Friday, March 31, 2006

Memilih antara lirik atau melodi


Kalau kamu mendengarkan suatu lagu, apa yang menjadi perhatian pertama kali? Apakah itu melodi lagunya, musiknya secara keseluruhan, liriknya atau judul lagunya? Kalau gw pribadi, gw adalah tipe orang yang tertarik dengan melodi. Melodi yang kuat itulah yang menarik perhatian gw untuk pertama kali saat mendengarkan suatu lagu. Baru setelah itu musiknya. Dan biasanya perhatian gw berhenti sampai disitu. Lirik, yang menurut sebagian orang itu penting, malah sering terabaikan oleh gw. Mungkin hal ini aneh. Tapi sikap gw tersebut, juga tidak tanpa alasan. Semua ada penyebabnya.



Dalam menulis lagu, gw juga sering mengalami kendala dengan lirik. Pada mini album pertama Ballads of The Cliche, hampir keseluruhan lirik dibuat oleh Bobby, vokalis gw. Sedangkan gw hanya membuat melodi beserta musiknya. Pada kelanjutannya, proses penulisan lagu di Ballads berlangsung seperti itu. Gw membuat melodi beserta musik, Bobby yang menulis liriknya. Baru pada saat pengerjaan materi untuk full album nanti, gw mulai mencoba membuat lirik. Itupun tidak semua lagu. Seringkali gw mengalami kebuntuan. Dan pada akhirnya, lagi-lagi Bobby yang menyelesaikan liriknya. Ada satu lagu Ballads, yang berjudul “Light of Hopes”, gw membuat melodi beserta musiknya dari tahun 2000. Dan entah mengapa, gw selalu tidak sreg dengan lirik yang gw buat untuk lagu tersebut. Akhirnya pada pengerjaan materi full album di periode tahun 2004, gw menyerahkan lagu itu ke Bobby. Dalam sekejap dia pun menulis liriknya. Hasilnya luar biasa. Dia seperti tahu lirik seperti apa yang selama ini gw inginkan untuk lagu tersebut. Dan “Light of Hopes” menampilkan salah satu lirik terbaik Bobby, yang pernah dia tulis.



Mungkin salah satu penyebab mengapa gw mengalami kesulitan dalam menulis lirik, karena gw bukan tipe orang yang suka berbagi cerita mengenai perasaan gw ataupun kisah hidup gw. Menulis diary pun tidak pernah apalagi curhat kepada orang terdekat. Entah mengapa, gw sangat sulit mengutarakan apa yang gw rasa. Mungkin malu atau keterbatasan dalam linguistik. Hal tersebut ternyata mempunyai efek yang buruk pada proses penulisan lagu yang gw lakukan sekarang ini. Terbukti dengan seringnya gw mengalami kebuntuan dalam penulisan lirik.



Gw juga suka kagum oleh orang yang bisa menghafal lirik banyak lagu. Karena saat ini, gw bukanlah tipe orang yang bisa menghafal banyak lirik lagu. Sepertinya semakin umur gw bertambah, kemampuan gw untuk menghafal lirik dari suatu lagu juga semakin berkurang. Dulu sewaktu SMP, gw bisa menghafal lagu-lagu kegemaran gw, terlebih jika lirik lagu tersebut mirip-mirip dengan kisah cinta gw pada saat itu. Dulu biasanya jika sudah suka dengan 1 lagu, gw sibuk mencari liriknya di majalah-majalah seperti Hai atau Kawanku, yang dulu sering menampilkan lirik-lirik lagu yang tengah populer. Tetapi sekarang keadaan berjalan sebaliknya. Dan seiring waktu, ketertarikan gw terhadap lirik lagu semakin berkurang. Seiring dengan kemampuan otak gw untuk mengingat setiap kata dalam lagu yang juga semakin mengkhawatirkan.



Terkadang, jika gw mendengarkan suatu lagu, gw bisa merasakan emosi lagu tersebut hanya dari melodi atau nuansa yang dibangun melalui musik yang dihasilkan. Seringkali apa yang gw rasakan ternyata sejalan dengan lirik yang ada. Tetapi ada juga lagu yang mempunyai melodi dan musik yang sangat berseberangan dengan lirik lagunya. Misalnya ada lagu yang bernuansa ceria tetapi mempunyai lirik yang sedih dan sebaliknya. Lagu-lagu tipe ini, menurut gw adalah lagu-lagu yang sangat cerdas. Karena lagu-lagu tersebut bisa memutar balikan pendapat kebanyakan orang, bahwa jika lagu patah hati iramanya harus pelan dan mendayu dayu dan jika lagu bahagia, iramanya harus ceria dan cepat.



Jika berbicara mengenai apa yang kita rasa saat mendegarkan suatu lagu, gw jadi teringat akan film yang baru-baru ini gw tonton. Judulnya Gloomy Sunday. Diangkat dari kisah nyata mengenai suatu lagu ‘terkutuk’ yang bisa membuat semua orang yang mendengarkan dan menyukai lagu tersebut bisa bunuh diri. Lagu tersebut pada awalnya merupakan lagu instrumental. Hanya dengan iringan piano. Tetapi melodi di dalam lagu itu memang mengisyaratkan suatu kesedihan dan juga keputusasaan yang mendalam. Sehingga entah karena dorongan apa, banyak orang yang memutar lagu tersebut untuk menyertai aksi bunuh diri yang mereka lakukan. Cerita pada film itu merefleksikan suatu kekuatan dari sebuah melodi dan musik. Bahwa tanpa adanya lirik yang menyertai, sebuah lagu juga bisa memberi pesan terhadap pendengarnya melalui melodi dan musik yang dihasilkan.



Hal tersebut sejalan dengan apa yang dianut oleh para musisi instrumental. Bahwa lirik tidak selamanya memegang peranan penting dalam suatu lagu. Musisi klasik seperti Beethoven atau Bach sangat mengandalkan melodi yang dihasilkannya. Karena tanpa lirik pun, musik mereka telah bercerita dengan sendirinya. Atau dengan berbagai bebunyian yang dihasilkan, musisi minimalis seperti Philip Glass atau juga Steve Reich bisa berbicara hanya melalui musiknya. Tanpa kata-kata yang menyertainya.



Sebenarnya kita tidak bisa membandingkan mana yang lebih penting antara lirik atau melodi dalam suatu lagu. Karena pada dasarnya keduanya sama pentingnya. Keduanya merupakan syarat utama untuk suatu lagu bisa menjadi lagu yang utuh dan sempurna. Sulit juga jika membayangkan di dunia ini, semua lagu tidak mempunyai lirik. Berarti tidak ada yang namanya penyanyi yang melantunkan setiap lirik di dalam lagu. Yang ada hanya musisi yang memainkan musik. Bayangkanlah bahwa The Beatles merupakan musisi instrumental. Pasti mereka tidak akan semelegenda seperti sekarang ini. Tetapi sulit juga membayangkan di dunia ini tidak ada yang namanya musik. Tidak ada yang namanya nada dan melodi. Pasti dunia ini menjadi sunyi adanya.



Diluar sikap gw yang suka mengabaikan lirik dalam lagu, gw juga menyadari, bahwa lirik itu tidak bisa dianak tirikan. Khususnya dalam industri musik populer. Mengapa grup Radja atau Peterpan bisa sangat terkenal di negeri ini? Karena selain melodi lagunya yang gampang dicerna, liriknya juga gampang diingat. Karena sebagian besar tema dari lirik yang mereka suguhkan sangat dekat dengan kehidupan orang banyak. Sehingga banyak orang yang bisa mengapresiasikan musik Peterpan dan juga Radja dengan sangat baik. Kata-kata yang ada dalam lirik mereka pun biasanya dibuat sesederhana mungkin sehingga kita tidak perlu berusaha keras untuk menghafalnya.



Sebagian besar dari kita pasti sependapat bahwa lirik itu adalah nyawa dari suatu lagu. Dan melodi dan musik itu adalah badannya yang membungkus lagu tersebut menjadi utuh. Banyak juga yang menyukai suatu lagu dari liriknya terlebih dahulu, baru setelah itu baru menyukai musiknya. Karena melalui lirik kita sebagai pendengar bisa merasa dekat dengan apa yang diceritakan oleh lagu tersebut. Karena pada dasarnya lagu itu adalah suatu cerita yang dinyanyikan.



Sekarang ini, dalam menulis lagu, gw masih harus belajar banyak. Bagaimana membuat musik yang baik dan yang lebih khususnya bagaimana membuat lirik yang cerdas yang bisa sampai kepada setiap orang yang mendengarkan lagu gw. Untuk urusan membuat lirik, sepertinya gw harus banyak belajar dari lirik-lirik cerdas yang telah diciptakan Morissey, Ben Gibbard atau juga Nick Drake. Mereka bisa menceritakan kisah hidupnya dengan penyajian yang sangat menarik dan membuat orang ingin mendengarkan lagu tersebut berulangkali. Gw juga harus lebih memberanikan diri untuk menulis apa yang gw rasa atau apa yang gw pikirkan. Untuk selanjutnya, gw bisa membagi cerita tersebut kepada orang banyak. Dan hal tersebut bisa dimulai dengan gw menulis hal-hal yang tidak penting seperti tulisan ini.

8 comments:

  1. yg dipratiin pertama kali, jiwa lagu tersebut dimanakah letaknya?

    ReplyDelete
  2. lirik itu membuat 'rasa memiliki' sebuah lagu itu lebih lengkap, dim. tanpa lirik, memang lagu itu punya kekuatan. tapi pengalaman yg dikisahkan lirik, itu bisa 'kena' banget ke org yg mendengarkannya. dengan begitu dia (pendengar) jadi 'memiliki' lagu itu lebih dalem, "wah, lagu ini gue banget nih...".

    ReplyDelete
  3. gua sih bisa suka ama lagu karena liriknya. tapi juga harus disertai dengan melodi yang enak. kalo ga rasanya ganjil aja. dua-duanya elemen yang penting. lirik tanpa melodi lebih cocok disebut syair. sedangkan melodi tanpa lirik adalah instrumentalia. bagaimana? bobby dahsyat liriknya. andai dia mau memberikan kepada saya untuk diteliti secara gramatikal. akan lebih baik lagi. kalian somse.

    -adt-

    ReplyDelete
  4. iya ungkapan itu sering banget muncul setelah membaca liriknya..jarang orang ngomong gitu karena denger musiknya aja..

    ReplyDelete
  5. weits, siapa yang somse?hehe..coba minta baek2 ama bob.

    ReplyDelete
  6. dia lebih memilih seorang bule.
    biasa deh orang kita kan gitu.
    lebih percaya ama bule.
    padahal belum tentu bule lebih oke.
    gua lumayan jago loh.
    haha...

    -adt-

    ReplyDelete