sebuah kebebasan yang dirayakan dengan suka cita.

Musiknya sendiri menurut saya juga sangat selaras dengan videonya. Singel "Gobbledigook" memang terdengar cukup berbeda dari apa yang biasa dilakukan oleh Sigur Ros dengan musik lullaby nya. Kali ini, Sigur Ros terdengar lebih agresif daripada biasanya dengan irama tribal drumming yang mengebu-gebu yang dipadukan dengan rif gitar akustik yang berganti-ganti secara cepat. Sekilas "Gobbledigook" terdengar seperti kolaborasi yang mengejutkan (dan yang pasti tidak akan pernah terjadi) dari Dave Matthews Band dengan Animal Collective.

Jadi tontonlah videonya sekarang, sebelum nantinya dicekal oleh pemerintah. Hehe..

Sunday, May 25, 2008

Jamie Livingston Mengabadikan 18 Tahun Hidupnya Dengan Kamera Polaroid Setiap Harinya Sampai di Hari Ia Meninggal

Kemarin, tanpa sengaja saya tersasar pada sebuah blog dari majalah Mental Floss. Si penulis blog tersebut juga baru saja tersasar pada salah satu website yang ia katakan sebagai website misterius karena website tersebut hanya memuat koleksi foto Polaroid yang diambil setiap harinya mulai tanggal 31 Maret 1979 sampai 25 Oktober 1997, tanpa ada keterangan fotografernya, info kontak, ataupun indikasi lain darimana foto-foto tersebut berasal.

Akhirnya setelah melakukan investigasi sendiri via internet, si penulis blog akhirnya mengetahui sebuah keterangan bahwa koleksi foto Polaroid tersebut adalah milik Jamie Livingston, seorang fotografer dan film maker yang telah meninggal pada tanggal 25 Oktober 1997. Jamie selama 18 tahun, mengabadikan kehidupannya melalui kamera Polaroid SX-70 setiap harinya, sampai pada hari ia meninggal pada tanggal 25 Oktober 1997, tepat di hari ulang tahunnya ke 41.

Jamie memulai proyek fotonya ini yang ia beri nama Photo of The Day, semenjak ia duduk di bangku kuliah pada Bard University. Pada koleksi fotonya, kita juga bisa melihat saat-saat ia mulai merintis karirnya sebagai seorang film maker, ketertarikannya yang besar terhadap musik sampai pada saat ia menderita sakit kanker yang membawanya kepada kematian.

Berikut ini adalah beberapa fotonya.

Ini foto pertama yang Jamie ambil pada tanggal 31 Maret 1979. Sepertinya wanita-wanita ini adalah teman kampusnya.


Ini diambil pada tanggal 30 Januari 1980, disaat Jamie mendapat undangan dari American Film Festival. Tampaknya di periode awal 80an ini, ia mulai merintis karirnya sebagai seorang film maker.

Foto ini diambil pada tanggal 5 Februari 1983 tampaknya pada sebuah studio editing, dimana seorang kawan dari Jamie sedang melakukan proses audio recording untuk filmnya.


Inilah wajah dari Jamie sendiri yang saya asumsikan mungkin sedang bersama pacarnya. Ini diambil pada tanggal 17 Juli 1988.

Ini diambil pada tanggal 2 Juli 1989, saat Jamie sedang memainkan akordion.

Lagi-lagi sebuah self potrait dari Jamie yang tampaknya sedang memeriksa giginya sendiri. Di foto ini akhirnya kita bisa melihat penampakan dari kamera Polaroid SX-70 miliknya. Foto ini diambil pada tanggal 4 Oktober 1990.

Dari foto ini kita mengetahui bahwa Jamie menyimpan semua foto Polaroidnya dengan sangat rapi di beberapa kotak penyimpanan. Foto ini diambil pada tanggal 30 Maret 1991.

Pada tanggal 6 Desember 1993, ia mengabadikan kematian musisi Frank Zappa yang sedang diberitakan oleh sebuah tayangan televisi.

Dari foto ini yang diambil pada tanggal 2 Mei 1997, kita bisa mengetahui inilah periode dimana Jamie mulai jatuh sakit.

Dan dari foto ini kita mengetahui bahwa Jamie terkena kanker otak. Mungkin ini sesaat setelah ia dioperasi. Foto diambil pada tanggal 4 Mei 1997.

Kembali sebuah self potrait dirinya bersama kamera Polaroid kesayangannya yang diambil pada tanggal 2 Juni 1997. Disini tampak rambutnya mulai rontok akibat kemoterapi.

Diakhir bulan Juni 1997 pada tanggal 30 saat foto ini diambil, tampak rambutnya sudah rontok semua hingga menyisakan kebotakan pada dirinya. Di foto ini Jamie bersama pacarnya.

Pada tanggal 5 Oktober 1997, tampak sebuah cincin pernikahan telah disiapkan.


Dan pada tanggal 8 Oktober 1997, Jamie melangsungkan pernikahannya.


Masih di hari yang sama, tampak Jamie beserta istrinya pada pesta pernikahannya.


Sayangnya, kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama. Tepat 16 hari setelah pernikahannya, Jamie kembali jatuh sakit dan sepertinya kali ini keadaannya tambah parah. Foto yang diambil pada tanggal 24 Oktober 1997 ini terlihat keadaan Jamie yang tidak sadarkan diri di rumah sakit dan sedang dihibur oleh seorang temannya yang memainkan alat musik.
Dan ini adalah foto terakhir dari rangkaian proyek Photo of the Day yang telah berjalan selama 18 tahun dari kehidupan Jamie Livingston. Foto ini diambil pada tanggal 25 Oktober 1997 disaat dirinya sedang berulang tahun dan sepertinya sesaat sebelum ajalnya tiba.


Setelah rangkaian foto Polaroid tersebut akhirnya terkuak minggu lalu, nama Jamie Livingston tiba-tiba menjadi buah bibir di internet. Namanya juga baru saja masuk ke wikipedia. Sedangkan website yang memuat rangkaian foto Jamie tersebut yang sebenarnya masih dalam tahap percobaan (beta) dan belum siap untuk diakses banyak orang akhirnya crash setelah dalam waktu bersamaan diakses jutaan pengguna internet di seluruh dunia. Untung saya sempat melihatnya kemarin, dan menyimpan beberapa fotonya untuk saya posting disini. Mudahan-mudahan dalam beberapa minggu ke depan, website tersebut sudah bisa diakses kembali.

Dua teman Jamie yang mengerjakan website tersebut ternyata juga sudah mengadakan sebuah eksebisi foto polaroid dirinya yang total jumlahnya sebanyak
6,697, pada tahun 2007 di Bard University, tempat dimana Jamie kuliah dan memulai proyek Photo of The Day nya. Di bawah ini adalah foto dari eksebisi tersebut.


Rangkaian foto Polarod Jamie itu entah mengapa begitu menyentuh saya. Foto-foto kesehariannya yang begitu sederhana dan jujur mampu membuat saya seperti turut larut dalam kehidupan Jamie yang berakhir tragis. Rangkaian foto Polaroid ini juga membuktikan ungkapan bahwa satu gambar bisa menceritakan seribu kata. Dan Jamie telah melakukannya dengan sangat baik, menceritakan 18 tahun sisa hidupnya dengan sangat indah.


Wednesday, May 21, 2008

Kali Ini Simon Cowell Salah

Simon Cowell boleh berkomentar bahwa David Archuleta memukul telak David Cook dalam tiga ronde pada final American Idol 2008 semalam yang bertema pertandingan tinju. Namun ternyata publik Amerika kali ini mempunyai pendapat yang berbeda dengan Simon. Dari 74 juta suara, David Cook akhirnya memenangkan titel American Idol 2008 dengan persentase sebanyak 56 persen, selisih 12 persen dari rivalnya David Archuleta yang meraih 44 persen jumlah suara.

Selamat untuk David Cook. Kita lihat saja nanti apakah dia akan sesukses alumni idol rocker lainnya, Chris Daughtry.



Wednesday, May 14, 2008

Suatu Sore Bersama Leo, si Orang Utan




Sekitar tiga minggu yang lalu, saya berkunjung ke kebun binatang ragunan untuk keperluan penulisan artikel untuk edisi depan. Edisi depan mengangkat issue animal dan di salah satu featurenya akan menampilkan kisah dari Ms. Ulrike Von Mengden atau yang akrab dipanggil ibu Ulla, yang telah mengabdi selama 50 tahun sebagai kurator orang utan di Indonesia khususnya di kebun binatang Ragunan. Ibu Ulla yang kini berusia 85 tahun adalah satu-satunya orang yang diijinkan tinggal di dalam areal kebon binatang. Gubernur Jakarta kala itu, Ali Sadikin yang memberikannya sebuah rumah di dalam areal kebun binatang ragunan.

Rumah ibu Ulla sangat asri, dipenuhi berbagai tanaman, dan tentunya beberapa orang utan. Sore itu, saya ditemani oleh Barbara - seorang kawan dari ibu Ulla - untuk berkeliling di sekitar areal rumah.

Kebetulan sore itu, tiga orang utan yang tinggal dalam satu kandang tengah dilepas untuk bermain-main. Ada yang bergelantungan di wahana permainan yang memang disediakan khusus, dan ada juga yang tengah makan.

Diantara orang-orang utan tersebut, ada satu yang tampaknya berusaha untuk mendekatkan diri dengan saya. Namanya Leo. Usianya sekitar 3 sampai 4 tahun. Dia menggandeng tangan saya lalu menuntun saya untuk berkeliling. Genggamannya sangat erat melalui telapak tangannya yang besar. Sesekali Leo tampak berusaha ingin meraih kamera dan alat perekam yang sedang saya bawa.

Seketika Leo menghentikan langkahnya, lalu ia mengambil sikat dan menggosokkannya ke lantai yang basah karena baru dibersihkan. Saya bingung, untuk apa ia menggosokkan sikat itu, tapi ternyata sikat itu kemudian didekatkan ke mulutnya, lalu ia menghisap air yang keluar dari sikat tersebut. Sepertinya ia haus. Barbara yang melihat pemandangan itu, langsung menyuruh saya mendekati kolam yang berada di dekat wahana permainan.

Lalu dengan instruksi yang diberikan Barbara, saya mengulurkan tangan ke dalam kolam, dan mengambil sedikit air lalu diberikan kepada Leo untuk dia minum. Hal ini saya lakukan berkali-kali. Sempat saya berhenti, namun Leo kemudian menarik tangan saya kembali ke arah kolam, agar saya terus mengambil air. Lucu sekali. Tidak berapa lama, rekannya Leo yang bernama Tono tidak mau kalah, ia juga ingin ikut minum bersama kami.

Setelah puas minum, Leo menggandeng tangan saya lagi. Kali ini ia ingin digendong. Lalu ia memanjat tubuh saya dengan tangannya yang panjang yang melingkar di sekitar leher saya. Akhirnya wajah Leo begitu dekat dengan wajah saya. Saya melihat ke matanya yang menatap saya lekat-lekat. Entah apa yang ada di benaknya ketika itu.

Saya juga memperhatikan dengan seksama wajah Leo. Dari bentuk telinga, mata, dan juga bulu mata semua mirip dengan manusia. No wonder, karena menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa 94% hingga 98% DNA spesies-spesies kera besar sama dengan DNA manusia.

Menyenangkan sekali bermain dengan Leo sore itu. Awalnya saya memang sempat takut, namun ternyata orang utan itu adalah binatang yang sangat manja. Seperti sedang bermain dengan anak kecil saja. hehe..

Sepertinya jika ada waktu lowong di Jakarta, saya akan kembali lagi ke rumah ibu Ulla, dan bermain-main kembali dengan orang-orang utan disana.


Foto oleh Barbara

Monday, May 12, 2008

Kolaborasi Dadakan di Singapura


Penampilan Ballads of the Cliche di Singapura kali ini, kami bermain tiga hari. Mulai dari hari jumat sampai minggu. Pada pertunjukkan terakhir di hari minggu, kami berkolaborasi dengan seorang pria keturunan India.

Awalnya pria ini yang bernama Tushar menonton penampilan kami di hari Sabtu. Ia tertarik pada salah satu lagu kami yang berjudul Hey Smiley! Setelah kami turun panggung pada penampilan hari Sabtu, ia menghampiri saya dan teman-teman, dan mengajak untuk berkolaborasi pada penampilan kami esok harinya. Katanya, ia tertarik dengan melodi lagu hey Smiley! dan ia yakin bisa menambahkan beberapa elemen Hindi di lagu tersebut. Ia mengaku mempunyai grup acapella di Amerika. Sebelumnya memang Tushar menetap dan bekerja di Amerika. Ia baru saja dipindahkan oleh tempat kerjanya ke Singapura.

Saya pribadi awalnya sempat ragu, apakah lagu kami yang ngepop itu bisa ditambahkan dengan elemen ethnic, terlebih elemen ethnic itu berbau India. Saya juga sempat ragu, apakah ia memang bisa bernyanyi atau ia hanya sekedar iseng ingin eksis di Singapura, mengingat ia mengaku belum mempunyai teman selama dua minggu ini ia tinggal di Singapura. hehe..Tapi saya pikir lagi, tidak ada salahnya. Toh kolaborasi ini bisa menjadi gimmick tersendiri agar penampilan kami di hari ketiga terasa sedikit berbeda dan tidak membuat penonton yang telah melihat petunjukkan kami dua hari sebelumnya tidak merasa bosan.

Akhirnya di hari H, pada sore hari setelah kami ceksound, saya, Bobby, Wawan dan Fino berlatih dengan Tushar melalui iringan gitar akustik saja. Cukup membingungkan juga saat memutuskan kapan waktu yang tepat untuk Tushar melantunkan melodi Hindi nya di tengah lagu Hey Smiley! yang mempunyai struktur lagu yang cukup kompleks. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya kami menemukan part yang kami rasa cukup tepat untuk Tushar bernyanyi dengan melodi hindi.

Sesaat sebelum kami tampil, sempat terjadi masalah. Karena aturan ketat yang ditetapkan oleh pihak Esplanade, tempat kami bermain, Tushar yang notabene namanya belum tercatat sebagai penampil tidak diijinkan untuk naik panggung oleh Faizal, sang stage manager. Karena semua orang yang tampil di panggung harusnya sudah tercatat dulu data pribadinya baik itu posisinya dalam band sampai nomer pasport.

Tushar tampak terus berusaha mencari jalan keluar agar ia bisa tampil dengan kami, salah satunya ia menyarankan agar Bobby memanggil dirinya dari tempat penonton untuk naik ke panggung. Namun tetap saja, mau apapun caranya, setiap orang yang naik ke panggung sudah harus tercatat dulu datanya jauh-jauh hari. Tidak bisa mendadak seperti itu. Akhirnya rencana kolaborasi itu kami singkirkan jauh-jauh, daripada mau nekat namun nanti terkena masalah atau terkena denda pada kelanjutannya.

Namun, pada detik-detik terakhir kami mau naik panggung, saya melihat Tushar sedang berbicara dengan Chloe, program manager dari Esplanade. Setelah itu, akhirnya Tushar diijinkan untuk naik panggung dengan kami. Entah apa yang dibicarakannya dengan Chloe sampai akhirnya ia diijinkan untuk naik panggung.

Akhirnya di lagu Hey Smiley! yang kami taruh di tengah-tengah setlist, Bobby memperkenalkan Tushar kepada penonton. Kolaborasi pun berjalan cukup sukses, walaupun sebagian teman yang ikut dalam rombongan kami ke Singapura kali ini berpendapat kolaborasi tersebut cukup janggal dan sebaiknya kami tidak mencobanya lagi.

Kalau menurut saya, seharusnya kolaborasi ini bisa terdengar lebih selaras jika kami memainkan lagu Hey Smiley! dalam versi akustik, dan tidak dengan iringan full band. Yah tapi untuk kolaborasi dadakan seperti ini, bisa dibilang cukup berhasil. Dan juga dengan kolaborasi ini, kami akhirnya mempunyai versi baru dari Hey Smiley!, setelah versi akustik dan versi full band yang telah kami rekam dalam dua mini album kami sebelumnya. Dan siapa tahu, jika kami cukup gila, Ballads of the Cliche akan merilis Hey Smiley! versi kolaborasi tersebut pada rilisan kami berikutnya di bawah judul Hindi Smiley! :D

*foto oleh Billy