Rating: | ★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Comedy |
Apa yang saya dapatkan ketika menonton film Quickie Express yang diproduksi
oleh Kalyana Shira, dengan produser Nia Dinata, cerita yang ditulis oleh Joko Anwar dan disutradarai oleh Dimas Djay?
1. Saya kembali disuguhkan oleh cerita yang memaparkan sebuah sisi menarik dari kehidupan kaum urban Jakarta seperti yang pernah tersaji dalam film-film Kalyana Shira lainnya, seperti Arisan, Janji Joni dan Berbagi Suami. Kali ini Kalyana menampilkan profesi gigolo dengan perusahaan induknya yang bernama Quickie Express, sebuah pelayanan male escort berkedok delivery pizza. Walaupun ide cerita seperti ini mirip sekali dengan film Loverboy yang diproduksi tahun 1989 dengan pemain utamanya yaitu si McDreamy dari Greys Anatomy, tapi setidaknya Quickie Express merupakan tontonan yang menyegarkan terutama di saat ini, saat bioskop Indonesia dipenuhi film-film horor kacangan.
2. Lagi-lagi saya disuguhkan adegan kejar-kejaran seperti yang biasa terjadi pada film-film yang ditulis Joko Anwar seperti Jakarta Undercover, Kala dan tentunya Janji Joni. Dalam Quickie Express, adegan kejar-kejaran kembali muncul dan pastinya adegan ini mengambil latar dalam gang-gang sempit, jalan kumuh serta deretan bangunan tua, seperti yang biasa ditampilkan dalam film-film yang ditulis oleh Joko Anwar lainnya.
3. Adegan kejar-kejaran ini lalu disempurnakan oleh Dimas Djay yang memang terkenal dengan visual-visualnya yang indah dan estetis. Dan seperti yang pernah dilakukan oleh Dimas Djay dalam film terdahulunya, Tusuk Jelangkung, kini ia lagi-lagi keasyikan mengurusi visual yang indah dan melupakan aspek penyutradaraan yang lainnya. Seperti masalah durasi. Durasi film ini menurut saya agak terlalu panjang, ada bagian-bagian yang membosankan di pertengahan film. Lalu kurang menyatunya chemistry dari trio Tora, Aming dan Lukman adalah salah satu pekerjaan Dimas yang tidak tereksekusi dengan baik.
4. Telinga saya kembali dimanjakan oleh alunan scoring yang apik garapan ’dream team’ kecintaaan Kalyana Shira, yang terdiri dari Aghi Narotama, Ramando Gascarro dan Bembi Gusti yang telah sukses di Berbagi Suami. Dalam Quickie Express -sesuai dengan mood dan tema ceritanya- mereka bertiga meramu musik-musik scoring yang terinspirasi dari film-film Blaxploitation tahun 70 yang groovy. Untuk soundtracknya sendiri, masih didominasi oleh sederetan band-band Aksara seperti The Adams, White Shoes, Sore ataupun Ape on The Roof. Diantara band-band tersebut, yang menarik perhatian saya adalah Sore dengan ”Ernestito” yang romantik dan sangat selaras dengan adegannya. Serta pemunculan band ’dadakan’ bernama The Squirts dengan lagunya yang berjudul ”Mesin Cinta.”
5. Jika Tora Sudiro dan Dominique berhasil diorbitkan melalui Arisan dan Berbagi Suami, sekarang tinggal menunggu waktu saja, apakah Sandra Dewi yang memerankan kekasih Tora dalam film ini yang tampak manis seperti donat J-Co akan menuai kesuksesan yang sama melalui Quickie Express? Yang pasti dengan paras cantik, gerak gerik yang lemah lembut, tutur katanya yang ’cewe banget’ dengan sedikit manja, telah sukses membuat banyak pria terpesona. Saat ia mengucapkan dialog, ”Yah... kita nggak jadi ketemuan ya... sedih deh...", sontak seluruh pria di bioskop tempat saya menonton langsung berteriak gemas.
6. Seperti film produksi Kalyana Shira lainnya, Quickie Express juga menampilkan para aktor ’tua’ yang berkualitas, walaupun pemainnya masih itu-itu saja. Ira Maya Sopha yang juga bermain cemerlang di Berbagi Suami, kini kembali bermain bagus menjadi seorang tante yang kesepian. Ada juga Tino Saroengallo yang pernah bermain menjadi pseudo-hippes di Realita Cinta dan Rock n Roll, kini berperan menjadi banci bernama Mudakir, pemburu serta pemilik dari Quickie Express. Lalu ada Rudi Wowor dengan porsinya yang tidak banyak namun cukup menarik perhatian. Namun penampilan yang paling menonjol dimiliki oleh Tio Pakusadewo. Setelah perannya menjadi orang Cina dalam berbagai Suami, kini ia berperan sebagai orang Ambon dengan penampilan yang mirip Samuel.L.Jackson di Pulp Fiction. Dia memang benar aktor sejati yang bisa memerankan berbagai tokoh dengan karakter yang berbeda-beda dalam setiap filmnya. Tampaknya untuk hal ini, Tora Sudiro harus belajar banyak dari Tio. Apalagi Aming, jika dia memang berencana akan terus menjadi aktor film. Penampilan Lukman Sardi yang biasanya memukau, kali ini tampak biasa saja. Mungkin karena porsinya yang sedikit. Atau dia terlalu konsentrasi untuk membalikkan huruf P dan F dalam setiap dialognya?
7. Salah satu ciri khas film Kalyana Shira adalah pemunculan cameo. Film ini juga dipenuhi oleh cameo-cameo yang berseliweran. Dan pada film ini, pemunculan Joko Anwar di pertengahan film cukup mengejutkan dan mengundang tawa. Namun yang cukup menyita perhatian pastilah si instruktur ’lekong’ di pusat pelatihan Quckie Express dengan kostum minim lengkap dengan raket nyamuknya, yang diperankan oleh Roy Tobing yang dulu terkenal dengan senam body language-nya.
8. Quickie Express adalah film comedy. Dan film ini menampilkan kelucuan-kelucuan dalam bentuknya yang paling konyol hingga yang cerdas. Ada beberapa adegan slapstick yang kesannya dipaksakan. Ok, untuk hal ini saya masih bisa kompromi kalau mengingat film ini adalah tribute dari Dimas Djay untuk Warkop DKI. Namun ada juga dialog-dialog cerdas yang memang menggelikan. Seperti disaat Mudakir menawarkan Tora pekerjaan lain (yang saat itu masih ragu-ragu untuk berprofesi sebagai gigolo) ”Emang kerjaan lainnya apaan?” tanya Tora. Lalu Mudakir menjawab, ”MLM.” ”Gila, mending gue jadi gigolo daripada kerja MLM!”, seru Tora dengan nada tinggi. Ada lagi kelucuan yang menarik perhatian saya, yakni komputer penganalisa profesi yang kemungkinan besar diinstal oleh Cinta Laura :p
9. Last but not least, walaupun film ini masih mempunyai banyak kelemahan antara lain, beberapa twist dari film ini mudah ditebak, akting Tora dan Aming yang masih menjadi dirinya sendiri, beberapa kelucuan yang terkesan dipaksakan, hingga kisah yang di luar akal sehat, Quickie Express tetap sukses sebagai film hiburan yang memang harus dinikmati apa adanya, tanpa harus banyak berpikir macam-macam, ataupun tanpa harus mengharapkan film comedy ini bisa sehebat dan secerdas film-film comedy garapan Judd Apatow ataupun Seth Cohen yang kini tengah berjaya. Paling tidak trio Nia Dinata, Joko Anwar dan Dimas Djay sudah mencoba memberikan alternatif tontonan yang menyegarkan untuk saat ini.