Monday, June 29, 2009

Enam Lagu di Bulan Keenam

Inilah enam lagu favorit yang saya dengarkan sepanjang bulan keenam di tahun 2009 ini. (in chronological order):

* silahkan klik judul lagunya untuk mengunduh

1. The Leisure Society – The Last of The Melting Snow

The Leisure Society adalah grup band baru favorit saya. Album mereka baru saja dirilis akhir bulan Maret kemarin dan hingga detik ini masih saya putar terus menerus. Lagu ini adalah lagu pertama yang saya dengar dari grup ini yang kebetulan juga singel pertama dari album debut mereka.

“The Last of The Melting Snow” adalah balada patah hati yang disajikan dengan elok sekaligus terdengar rapuh melalui alunan suara Nick Hemming, sang vokalis yang menulis lagu ini di tengah malam tahun baru di dalam kamar apartemennya dengan ditemani oleh sebotol vodka dan sebuah hati yang retak.

2. El Perro Del Mar - (At Your Best) You Are Love

Lagu ini pertama kali dibawakan oleh grup RnB tahun 60an The Isley Brothers. Di tahun 1994 pernah juga dibawakan oleh penyanyi Aaliyah. Kebetulan saya belum pernah mendengar versi asli lagu ini begitu juga versi Aaliyah. Saya langsung mendengar versi ini yang dibawakan oleh penyanyi asal Swedia, El Perro Del Mar.

Jadi saya tidak tahu pasti apakah bawaan lagu aslinya sudah sangat membuai ataukah peran El Perro Del Mar yang menjadikan lagu ini menjadi himne yang terasa sangat romantis.

Suara El Perro Del Mar yang bergelayut mesra di lagu ini membuatnya seakan-akan berbisik di telinga ini seraya ia membelai lembut pundak saya hingga lagu berakhir.

3. Sibylle Baier – Forgett

Sibylle Baier ialah penyanyi rumahan dan aktris kelas b yang di tahun 70an pernah tampil dalam salah satu film arahan sutradara Wim Wenders yang terkenal dengan film-filmnya seperti Paris, Texas dan juga The Million Hotel.

Di kala itu juga, Sibylle merekam lagu-lagu ciptaannya yang hasilnya hanya beredar di kalangan keluarga dan orang-orang terdekatnya saja. Kurang lebih tiga puluh tahun setelah ia merekam lagu-lagunya, J Mascis dari band Dinosaur JR mendapat rekaman tersebut dari salah satu anak Sibylle. J Mascis menyukai lagu-lagu dalam rekaman tua itu lalu ia membawanya pada label Orange Twin yang tidak berapa lama segera merilis lagu-lagu Sibylle di tahun 2006.

Seperti Vashti Bunyan, kekuatan lagu-lagu Sibylle terletak pada kesederhanaannya yang hanya diwakili oleh bunyi gitar dan vokalnya yang bersahaja. Diantara lagu-lagu dalam albumnya, favorit saya adalah lagu “Forgett”. Namun saya tidak bisa menjabarkan secara detil mengapa saya menyukai lagu ini. Mungkin kalau diibaratkan seorang manusia, lagu ini seperti seseorang yang apa adanya, rendah hati namun penuh keyakinan dan ketegaran.

4. Perhapsy – Bow Song

Cukup sulit bagi saya untuk dapat mencerna sebuah lagu instumental hanya dengan sekali dengar saja. Namun lagu ini bisa membuat saya langsung jatuh hati ketika pertama kali mendengarkannya. Yang menjadi menu utama lagu ini adalah suara gitar yang rancak. Dalam lagu ini, dentingan gitar meliuk-liuk dengan lincah, hinggap ke berbagai sudut yang berliku yang semua itu dibungkus oleh melodi yang ramah.

Mendengarkan “Bow Song” dari awal hingga akhir, memberikan sebuah sensasi pengembaraan tersendiri.

Melalui lagu ini, mau tidak mau saya harus terus waspada akan pergerakan selanjutnya dari band ini yang baru saja merilis debut albumnya pada tanggal 9 Juni 2009 yang lalu.

5. Sharon Van Etten – Keep

Belum lama ini, seorang teman bernama Budi Warsito memperdengarkan kepada saya beberapa lagu dari seorang penyanyi yang saat ini begitu ia cintai. Dengan cintanya yang menggebu-gebu terhadap penyanyi ini, Budi terus mempromosikan penyanyi wanita berusia 28 tahun ini kepada saya saat itu. Namun entah mengapa, waktu itu saya belum terlalu ‘kena’. Sampai ketika saya melihat video penyanyi ini di youtube yang menampilkan rekaman dirinya dengan ditemani sebuah gitar, bernyanyi dengan indahnya di salah satu ruangan apartemennya. Seketika saya jatuh cinta dengan penyanyi yang bernama Sharon Van Etten ini.

Lagi-lagi saya kesulitan jika mendeskripsikan alasan saya menyukai Sharon Van Etten. Mungkin (lagi-lagi) saya menyukai kesederhanaan musiknya, selain tentunya parasnya yang juga menarik. Hehe..Selain itu, saya menangkap ada sedikit sentuhan pemberontakan dalam suaranya yang terdengar acuh tak acuh. Pemberontakan yang dikemas dengan subtil yang menghasilkan sebuah percakapan hangat yang dramatis.

Lalu mengapa saya menyukai lagu ini? Karena lagu ini yang dibawakan olehnya dalam video yang saya lihat itu.

6. Danny Gokey – PYT

“PYT” (Pretty Young Thing) adalah lagu dari almarhum Michael Jackson yang ada dalam album fenomenalnya Thriller.

Walaupun judul lagu ini dimuat dalam penggalan lirik lagu “D.A.N.C.E” dari Justice, lagu ini sesungguhnya adalah hits yang terlupakan dari album Thriller karena popularitasnya yang rasanya masih kalah dibandingkan hits-hits lainnya seperti “Billy Jean”, “Beat It” dan juga “Human Nature”.

Pada American Idol musim lalu, salah satu finalis favorit saya Danny Gokey membawakan ulang lagu “PYT” dengan brilian.

“PYT” versi Danny Gokey dibuka dengan nuansa down tempo RnB yang seksi. Kemudian lagu ini memberi kejutan dengan perubahan tempo menjadi upbeat melalui irama funk yang groovy. Lalu semua itu digenapkan oleh suara soulful Danny yang enerjik.

 

Wednesday, June 24, 2009

Rasuk

Rating:★★★★
Category:Music
Genre: Indie Music
Artist:The Trees and The Wild
Ada tiga arti kata ‘rasuk’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka: 1. ‘Memasuki tubuh manusia’. 2. ‘Mendalam’; ‘meresap benar’. 3. ‘Bercampur-baur’. Untuk The Trees and The Wild—yang memilih kata tersebut sebagai judul debut mereka—semua arti terasa tepat untuk mendeskripsikan album ini dengan kata-kata.

Dari detik-detik pertama, perlahan kita dipapah masuk ke tubuh The Trees and The Wild dengan iringan bebunyian synthesizer yang mengambang dan misterius. Tak berapa lama, lagu pertama “Verdue” pun menghentak penuh gairah dengan raungan gitar elektrik yang lincah. Sebuah track pembuka yang meriah.

Setelah itu, album ini sarat dengan komposisi folk yang menenangkan, seperti “Honeymoon on Ice” yang terinspirasi film Eternal Sunshine of the Spotless Mind, dan juga “Berlin” yang merupakan lagu pertama yang mereka ciptakan di masa-masa awal band ini baru terbentuk. Demikian pula “Malino”, sebuah komposisi anggun tentang kerinduan, dibuka dengan kicauan burung dan desir ombak yang santun bergemuruh, ditimpali orkestrasi gitar yang cantik. Di satu bagian terdengar suara gitar menyerupai kolintang, alat musik tradisional Sulawesi Utara. Segala bunyi-bunyian ini seperti menguatkan judul lagu itu sendiri, yang diambil dari nama daerah tersebut.

Memang salah satu keunikan musik The Trees and The Wild adalah penggabungan sedikit elemen world music khususnya etnik Indonesia ke dalam musik mereka yang modern. Contoh paling signifikan adalah “Our Roots”, sebuah komposisi instrumental yang memadukan nuansa dream pop melalui alunan vokal wanita yang melayang dan berlapis-lapis, dengan irama pentatonik Jawa yang disempurnakan oleh permainan gitar elektrik yang menyadur irama ukulele sebagai salah satu pondasi lagu. Kekuatan lainnya terletak pada alunan suara vokalis Remedy Waloni yang begitu khas, meskipun tak bisa dipungkiri mengingatkan kita pada suara John Mayer. Hubungan kekerabatan suara ini memang laksana pisau bermata dua: musik The Trees and The Wild akan sangat mudah dikenali melalui suara Remedy, atau justru menjadikan sekawanan ini sebagai ‘band dengan vokalis bersuara John Mayer’.

Mereka juga bermain-main dengan kompleksitas struktur lagu, yang lazim diterapkan band-band post rock seperti Sigur Ros, yakni dinamika lagu yang rata-rata terdengar minimalis di bagian awal, lalu berangsur-angsur menanjak dan terus menanjak hingga terdengar ramai di penghujung lagu. Seperti pada “Derau dan Kesalahan”, dimana vokal latar wanita menjadi pengantar yang melenakan di awal lagu, lantas kita dikejutkan oleh riff gitar elektrik yang berubah menjadi agresif, menandakan perubahan dinamika lagu menuju komposisi epik nan megah. Sungguh petualangan musikal yang mengasyikkan. Begitu juga pada “Irish Girl”, yang dibuka oleh melodi gitar smooth jazz ala Fourplay, untuk kemudian ditutup oleh riuh rendahnya seksi gesek yang bersahut-sahutan dengan tabuhan perkusi dan ramainya vokal latar.

Penggabungan kesederhanaan folk yang kontemplatif, kerumitan post rock yang membius, dan sedikit elemen world music yang eksotis, membuat album Rasuk ini mampu menghanyutkan relung jiwa setiap pendengarnya. Jadi, sudah siapkah Anda kerasukan Rasuk?

ulasan ini ditulis untuk webzine rumah buku