Indonesian Idol baru saja menghasilkan satu
lagi idola baru. Idola itu bernama Ihsan. Seorang pemuda berusia 17 tahun,
berasal dari Medan. Lahir dari orangtua yang berprofesi sebagai tukang becak. Ihsan
sendiri sehari-harinya seusai pulang sekolah, menghabiskan waktunya di ladang
untuk sekedar membantu penghasilan keluarganya. Cangkul di tangan dan bulir-bulir
keringat yang membasahi wajahnya karena terik matahari sudah menjadi santapannya
sehari-hari. Tunggu dulu, saya lagi bercerita mengenai acara Indonesian Idol
atau acara Uang Kaget? Maaf kalau menjadi kabur. Kebetulan idola baru Indonesia
kali ini mempunyai latar belakang kehidupan yang bisa mengundang simpati dari
banyak orang di Indonesia. Tidak berbeda jauh dari profil masyarakat yang
diberi limpahan rejeki di tayangan Uang Kaget yang juga ditayangkan oleh RCTI.
yang mempunyai kehidupan ekonomi yang memprihatinkan, tetapi jika kehidupan itu
diangkat ke layar kaca dengan porsi serta melalui acara yang tepat - misalnya
tayangan Uang Kaget - saya pun tidak akan mempersoalkannya. Yang menjadi
masalah karena Indonesian Idol adalah kontes menyanyi. Dan sudah sepatutnya,
kita sebagai masyarakat Indonesia memilih idola kita berdasarkan kemampuan
menyanyinya dan bukan berdasarkan atas kemampuan dia untuk seberapa banyak bisa
menguras air mata masyarakat Indonesia.
tahun RCTI. Di acara itu tampil para pemenang Indonesian Idol dari musim
pertama hingga yang terakhir. Saat itu sangat terlihat bahwa kualitas vokal Ihsan
berada jauh di bawah para seniornya, yaitu Delon dan Mike. Untuk urusan faktor
X - yang sering diucapkan oleh para juri, rasanya Ihsan tidak juga memilikinya.
Untuk faktor X, saya rasa runner up Dirly lebih memilikinya, suaranya juga
lebih’jualan’ jika dibandingkan oleh suara Ihsan.
Indonesia memilih Ihsan untuk menjadi idola Indonesia yang baru. Simpati dan
belas kasihan masyarakat itu bisa datang karena penyelenggara Indonesian Idol
terlalu mengekspose kehidupan para finalisnya di luar panggung, dan untuk
Indonesian Idol musim ini, kehidupan seorang Ihsanlah yang paling sering
mendapat sorotan. Sudah cukup masyarakat Indonesia dibutakan oleh cerita sedih.
Beberapa tahun lalu ada seorang bernama Veri dengan kemampuan vokal yang bisa
dibilang buruk tetapi ‘untung’nya mempunyai latar belakang kehidupan yang
memprihatinkan. Karena hal itulah yang membuatnya menjadi juara di Akademi
Fantasi Indosiar yang pertama.
- seperti yang dilakukan oleh Indonesian Idol khususnya melalui tayangan Idol
Banget yang ditayangkan hampir setiap hari dalam seminggu - sebenarnya sudah
menyalahi aturan yang berlaku di American Idol. Bahwa sebisa mungkin kehidupan
di luar panggung dari para finalis tidak akan diekspose oleh pihak penyelenggara.
Masyarakat hanya memilih berdasarkan penampilan para finalis di panggung saja.
Seperti pemenang American Idol musim ini, Taylor Hicks yang kalau dihitung-hitung
hanya tampil di layar kaca kurang dari 5 menit setiap minggunya. Tetapi hebatnya
dia bisa membuat jutaan orang Amerika untuk terus mendukungnya sehingga tidak
satu kali pun dia berada di bottom three.
Satu lagi aturan yang telah dilanggar oleh Indonesian Idol, yaitu voting sms
yang dibuka dari awal acara. Seharusnya untuk mendapatkan voting yang fair, masyarakat boleh mengirim sms
setelah melihat semua peserta mempertunjukkan kemampuannya. Karena dari situ
akan ketahuan siapa yang saat itu tampil bagus dan yang tidak.
Rasanya penyelenggaraan Indonesian Idol dari
tahun ke tahun juga terus menurun. Paling mudah bisa terlihat dari kualitas
finalis yang ada. Kita akan kesulitan dalam menemukan finalis dengan karakter yang
benar-benar stand out dan bisa dipertanggungjawabkan
dari segi kulitas suara. Pada Indonesian Idol musim kedua, kita menjumpai
seseorang bernama Firman, dengan karakter rock yang cukup kental, tapi sayang
tidak dibarengi dengan kemampuan vokal yang baik. Tidak seperti Constantine,
atau juga Bo Bice - dalam American Idol
musim keempat, yang kemampuan vokal serta karakternya yang kuat tidak perlu
diragukan lagi. Saya jadi semakin sering mempertanyakan kriteria penjurian dari
Indra Lesmana dan kawan-kawan, karena sering terjadi seseorang yang notabene
mempunyai suara yang sangat biasa malah sering mendapat pujian dari para juri.
Contohnya adalah finalis Indonesian Idol musim kedua yang bernama Monita. Untungnya
tidak semua juri berpendapat sama. Saat itu Muthia Kasim berpendapat bahwa suara
Monita seperti layaknya suara gadis SMU di panggung-panggung sekelas sekolahan.
Idol juga semakin membosankan. Saya memang tidak mengetahui secara pasti apakah
dalam Indonesian Idol ada aturan atau anjuran untuk menyanyikan lagu dalam
bahasa Indonesia saja atau tidak. Tapi sepertinya para konstentan masih
diperbolehkan dalam memilih lagu berbahasa Inggris, walau hal tersebut bisa
membawa mereka ke urutan terbawah dalam pengumpulan suara. Seperti yang terjadi
pada Sisi - salah satu finalis Indonesian Idol musim ini - yang akhirnya harus tersingkir saat
menyanyikan lagu berbahasa Inggris. Bisa jadi hal tersebut disebabkan oleh pilihan
lagu yang dibawakannya.
dahulu dengan lagunya, baru setelah itu mereka bisa mengirimkan sms dukungan.
Maka dari itu pada penyelenggaraan Indonesian Idol musim ini, tidak terhitung sudah
berapa kali lagu Samsons, Radja, Dewa 19, Peterpan, Ari Lasso,Ungu dan
artis-artis lainnya yang sekarang ini banyak menghiasi tangga lagu di
Indonesia, berkumandang di Balai Sarbini. Jika memang disarankan untuk
menyanyikan lagu Indonesia, kita masih mempunyai banyak lagu-lagu pop yang
bagus karya musisi negeri ini, seperti lagu dari Guruh Sukarno Putra, Candra
Darusman, Tony Koeswoyo, Dian Pramana Putra atau juga Christ Kayhatu. Menurut
saya, melalui ajang populer seperti ini, musik Indonesia jaman dahulu - yang sekarang ini hampir tidak tersentuh
oleh remaja di Indonesia - bisa lagi ditampilkan dalam bentuk yang lebih
menyegarkan dan tentunya yang bisa menarik perhatian masyarakat umum khususnya untuk
remaja seusia Ihsan yang mungkin belum pernah mendengar sebagian besar dari
nama musisi Indonesia yang telah saya sebutkan di atas.
Idol, sebuah lagu atau penyanyi yang mungkin sudah lama tidak terdengar oleh publik
Amerika, bisa kembali mendapat popularitasnya setelah lagu tersebut dibawakan
di panggung American Idol. Seperti pada tayangan American Idol musim kelima,
saat itu finalis yang bernama Elliot Yamin, dengan suaranya yang soulful
menyanyikan salah satu lagu dari penyanyi kulit hitam yang telah lama tiada,
yang bernama Donny Hathaway. Tidak berapa lama setelah penampilannya, tercatat
penjualan cd Donny Hathaway Collection di Amazon meningkat berkali-kali lipat. Dan
memang banyak yang mengakui bahwa mereka membeli cd tersebut setelah terpukau
dengan penampilan Elliot Yamin.
Mungkin tidak pantas jika saya terus-terusan
membandingkan penyelenggaraan American Idol dengan Indonesian Idol. American
Idol sendiri sudah berjalan 5 musim. Sedangkan Indonesian Idol baru berjalan 3
musim. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pihak penyelenggara
agar menjadikan Indonesian Idol sebagai ajang terdepan untuk acara-acara
pencarian bakat di negeri ini. Setelah itu tugas diberikan kepada kita sebagai
masyarakat Indonesia untuk memilih idola barunya dengan kualitas yang dapat
dipertanggungjawabkan. Tetapi pada kenyataannya memilih berdasarkan kualitas
pun menjadi pekerjaan yang amat sulit. Di luar pengaruh dari latar belakang
kehidupan yang menyertainya, pekerjaan untuk memilih idola baru menjadi sulit
karena pilihan yang disediakan tidak memenuhi kriteria untuk menjadi seorang
bintang. Untuk itu kita biasa memilih yang terbaik dari yang terburuk.
penyanyi yang mempunyai kualitas tinggi yang tidak sempat atau mungkin tidak
mau untuk mengikuti ajang-ajang pencarian bakat seperti Indonesian Idol ini.
Mereka tersebar sangat banyak di sudut-sudut cafe, pesta-pesta perkawinan,
lobby hotel-hotel berbintang bahkan di kamar mandi tetangga kita. Mereka bernyanyi
dengan talenta yang istimewa, mungkin sambil berharap suatu saat mereka pun
bisa menjadi bintang, dengan cara mereka sendiri.