Rating: | ★★★★ |
Category: | Music |
Genre: | Dance & DJ |
Artist: | Justice |
Noise adalah suara yang paling dihindari - baik itu di atas panggung maupun saat di dalam studio - oleh para musisi yang terbiasa memainkan instrumen musik elektrik. Terkadang kabel jack yang menghubungkan instrumen elektrik pada amplifier tidak begitu bagus kondisinya, sehingga sering menimbulkan noise yang sangat menganggu untuk didengar. Namun setelah saya mendengarkan “Waters of Nazareth” yang ada dalam debut album Justice ini, pandangan saya terhadap noise yang berisik dan kotor tersebut telah berubah. Kini noise bukan lagi musuh utama di dalam musik. Melainkan bisa menjadi elemen penting yang akan memperkaya musik itu sendiri.
Saya tidak habis berpikir bagaimana dua pemuda asal Perancis ini bisa meramu noise yang gaduh sedemikian rupa sehingga bisa membuat suatu orkestrasi suara yang indah dan adiktif untuk didengar. Begitu juga pada “New Jack”, dimana drum dan bas disusupi oleh pihak ketiga – dalam hal ini noise – yang bersahut-sahutan dengan robot-voiced synthesizers lalu menghasilkan sebuah dance music yang sangat subtil yang secara stimultan bisa membuat beberapa bagian tubuh manusia untuk bergerak dengan sendirinya.
Di luar itu semua, yang pasti album ini memberikan banyak jawaban mengapa Justice - sebagai sebuah grup baru - bisa dibicarakan banyak orang serta menarik perhatian yang begitu besar jauh sebelum album debut mereka dirilis baru-baru ini. Sebelumnya, saya mengetahui keberadaan grup Justice dari teman saya
Adit Ngkud. Dia sering sekali membahas grup Justice di halaman Multiplynya. Saat itu saya belum pernah mendengar musiknya, namun saya juga belum tergerak untuk mengunduh musik mereka. Sampai suatu malam saat sedang menonton televisi, saya melihat video musik dari lagu “D.A.N.C.E.” Dan mulai detik itu rasa ketertarikan saya terhadap grup ini mulai tumbuh. Singel “D.A.N.C.E.” memang sangat ramah di telinga siapapun. Menyajikan refren yang sing along, atmosfir feel-good song yang menyenangkan, dan beat dansa yang bergairah.
Namun Justice tidak hanya bisa membuat gadis-gadis Hipster bergembira di lantai dansa, namun mereka juga mampu untuk membuat ilustrasi musik dari mimpi buruk setiap orang. “Stress” dibuka dengan patahan-patahan string section yang dramatis yang seakan-akan mengiringi kita pada near death experience di dalam mimpi yang buruk. Lagu ini juga membawa saya kembali ke memori masa kecil. Disaat saya ketakutan sewaktu menonton video klip “Thriller” dari Michael Jackson. Nuansa yang kurang lebih sama juga ada dalam track pembuka “Genesis” yang intro megahnya terdengar seperti musik penyambutan di sebuah kerajaan kegelapan.
Tetapi mau segelap apapun musik Justice, tema besar dari keseluruhan album ini tetaplah pada musik dansa. Musik yang bisa diputar di lantai dansa atau apapun yang berkaitan dengan pesta, bersenang-senang dan mabuk. Sementara “Dvno” adalah musik pengantar untuk pergi ke pesta, pada “Valentine” Justice memberikan musik yang tepat untuk mengembalikan kesadaran serta memulihkan kepala yang masih berputar-putar setelah meminum banyak alkohol di suatu pesta yang liar.
Album debut ini yang tidak diberi judul dan hanya menggunakan simbol salib (Cross), menawarkan sebuah petualangan musikal yang mengasyikkan. Menyajikan berbagai mood yang berbeda dengan produksi yang sangat baik yang dihasilkan dari bebunyian analog synthesizers, retro keyboards, fuzzy distortion, funky basslines dan drum machine yang dimainkan secara buas, rapat dan detil. Yang keseluruhannya bermain pada berbagai cakupan wilayah musik elektronika seperti breakbeat/electro/house/club/Miami bass/trance atau bahkan genre yang sedang hip sekarang ini yang dinamakan nu-rave. Sebenarnya saya tidak peduli dengan semua genre tersebut, karena mau apapun genrenya, album ini tetap akan membuat badan dan pikiran saya untuk bergerak.